Judul : Wuthering Heights
Penulis : Emily Bronte
Penerjemah : Lulu Wijaya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I, April 2011
Tebal 488 hlm ; 20 cm
Wuthering Heights adalah salah satu karya klasik dalam sastra Inggris yang mengangkat nama Emily Bronte (1818-148) ke dalam salah satu tokoh besar dalam kesusasteraan Inggris. Novel ini merupakan kisah saga dua keluarga tentang kisah kasih tak sampai. Namun ini bukan kisah cinta biasa yang cengeng karena Emily Bronte mengemasnya dalam sebuah kisah yang memikat dengan menghidupkan karakter gelap tokoh-tokohnya secara gamblang dan apa adanya.
Wuthering Heights sendiri adalah nama sebuah rumah besar di Yorkshare Inggris. Kisah novel ini diawali dengan kedatangan Mr. Lockwood yang menemui Mr. Heathcliff di Wuthering Heights untuk menyewa Thrushcross Grange, sebuah rumah milik Heathcliff yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Wuthering Heights.
Pertemuannya dengan Mr. Heathcliff yang terkesan aneh dan kasar membuat Mr. Lockwood mencoba mencari tahu tentang Heathcliff dan sejarah Wuthering Heights dari Miss. Ellen Dean, seorang pembantu rumah tangga yang pernah lama bekerja di Wuthering Heights . Dari tuturan Miss Dean inilah kisah kelam Wuthering Heigths terungkap secara detail hingga lembar-lembar terakhir novel ini.
Awalnya Wuthering Heights dimiliki oleh Mr. Earnshaw, seorang tuan tanah di Yorkhshire yang memiliki dua orang anak yg bernama Hindley dan Catherine . Sepulang perjalanan bisnisnya di Liverpool Mr. Earnshaw membawa pulang seorang bocah gipsi kotor yang sedang bergelandang di jalanan. Anak itu diberinya nama Heathcliff, sama dengan nama anaknya yang telah meninggal dunia karena sakit. Kehadiran Heathcliff di tengah keluarga Earnshaw ini ternyata merupakan awal dari bencana di keluarga ini. Sikap pilih kasih Earnshaw yang lebih menyayangi Heathcliff dibanding kedua anak kandungnya sendiri menanamkan benih kebencian dan iri hati di benak putra sulungnya, Hindley.
Dalam setiap kesempatan, ketika ayahnya pergi Hindley selalu mencoba untuk melakukan hal-hal yang jahat terhadap Heathcliff. Walau selalu dicela, direndahkan, dan diperlakukan jahat oleh Hindley namun Heatcliff kecil tak pernah melawan. Namun sikap pasifnya ini ternyata berbeda dengan apa yang ada dalam hatinya. Semua perlakuan jahat Hadley disimpannya dalam hati dan dibiarkan tumbuh menjadi dendam kesumat yang kelak akan dibalasnya di masa yang akan datang.
Berbeda dengan Hindley, sikap Catherine terhadap Heathcliff sangatlah baik, karena sama-sama memiliki jiwa petualangan maka mereka menjadi cepat akrab. Keakraban ini ternyata menumbuhkan benih cinta kuat antara Heathcliff dan Catherine, namun karena kondisi sosial yang berbeda dan hubungan mereka berdua ditentang oleh keluarganya maka cinta mereka tak berujung pada sebuah pernikahan.
Singkat cerita sebuah peristiwa mempertemukan keluarga Earnshaw dengan keluarga Linton, pemilik Thrushcross Grange yang letaknya tak jauh dari Wuthering Heights. Pertemuan ini mempertemukan Catherine dengan Edgar Linton yang ternyata mencintainya. Walau sebenarnya Catherine tetap mencintai Heathcliff namun akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan Edgar Linton.
Keputusan yang diambil Catherine ini membuat Heatcliff melarikan diri dan kelak kembali ke Wuthering Heights sebagai pria kaya dan berpendidikan. Sepulangnya ke Wuthering Heights ia mulai menyusun rencana pembalasan dendam kepada keluarga Earnshaw dan Linton yang diyakininya telah melecehkan dan menghancurkan cinta dan hidupnya.
Dendam kesumat yang tumbuh dalam diri Heatcliff akan menggerakkannya untuk membuat suasana keluarga Earnshaw dan Linton seolah berada dalam neraka. Begitu licik dan sistematisnya rencana jahat ini dilakukan sehingga mereka yang terjerat dalam pusaran dendamnya menjadi tak mampu untuk lari dari neraka yang diciptakan Heathcliff.
Heathcliff berusaha menghancurkan kehidupan orang-orang dalam lingkaran kehidupan Catherine dan Linton. Cinta Heathcliff pada Catherine demikian dalam, gelap, dan sinis. Gagal menikah dengan Catherine, ia menikah dengan Isabell, adik ipar Catherine. Namun pernikahannya ini bukan atas dasar cinta, melainkan untuk menjalankan misi balas dendamnya, dengan terang-terangan ia menceritakan rencananya ini pada Miss Ellen demikian :
"Aku ingin merasakan kemenangan dengan melihat keturunanku menguasi harta mereka; anakku mempekerjakan anak-anak mereka untuk membajak tanah-tanah ayah mereka demi mencari nafkah" (hlm 3000)
Heathcliff pada akhirnya memang dengan keji merengut kebahagiaan Issabel ,istrinya sendiri, tidak hanya itu saja, putri Catherine, dan bahkan putranya sendiripun kelak akan diperlakukan dengan keji dan dijadikan alat untuk menguasai seluruh harta keluarga Linton. Saking tak tahannya dengan perlakuan Heathcliff pada dirinya, Issabel menulis surat panjang akan deritanya pada Miss Ellen dan diantaranya menulis demikian
“Apakah Mr. Heathcliff itu manusia?Kalau ya, apakah dia itu gila?. Dan kalau tidak, apakah dia iblis?" (hlm 230)
Emily Bronte menulis novel ini dengan begitu gelapnya, sejak awal hingga akhir hawa kebencian, dendam kesumat, dan kemarahan membungkus novel ini. Hampir tak ada pergantian dari suasana yang suram ke suasana yang lebih ceria, kalaupun ada hanya sekilas saja sebelum akhirnya Bronte mengembalikan suasana hati pembacanya ke suasana hati yang lebih gelap lagi.
Jangan harap ada kalimat berbunga-bunga dalam novel ini, makian atau umpatan tokoh-tokohnya tertulis dengan jelas sehingga membuat saya tercengang membaca bagaimana Heatcliff memaki anak kandungnya sendiri dengan sebutan iblis . Tampaknya sangat mungkin edisi terjemahannya ini sudah diperhalus, sehingga saya tak dapat membayangkan bagaimana jika membaca edisi aslinya?
Karakter tokoh-tokoh dalam Wuthering Heights ini juga benar-benar suram. Bronte menguak habis sisi gelap para tokoh-tokohnya, tak ada yang disembunyikan, semua amarah, kebencian, dan dendam terungkap dengan gamblang. Selain itu beberapa tokohnya juga diciptakan begitu ringkihnya terhadap kesehatannya. Penyakit baik yang disebabkan oleh akibat fisik maupun mental menghantui setiap tokoh-tokohnya sehingga membuat novel ini menjadi begitu sarat dengan kisah kematian tokoh-tokohnya.
Tak mudah memang membaca novel ini, selain isinya yang suram sehingga melelahkan suasana hati pembacanya, alur dari novel ini juga terkadang tidak linier sehingga pembaca perlu berkonsentrasi membacanya. Selain itu kita juga akan dibingungkan dengan penyebutan nama tokoh-tokohnya yang kadang menggunakan nama depan, kadang nama belakang (nama keluarga), atau bahkan nama panggilan sepertinya misalnya Catherine Linton bisa disebut dengan Catherine, Mrs. Linton, atau Cathy.
Namun terlepas dari semua itu saya berpendapat bahwa novel ini novel yang bagus dan memorable karena seperti diungkap di atas, walau tema utamanya sederhana dan umum namun kita akan siduguhkan dengan sebuah kisah dengan plot yang tidak terduga, selain itu eksplroasi karakter tokoh-tokohnya juga begitu kuat sehingga pembaca bisa membenci setengah mati sekaligus mencintai mereka. Selain itu novel ini juga menyadarkan saya bagaimana perilaku pilih kasih dari orang tua terhadap anak-anaknya dapat berdampak buruk yang sedemikian hebatnya di masa yang akan datang.
Sejarah penerbitan
Novel Wuthering Heights ini merupakan satu-satunya novel yang ditulis oleh Emily Bronte pada tahun 1847 saat ia baru berusia 29 tahun. Di edisi pertamanya Wuthering Heights terdiri dari 3 volume, dimana dua jilid pertama ditulis olehnya dengan nama pena Ellis Bell, sedangkan jilid 3 nya yang berjudul Anne Grey ditulis oleh Anne Bronte, salah seorang saudaranya.
Ketika pertama kali terbit novel ini tak mendapat sambutan yang positif dari pembacanya hal ini mungkin dikarenakan Emily menulis novelnya ini dengan struktur novel yang tidak lazim dizamannya sehingga dianggap aneh dan membingungkan oleh pembacanya di masa itu. Setahun kemudian, di usianya yang ke 30 Emily meninggal dunia karena penyakit TBC yang dideritanya.
Pada tahun 1850, novel karya Emily ini dicetak ulang dengan kata pengantar dari Charlotte Bronte yang menyatakan bahwa novel Wuthering Heights lebih bagus dari karyanya sendiri, Jane Eyre. Di cetakan kedua ini volume 1 dan 2 disatukan menjadi satu buku dengan judul Wuthering Heights dan mencantumkan nama asli Emily Bronte sebagai penulisnya. Setelah itu barulah novel ini menuai sukses dan novel ini dipandang sebagai karya unik pencapaian seorang jenius yang hampir terlepas dari gerakan literer pada zaman tersebut. Dan kini novel ini dianggap sebagai salah satu karya klasik dalam sastra Inggris dan dunia.
Berita terakhir yang saya peroleh tentang novel ini adalah terjualnya edisi pertama Wuthering Heights (1847) pada tahun 2007 yang lalu di rumah lelang Bonhams Innggris . Novel ini terjual seharga £114.000 (+/- Rp. 2 milyar). Juru bicara rumah lelang Bonhams mengatakan novel itu dibeli oleh seorang pembeli yang tidak ingin diungkapkan namanya dan novel edisi pertama tersebut akan tetap disimpan di Inggris.
Film Wuthering Heights
Saking terkenalnya novel ini Wuthering Heights juga telah mempengaruhi begitu banyak karya sastra dan seni di seluruh dunia mulai dari novel, opera, puisi, film sampai lagu. Dalam hal film adaptasi yang paling terkenal adalah yang dirilis pada 1939. Dibintangi Merle Oberon sebagai Catherine Linton, Laurence Olivier sebagai Heathclif. Film yang disutradarai Wiiliam Wyler ini mendapat nominasi Academy Award 1939 untuk kategori Best Picture.
Tahun 1970 film Wuthering Heights kembali dibuat, film ini dibintangi aktor yg kelak akan memerankan film James Bond, Timothy Dalton sebagai Heathcliff dan Anna Calder-Marshall sebagai Catherine.
Pada tahun 1992 Wuthering Heights dirilis ulang oleh sutradara Peter Kosminsky dengan Juliette Binoche sebagai Catherine dan Ralph Fienes sebagai Heathcliff.
Di tahun 2006 sempat beredar rumor bahwa Wuthering Heights akan kembali difilmkan dengan dibintangi oleh Angelina Jolie dan Johnny Depp namun rumor ini sempat dibantah oleh beberapa media dan hingga kini tak terdengar lagi kabar beritanya.
@htanzil
0 komentar:
Posting Komentar