Di tengah pekatnya kabut putih yang melayang-layang di sebuah hutan, sepasukan tentara sedang bersiap-siap... Kapten Algren meneriakkan perintah dari atas kudanya. Ketegangan tampak pada wajah-wajah Asia di bawah topi tentara mereka... Lalu tiba-tiba...dari kesunyian yang mencekam itu terdengar lamat-lamat sesuatu yang bergemuruh dari kejauhan, dan kian mendekat... Ditingkahi teriakan yang gemanya seolah terpantul pada pohon-pohon, lalu melayang-layang bersama kabut... Sesuatu yang menakutkan sedang mendekat, dan itu terpancar dari kengerian yang terpancar dari wajah-wajah tentara yang memucat.... Dan akhirnya muncullah satu persatu sosok-sosok manusia bertopeng dengan dua tanduk di kepala, mengendarai kuda yang berlari cepat ke arah para tentara. Sedetik kemudian, pasukan berkuda itu membantai pasukan yang mungkin bahkan tak sempat melakukan serangan saking ngerinya...
Itulah sekilas adegan yang selalu menempel di otakku dari sebuah film epik yang sangat apik: The Last Samurai. Itu adalah adegan ketika para samurai menghabisi tentara Jepang yang dilatih oleh Kapten Algren (diperankan Tom Cruise). Tulisan ini bukan untuk mengisahkan kembali tentang film itu, namun aku ingin mengulas sekaligus mengabadikan isi sebuah buku yang amat menarik: The Last Samurai-Official Movie Guide. Buku ini merupakan pendamping film The Last Samurai. Selain berisi foto-foto eksklusif berwarna dengan ketajaman gambar yang sempurna (berkat David James, sang fotografer), Official Movie Guide ini juga memunculkan tulisan dan riset tentang sejarah Jepang yang melatar belakangi film ini, juga tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembuatan film, serta penjelasan tentang samurai dan cara hidup mereka. Ditambah petikan dialog-dialog yang singkat namun dalam maknanya di beberapa scene film. Sangat menarik!
The Last Samurai bersetting tahun 1876-1877 pada saat Jepang di bawah pemerintahan Kaisar Meiji yang saat itu masih sangat muda. Selama 250 tahun sebelumnya, Jepang adalah negara yang mengisolasi diri dari dunia luar, yang dikenal dengan istilah sakoku. Di bawah tekanan Amerika, akhirnya Jepang pada tahun 1854 menandatangani perjanjian perdagangan dengan Amerika, sekaligus membuka diri bagi perdagangan internasional. Pada tahun 1868 Saigo Takamori yang menjadi inspirasi terciptanya tokoh Katsumoto di film ini, merestorasi takhta kekaisaran Meiji yang tadinya diduduki oleh para shogun. Namun Saigo dan para samurai ingin tetap mempertahankan nilai-nilai leluhur mereka, sedang pemerintahan yang baru ingin berubah dan mengadopsi cara-cara Barat. maka rezim Meiji akhirnya mendesak keberadaan para samurai dengan melarang penggunaan pedang (yang menjadi "jiwa" seorang samurai) yang dianggap penghinaan oleh para samurai. Maka mereka akhirnya memberontak kepada pemerintah. Dan di sinilah kisah The Last Samurai itu lantas dibuat....
Adalah Nathan Algren, seorang kavaleri berpangkat Kapten yang baru saja pulang dari medan perang sebagai pahlawan. Ia terlibat dalam pemusnahan suku Indian di Gettysburg. Perang terhadap suku Indian ini juga diambil dari sejarah, dan "pahlawan"nya juga berasal dari kavaleri ke 7, seperti halnya tokoh Nathan Algren. Dalam keadaan trauma karena perasaan bersalah harus membantai para Indian, Algren lalu direkrut oleh Jendral Omura dari rezim Meiji untuk melatih tentara Jepang demi membasmi pemberontakan kaum Samurai yang dipimpin Katsumoto. Senjata api didatangkan, para petani dan rakyat dilatih untuk menjadi tentara. Namun, jumlah mereka yang banyak tentu bukan tandingan para samurai. Dan dalam pertempuran yang tak seimbang di hutan seperti yang kugambarkan di awal tulisan ini, para tentara akhirnya kalah, entah mati, terluka atau mundur. Dan lihatlah...satu-satunya yang bertahan adalah sang Kapten Algren. Sudah terluka, ia tetap bertahan dengan gagah berani sendirian, sambil membawa tombak berbendera harimau putih. Aksinya ini menarik perhatian sang pemimpin samurai, Katsumoto, yang bertambah kekagumannya setelah Algren berhasil membunuh seorang samurai berbaju perang warna merah berkat kecerdikannya. Algren pun dibawa oleh rombongan para samurai kembali ke desa mereka yang terletak di atas pegunungan sunyi nan asri.
Di sanalah Algren lalu mulai belajar ilmu bermain pedang ala samurai yang berpusat pada pengosongan pikiran, sambil mengenal budaya Jepang sekaligus Samurai yang disiplin dan menjunjung tinggi kehormatan bahkan di atas nyawa. Luka-lukanya dirawat oleh seorang wanita jelita bernama Taka, yang adalah adik Katsumoto sekaligus istri samurai berbaju perang merah yang telah dibunuh Algren. Maka cinta pun bersemi di antara dua anak manusia yang awalnya (dan seharusnya) dipenuhi dengan dendam. Aku begitu kagum pada cinta Algren-Taka ini, seperti yang diulas juga di Official Movie Guide ini: "Algren and Taka's relationship is a very unique love story. They are people from two different worlds who make contact in very subtle ways--through looks and through gesture." Dan ini makin membuat cinta mereka nampak begitu agung dan sakral. Di tempat tinggal samurai ini pula Algren dan Katsumoto menjadi makin dekat karena mereka memiliki pandangan yang sama serta menjunjung tinggi nilai-nilai yang sama.
Ketika akhirnya saat yang tak dapat dielakkan tiba, yaitu ketika para samurai harus berhadapan dengan pasukan perang pemerintah yang dipersenjatai meriam dan senapan dari Barat, maka Algren pun menjadi salah satu dari para samurai ini. Adegan Taka yang memakaikan pakaian perang pada Algren menjadi salah satu adegan percintaan yang paling menggetarkan yang pernah kutonton... Dari buku ini pula aku jadi lebih memahami percintaan Algren-Taka. Awalnya Taka memang membenci Algren karena ia telah membunuh suaminya. Ia merawat Algren semata-mata karena perintah kakaknya. Dan dendam itu serasa terpuaskan ketika menyaksikan Ujio membuat Algren babak belur saat berlatih di bawah derai hujan. Ujio yang awalnya tak suka pada Algren memang tak tanggung-tanggung melatih Algren. Namun, sifat pantang menyerah dan keberanian Algren membuatnya berkali-kali bangun lagi meski sudah kesakitan. Saat itulah dendam Taka berubah menjadi simpati sekaligus kagum pada kegigihan Algren. Kurasa saat itulah benih-benih cinta mulai tumbuh di hatinya...
Itulah sekilas film The Last Samurai, yang mungkin sudah pernah anda tonton juga. Tapi, pernahkah anda menyadari bagaimana sulitnya memproduksi sebuah film epik seperti ini? Buku ini menjelaskan semuanya. Anda pasti tak percaya kalau kukatakan bahwa pembuatan film diadakan di 3 negara di 3 benua yang berbeda: Jepang, Amerika, dan New Zealand. Untuk lokasi pegunungan tempat tinggal Katsumoto dan para samurai, petugas bagian setting menemukan sebuah lanskap di New Zealand yang indah. Meski begitu, butuh sekitar 6 minggu untuk menanami beberapa tumbuhan dan pohon agar lanskap tersebut terlihat sangat alami dan sesuai dengan keadaan pada abad 19 itu. Sedangkan suasana kota Tokyo abad 19 (yang notabene hanya muncul beberapa menit saja di film) menggunakan sebuah area di New York yang didandani sehingga persis bagaikan Tokyo masa lalu. Saking detail dan profesionalnya cara kerja kru film, sehingga orang-orang Jepang yang terlibat di film jadi teringat kampung halaman mereka di masa kecil. Yang berarti...mereka telah berhasil menciptakan setting yang sempurna!
Belum lagi bagian-bagian lain seperti kostum, yang harus menyediakan kostum kimono hingga baju perang samurai yang persis dengan aslinya. Ada yang menarik tentang kimono. Tahukah anda bahwa semua kimono harus dibuat dari bahan berukuran sama: panjang 12-13 meter, lebar 36-40 meter, baik untuk orang dewasa maupun anak-anak. Kain itu akan dipotong menjadi 8 bagian, lalu dijahit dengan teknik tertentu, bagaikan origami untuk pakaian! Pengadaan senjata dan pelatihan kuda juga sama menariknya. Pedang samurai dibuat dari kombinasi baja dan besi yang lebih lentur untuk menghasilkan bagian tajam dari pedang yang sangat keras sehingga tak mudah patah saat beradu pedang dengan musuh. Caranya ialah dengan proses folding, di mana logam dipanaskan pada temperatur tinggi, lalu dipalu hingga terlipat separuh, lalu dipanaskan lagi hingga permukaannya menyatu kembali.
Aku sempat tersenyum saat membaca tentang pelatihan kuda. Anda mungkin berpikir, hanya kuda-kuda yang ditunggangi pemeran utama yang perlu dilatih. Jawabnya: tidak. Semua kuda yang ada di setting film itu dilatih secara khusus. Bahkan kuda-kuda latar, yakni kuda-kuda yang ambruk dalam peperangan, misalnya. Bayangkan, melatih kuda untuk mau berbaring selama beberapa menit dalam diam seolah mati pasti sulitnya setengah mati. Bagaimana kalau ia tiba-tiba ingin berdiri lagi? Tentu tindakan alamiahnya itu akan mengacaukan pengambilan film! Maka selama 6 minggu kru melatih kuda-kuda itu hingga terbiasa berbaring diam-diam selama beberapa menit. Dan setelah itu mereka justru harus bekerja keras kembali untuk membuat kuda-kuda itu mau berdiri lagi. Mungkin kuda-kuda itu jadi berpikir: "Eh..enak juga ya ternyata berbaring santai begini..."
Selain itu upacara minum teh yang menjadi salah satu ciri khas budaya Jepang juga dijelaskan singkat di buku ini. Upacara minum teh adalah salah satu kebiasaan para samurai demi mendapatkan ketenangan. Adalah seorang bernama Eisai yang dulu menemukan obat penenang, yaitu dengan minum teh. Maka Eisai menciptakan proses pembuatan teh dengan mencampurkan bubuk matcha (daun teh hijau) ke dalam air mendidih, lalu mengaduknya dengan chasen (pengaduk berbahan bambu) sampai larutan itu sedikit berbuih. Bukan saja tehnya membuat tubuh menjadi tenang, tapi kegiatan mengaduk itu sendiri dengan suara yang monoton, memiliki efek yang menenangkan. Akhirnya berkembanglah ritual minum teh ini dan menjadi budaya Jepang yang disebut cha-no-you (upacara minum teh).
Itulah sekilas beberapa hal menarik yang kusarikan dari Official Movie Guide The Last Samurai ini. Nilai-nilai yang dianut oleh samurai menurutku adalah yang paling menarik di film ini dan membuatnya sangat istimewa. Samurai yang gagal menunaikan tugasnya, akan lebih suka mati terhormat oleh musuhnya, atau oleh dirinya sendiri. Mungkin anda sering mendengar tentang harakiri atau bunuh diri ala Jepang. Sebenarnya harakiri adalah istilah vulgar yang dipopulerkan justru oleh orang Barat. Para samurai menyebut ritual membunuh diri secara terhormat ini dengan seppuku. Tekniknya adalah menusuk bagian perut dengan tanto (belati). Mengapa perut? Karena mereka percaya jiwa manusia berada di sana, dan seppuku dilakukan untuk membebaskan jiwa. Seppuku sebagai hukuman resmi dihapus pada 1868 setelah Restorasi Meiji.
Semoga ulasan panjang tentang film The Last Samurai dan sejarah samurai serta budaya Jepang ini cukup menghibur dan memberi wawasan baru bagi anda. Sekaligus anda akan terhibur dengan foto-foto yang kupilih dari sekitar 150 foto yang ada di buku ini. Maaf, ada beberapa gambar yang terpotong karena sulit untuk men-scan halaman-halaman tertentu tanpa merusak buku yang amat kusayangi ini. Akhirnya, aku akan mengutip beberapa dialog antara Algren dan Katsumoto yang singkat namun amat bermakna. Persahabatan mereka adalah persahabatan sejati yang dibangun tanpa banyak kata, namun dalam diam pun mereka dapat saling memahami dan saling mempercayai. Sama halnya dengan percintaan Algren dan Taka...
Katsumoto: "You believe a man can change his destiny?"
Algren: "I think a man does what he can, until his destiny is revealed."
----
Katsumoto: "...And you do not fear death?"
"But sometimes you wish for it. Is this not so?"
Algren: "Yes"
Katsumoto: "I, also. And then I come to this place of my ancestors. And I remember...[looks around to the blossoms] like these blossoms, we are all dying. To know life in every breath. Every cup of tea. Every life we take. The way of the warrior."
Algren: "...Life in every breath..."
Katsumoto: "That is bushido*."
*Bushido: The Way Of The Warrior, the way of samurai
Dan last but not least, kukutip juga pernyataan Kaisar Meiji ketika menerima dari Algren, pedang milik Katsumoto yang telah tewas dalam perang yang dilancarkan oleh sang Kaisar sendiri. Akhirnya, sikap Algren dan kematian Katsumoto yang penuh kehormatan itu membuka mata sang Kaisar akan nilai-nilai leluhur yang hendaknya tetap dijunjung tinggi, meski arus modernisasi terus membanjir:
"I have dreamed of a unified Japan. Of a country strong and independent and modern... And now we have railroads and cannon and Western clothing. But we cannot forget who we are. Or where we come from..."
0 komentar:
Posting Komentar