9 dari Nadira
by Leila S. Chudori
Paperback, 270 pages
Published October 2009 by Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN13: 9789799102096
Sebelum menulis review ini, saya melakukan jelajah jejak dari Leila S. Chudori di mesin pencari Google. Selama ini jejak seseorang di dunia maya tergantung setenar apa dia, karya apa yang dibuat, dan juga seberapa banyak orang lain menulis tentang dia. Beruntung, review tentang kumpulan cerpen 9 dari Nadira ini cukup banyak tersedia di dunia maya, banyak orang seolah "tidak mau ketinggalan" meresensi bukunya ini, termasuk saya.
Sekilas tentang Penulis
Dari hasil googling tersebut, tahulah saya apa singkatan "S" pada namanya, yakni Salikha. Perempuan kelahiran Jakarta, 12 Desember 1962, ini mulai sebagai penulis anak-anak. Karya-karya awal Leila kerap dimuat di majalah Si Kuncung, Hai, dan Kawanku. Ketika dewasa, cerita pendeknya dapat ditemui di majalah sastra Horison, dan Matra. 9 dari Nadira merupakan karya fiksi pertamanya yang diterbitkan sejak buku kumpulan cerpen Malam Terakhir pada tahun 1989. Ayah Leila, Mohammad Chudori adalah seorang wartawan kantor berita Antara. Saat ini Leila tinggal bersama putrinya Rain Chudori-Soerjoatmodjo, yang juga merupakan penulis dan peresensi film. Resensi yang ditulis Rain antara lain film (500) Days of Summer untuk Jakarta Post dapat dilihat di sini.
tentang Kumpulan Cerpen
Terserah pada Leila apa nama yang mau diberikan, apakah itu kumpulan cerpen atau novel. Namun, pembaca berhak untuk menilai. Buku ini lebih tepatnya adalah novel, walau diberi nama kumpulan cerpen. Cerpen di dalam ini seolah berdiri sendiri, namun punya satu tautan dengan cerpen lainnya.
Berhubung buku yang saya baca belakangan adalah kumpulan cerpen, saya mencoba membaca dari judul terakhir, Utara Bayu dan At Pedder Bay. Cerpen ke 8 dan 9 tersebut, cukup memberi gambaran awal bagi saya tentang Nadira.
Nadira adalah seorang wartawati Majalan Tera. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia memanggil Kakaknya dengan Yu Nina dan Kang Arya. Dari hasil identifikasi cerita, diketahui bahwa Nadira lahir di tahun 1962, Arya lahir tahun 1961, dan Nina lahir di tahun 1958.
Mereka terlahir dari keluarga yang berpendidikan. Ayah Nadira, Bram adalah seorang wartawan, ayahnya bertemu dengan ibunya Nadira, Kemala Suwandi ketika sama-sama menempuh pendidikan di Belanda. Kemala Suwandi di Vrije Universiteit, sedangkan Bram di Gemeentelijke Universiteit. Kemala mengambil jurusan sastra, sedangkah Bram mengambil jurusan politik dan ekonomi.
Nadira dan kedua kakaknya tumbuh dalam pola asuh yang baik. Dari kakeknya, mereka menerima pelajaran agama dengan kuat. Dari orangtuanya, mereka memperoleh kebebasan dalam menentukan bidang yang mereka minati. Mereka tumbuh besar, Nina menaruh peminatan pada sejarah politik, Arya pada kehutanan, sedangkan Nadira pada jurnalistik.
Cerita yang tersaji dalam kumpulan cerpen ini dibuat meloncat-loncat. Pada cerpen pertama "Mencari Seikat Seruni" beberapa cuplikan buku harian Kemala memberikan gambaran, bagaimana ia mengawali hari-harinya di Amsterdam dan kisah bertemunya ia dengan Bram. Kisah awal pada cerpen ini ketika seluruh keluarga terkejut dengan peristiwa bunuh dirinya ibu Nadira.
Kesembilan cerita fiksi ini "sepertinya" bertautan dengan kehidupan pribadi Leila yang digambarkan dalam karakter Nadira. Persamaannya antara lain, berayahkan wartawan, bekerja di majalah berita, berkelahiran di tahun 1962, dan bersekolah di Kanada. Pada cerpen "Tasbih" ada sebuah tasbih yang diberikan oleh Kakeknya pada ibunya, dan itulah benda yang membuat Nadira tenang, selain itu bercerita tentang pengalaman ketika mewawancarai seseorang, Nadira menonjok orang yang diwawancarai karena orang tersebut menghina ibunya.
Leila menggambarkan kekuatan (sekaligus kelemahan?) perempuan menghadapi hidup. Demi mengurus keluarga, Ibu Nadira tidak menyelesaikan sekolah di Belanda. Nina menemukan cinta dari seorang koreografer yang kemudian meninggalkannya karena terpikat perempuan lain, Nadira bangkit dari keterpurukan setelah bertemu dengan Niko, yang kemudian juga mereka berpisah.
Saya menilai tidak mudah menyusun cerita ini. Saya beranggapan Jika cerita ini benar-benar fiksi, maka sungguhlah hebatlah Leila meramu kisah fiksi. Saya beranggapan dengan membaca buku ini, kita dapat membaca mini biografi Leila dalam sebuah buku. Apa sebenarnya motif ibu Nadira sehingga ia bunuh diri, bagi saya itu tidak penting, sebab seperti yang ditonjolkan Leila, bahwa bangkit dari keterpurukan dan kembali ceria menghadapi hidup, itulah warna-warni hidup. Lewat buku ini, Leila telah berbagi hidup dengan saya.
@hwsjkt18082010
Buku 9 dari Nadira - ulasan
Katagori :
buku,
buku bagus,
Fiksi Dewasa,
Kumpulan Cerpen,
resensi buku,
sinopsis buku,
ulasan buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar