Judul Buku: Tuhan, Jangan Tinggalkan Aku
Penulis: Pipiet Senja & Ennie Van Moorsel Arief
Penerbit: Zikrul Hakim
Terbit: Maret 2008
Tebal: vi+202
MEMBACA buku memoar ini, membuat saya menahan nafas. Berusaha keras membendung kepedihan yang menelusup masuk ke dalam dada. Kalimat-kalimat dalam lembar buku ini, seolah mencakar hati bagi siapa pun yang masih memiliki nurani. Empati akan mengalir, kemudian mewujud menjadi simpati. Dengan membacanya kita akan merasakan hal itu.
Ennie menyelesaikan pendidikan tingkat SLTP dengan nilai yang tinggi. Semua nilai mata pelajaran tinggi kecuali mata pelajaran Agama. Kenyataannya, memang, Ennie tidak tertarik dengan pelajaran tersebut. Selepas SLTP Ennie terpaksa harus menganggur, sebab tidak ada biaya untuk melanjutkan ke sekolah tingkat atas. Dia pun harus menganggur selama satu tahun. Apa yang dilakukannya selama itu? Dia melakukan protes, terutama, ditujukan pada ayahnya.
Selain sering keluar rumah, diam-diam, Ennie berpacaran dengan Sinaga, anak seorang pendeta Protestan. Dan, ternyata, apa yang dilakukannya, tetap tidak mampu mengobati perasaan kecewa dan frustasinya. Mulailah ia melakukan diet ekstrim hingga berat badannya menyusut menjadi 35 kilogram saja.
Suatu saat, Ennie bekerja diperusahaan travel. Karirnya maju di sana. Ia pun mulai dekat dengan atasannya yang sudah memiliki istri. Hingga suatu waktu ia didamprat oleh nyonya sang atasan itu, karena sering diajak makan bersama oleh atasannya. Dicaci habis-habisan. Akhirnya sang atasan membawanya ke sebuah hotel. Saat itulah ia ditawari untuk mau menikah dengannya. Iming-iming harta yang banyak membuatnya lupa diri. Ennie pun menerima lamaran laki-laki dewasa, bahkan mendekati tua, yang menjadi atasannya selama ini. Semuanya karena obsesinya menjadi orang kaya raya. Apa pun risikonya.
Kisah ini masih berlanjut. Suaminya ternyata menceraikan Ennie. Lalu mulailah teror-teror dari pihak suami dan istri pertama suaminya itu menerpa kehidupannya, ia dan anaknya yang masih kecil. Ya, perkawinannya dengan sang atasan membuahkan seorang anak laki-laki normal yang sehat. Ia sangat menyayangi Peter, anaknya itu.
Teror pun terus berlanjut. Ennie merasa tersiksa dan tidak nyaman. Atas saran seorang temannya di night-club, ia kemudian berhubungan dengan seorang lelaki asing warga negara Belanda. Laki-laki yang menurutnya sangat menarik, walaupun ia hanya melihat profilnya saja. Laki-laki itu kemudian mengajaknya datang ke Belanda untuk melaksanakan pernikahan resmi di sana. Tanpa berpikir panjang, ia pun berangkat ke sana dengan Peter. Ennie melakukan ini juga karena memiliki obsesi menjadi orang hebat. Bergelimang harta dan memiliki kedudukan yang tinggi di mata masyarakat.
Nah, di negeri bekas penjajah itulah ia memulai pengalamannya. Tepatnya, pengalaman yang sangat pahit selama hidupnya. Ennie berjumpa dengan laki-laki Belanda bernama Gez. Ia bertemu dengan orang yang salah. Sebab Gez, ternyata tidak memiliki hati dan berwatak binatang. Alih-alih menikah secara resmi, Ennie malah mendapat siksaan dari lelaki jahat itu.
Koper, tas, perhiasan, uang, paspor, dan semua bawaan Ennie dari Indonesia telah disembunyikan oleh lelaki itu. Profilnya di video yang direkomendasikan biro jodoh internasional, tampak begitu simpatik, ganteng dan lembut. Ternyata memang telah direkyasa. Gez adalah interniran militer, penipu, pemabuk, dan seksmaniak. Sungguh mencengangkan. Kita bisa menduga, apa yang dilakukan Gez pada Ennie. Ya, Ennie dipaksa memenuhi keinginan bejat sang durjana. Anaknya yang masih kecil dimasukkan ke dalam kamar mandi dan dikunci rapat, selama Ennie dipaksa memenuhi keinginan seks yang tidak wajar itu. Laki-laki itu menggunakan alat-alat berupa benda ‘aneh’ yang dimasukan ke dalam benda kehormatan Ennie. Sangat kejam!
Mendengar cerita ini, ibunda tercinta Ennie, Siti Hadijah, pun mengungkapkan keprihatinannya, “kalau Bapak masih hidup, pasti menangis darah mengetahui putri kesayangannya dianiaya.” Betapa hatinya terluka melihat anaknya menderita. Sang ibu hanya mampu mendoakan Ennie agar berada dalam kemudahan.
Sejak saat itu, sampai tiga pekan kemudian, si durjana sering menganiaya Ennie habis-habisan. Ennie pun mengeluh pada Tuhan yang selama ini tidak pernah dipedulikannya. “Demi Tuhan, kuseru nama-Mu. Di manakah Engkau saat ini, Ya Robb? Walau dalam kelam kehidupan, kuyakinkan senantiasa, kutanamkan dalam jiwaku, nun di sana, Dia Sang Pengubah Segala tetaplah hadir.” Demikian petikan kisah yang begitu menggugah.
Sebuah kisah nyata yang dialami seorang perempuan yang sesungguhnya memiliki kekuatan dan ketabahan yang luar biasa. Buktinya, ia pun bisa mengatasi masalah hidupnya yang pelik di negeri orang dengan baik. Meskipun risiko yang ditanggungnya begitu berat. Selama dua puluh tahun ia mengalami masa-masa sulit. Waktu yang tidak sebentar untuk seorang perempuan yang hidup berjuang mendaki bukit terjal hidup sendirian.
Buku ini adalah hasil kreasi kakak-adik, Pipiet Senja yang seorang penulis ternama Indonesia dan Ennie van Moorsel Arief yang memiliki nama asli Enny Hadiyani Arief. Berisi kisah sejati yang mampu menggetarkan siapa pun pembacanya. Memoar ini digarap dengan apik dan rapi. Detail-detail cerita begitu kentara, sehingga pembaca akan sangat menikmatinya. Sebagaimana novel, memoar ini jauh dari membosankan. Kompliknya tajam dan terus menanjak. Menegangkan! Bahasanya mengalir dan ringan untuk dibaca oleh semua kalangan.
Ennie menyebut memoar ini sebagai ‘curahan hati’. Sebab, memang, kisah dalam buku ini ditulis berdasarkan gerak hati, hasil pergulatan hidup yang banyak pahitnya. Ennie berharap, kisah hidupnya dalam memoar ini bisa menjadi pengingat, pun bisa diambil pelajaran dan hikmahnya oleh siapa saja.
Dede Sulaeman, Pengelola Blog Bahagia Bersama BukuEnnie menyelesaikan pendidikan tingkat SLTP dengan nilai yang tinggi. Semua nilai mata pelajaran tinggi kecuali mata pelajaran Agama. Kenyataannya, memang, Ennie tidak tertarik dengan pelajaran tersebut. Selepas SLTP Ennie terpaksa harus menganggur, sebab tidak ada biaya untuk melanjutkan ke sekolah tingkat atas. Dia pun harus menganggur selama satu tahun. Apa yang dilakukannya selama itu? Dia melakukan protes, terutama, ditujukan pada ayahnya.
Selain sering keluar rumah, diam-diam, Ennie berpacaran dengan Sinaga, anak seorang pendeta Protestan. Dan, ternyata, apa yang dilakukannya, tetap tidak mampu mengobati perasaan kecewa dan frustasinya. Mulailah ia melakukan diet ekstrim hingga berat badannya menyusut menjadi 35 kilogram saja.
Suatu saat, Ennie bekerja diperusahaan travel. Karirnya maju di sana. Ia pun mulai dekat dengan atasannya yang sudah memiliki istri. Hingga suatu waktu ia didamprat oleh nyonya sang atasan itu, karena sering diajak makan bersama oleh atasannya. Dicaci habis-habisan. Akhirnya sang atasan membawanya ke sebuah hotel. Saat itulah ia ditawari untuk mau menikah dengannya. Iming-iming harta yang banyak membuatnya lupa diri. Ennie pun menerima lamaran laki-laki dewasa, bahkan mendekati tua, yang menjadi atasannya selama ini. Semuanya karena obsesinya menjadi orang kaya raya. Apa pun risikonya.
Kisah ini masih berlanjut. Suaminya ternyata menceraikan Ennie. Lalu mulailah teror-teror dari pihak suami dan istri pertama suaminya itu menerpa kehidupannya, ia dan anaknya yang masih kecil. Ya, perkawinannya dengan sang atasan membuahkan seorang anak laki-laki normal yang sehat. Ia sangat menyayangi Peter, anaknya itu.
Teror pun terus berlanjut. Ennie merasa tersiksa dan tidak nyaman. Atas saran seorang temannya di night-club, ia kemudian berhubungan dengan seorang lelaki asing warga negara Belanda. Laki-laki yang menurutnya sangat menarik, walaupun ia hanya melihat profilnya saja. Laki-laki itu kemudian mengajaknya datang ke Belanda untuk melaksanakan pernikahan resmi di sana. Tanpa berpikir panjang, ia pun berangkat ke sana dengan Peter. Ennie melakukan ini juga karena memiliki obsesi menjadi orang hebat. Bergelimang harta dan memiliki kedudukan yang tinggi di mata masyarakat.
Nah, di negeri bekas penjajah itulah ia memulai pengalamannya. Tepatnya, pengalaman yang sangat pahit selama hidupnya. Ennie berjumpa dengan laki-laki Belanda bernama Gez. Ia bertemu dengan orang yang salah. Sebab Gez, ternyata tidak memiliki hati dan berwatak binatang. Alih-alih menikah secara resmi, Ennie malah mendapat siksaan dari lelaki jahat itu.
Koper, tas, perhiasan, uang, paspor, dan semua bawaan Ennie dari Indonesia telah disembunyikan oleh lelaki itu. Profilnya di video yang direkomendasikan biro jodoh internasional, tampak begitu simpatik, ganteng dan lembut. Ternyata memang telah direkyasa. Gez adalah interniran militer, penipu, pemabuk, dan seksmaniak. Sungguh mencengangkan. Kita bisa menduga, apa yang dilakukan Gez pada Ennie. Ya, Ennie dipaksa memenuhi keinginan bejat sang durjana. Anaknya yang masih kecil dimasukkan ke dalam kamar mandi dan dikunci rapat, selama Ennie dipaksa memenuhi keinginan seks yang tidak wajar itu. Laki-laki itu menggunakan alat-alat berupa benda ‘aneh’ yang dimasukan ke dalam benda kehormatan Ennie. Sangat kejam!
Mendengar cerita ini, ibunda tercinta Ennie, Siti Hadijah, pun mengungkapkan keprihatinannya, “kalau Bapak masih hidup, pasti menangis darah mengetahui putri kesayangannya dianiaya.” Betapa hatinya terluka melihat anaknya menderita. Sang ibu hanya mampu mendoakan Ennie agar berada dalam kemudahan.
Sejak saat itu, sampai tiga pekan kemudian, si durjana sering menganiaya Ennie habis-habisan. Ennie pun mengeluh pada Tuhan yang selama ini tidak pernah dipedulikannya. “Demi Tuhan, kuseru nama-Mu. Di manakah Engkau saat ini, Ya Robb? Walau dalam kelam kehidupan, kuyakinkan senantiasa, kutanamkan dalam jiwaku, nun di sana, Dia Sang Pengubah Segala tetaplah hadir.” Demikian petikan kisah yang begitu menggugah.
Sebuah kisah nyata yang dialami seorang perempuan yang sesungguhnya memiliki kekuatan dan ketabahan yang luar biasa. Buktinya, ia pun bisa mengatasi masalah hidupnya yang pelik di negeri orang dengan baik. Meskipun risiko yang ditanggungnya begitu berat. Selama dua puluh tahun ia mengalami masa-masa sulit. Waktu yang tidak sebentar untuk seorang perempuan yang hidup berjuang mendaki bukit terjal hidup sendirian.
Buku ini adalah hasil kreasi kakak-adik, Pipiet Senja yang seorang penulis ternama Indonesia dan Ennie van Moorsel Arief yang memiliki nama asli Enny Hadiyani Arief. Berisi kisah sejati yang mampu menggetarkan siapa pun pembacanya. Memoar ini digarap dengan apik dan rapi. Detail-detail cerita begitu kentara, sehingga pembaca akan sangat menikmatinya. Sebagaimana novel, memoar ini jauh dari membosankan. Kompliknya tajam dan terus menanjak. Menegangkan! Bahasanya mengalir dan ringan untuk dibaca oleh semua kalangan.
Ennie menyebut memoar ini sebagai ‘curahan hati’. Sebab, memang, kisah dalam buku ini ditulis berdasarkan gerak hati, hasil pergulatan hidup yang banyak pahitnya. Ennie berharap, kisah hidupnya dalam memoar ini bisa menjadi pengingat, pun bisa diambil pelajaran dan hikmahnya oleh siapa saja.
0 komentar:
Posting Komentar