Sejak Mama dan Papa Su berpisah karena pertengkaran mereka saat liburan ke Yugoslavia, Su tinggal di rumah neneknya. Nenek adalah perempuan bertubuh besar dan tegap, ditambah dengan sifat yang suka menguasai dan suara keras, Papa menjulukinya “Nyonya Sersan”. Nenek tidak tinggal sendiri, dia tinggal bersama Oma Alice, adiknya, dan Tante Irmela, adik Mama. Bersama wanita-wanita inilah Mama, Su dan Kakaknya, I tinggal setelah minggat dari rumah Papa. Pertengkaran ini menyebabkan Su dan I agak kesulitan jika ingin bertemu dengan Papa, yang sebelumnya bisa mereka jumpai kapan saja.
“Bukan salahku mereka berpisah. Aku punya hak bertemu dengan ayahku sesering yang kuinginkan dan tidak didikte ibu! Aku ini bukan perabot dapur, yang dibawa-bawa waktu pindah dan ditaruh di dalam dapur yang baru!” h.79
Su tidak hanya pusing dengan masalah Papa dan Mama, tetapi juga dari Oma Alice yang tergila-gila dengan kebersihan dan kebiasaannya mengumbar peribahasa hampir di setiap kalimatnya. Oma Alice selalu ikut “menyemarakkan” perdebatan yang terjadi di rumah, selain itu sangat hobi menggerutukan kalau orang-orang di rumah tidak ada yang pernah mau memberitahukan apa pun kepadanya, padahal dia selalu mengetahui semua yang terjadi pada penghuni rumah. Nenek pun tidak bisa diharapkan untuk menciptakan ketentraman dengan sifatnya yang “mengerikan”. Hanya Tante Irmela, orang dianggap masih “normal”. Perempuan berusia 30-an yang mampu membuat para pria bertekuk lutut dengan rambut pirang, mata biru dan lesung pipinya. Tetapi kenormalan Tante Irmela tidak mampu mengalahkan kesengitan perempuan-perempuan di rumah. Beruntunglah Su memiliki teman laki-laki yang tinggal bertetangga dengannya, Benny Meier. Benny hanya tinggal bersama ayahnya semenjak ibunya menghilang. Sering kali Su menceritakan keluhan-keluhannya dengan tingkah Nenek dan Oma Alice kepada Benny.
“… Benny Meier benar! Benny mengatakan dugaannya bahwa suasana di tempat banyak wanita hidup bersama selalu “sengit”….Jadi? Jadi harus dimasukkan laki-laki ke dalam rumah!...” h.51
Komentar Benny membuat Su berkesimpulan bahwa di rumah membutuhkan pria untuk menenangkan kesengitan. Setelah menimbang-nimbang siapa yang akan Su “nikahkan”, dia memutuskan untuk mencari Mama suami baru. Segera Su membuat daftar pria yang dikenalnya, kemudian dicoret beberapa calon yang dinilainya tidak “layak”. Di sekian calon, Su sangat menyukai Dr. Johannes Salamander, guru bahasa Jermannya. Su menjulukinya Salamander Api karena dia sangat menyukai rambutnya yang berwarna merah menyala. Dengan segala upaya Su berusaha membuat Salamander terpikat dengan Mamanya lewat taktik bawah sadar, yang nantinya akan membuatnya dianggap mengalami gangguan jiwa dan dibawa ke “dokter empat ratus shilling”
Gagal menjodohkan Mama dengan Salamander, gadis cilik yang suka menyusun sajak ini tidak menyerah. Dia masih berkeinginan untuk mencarikan Mamanya suami. Dari Benny tercetus nama Ayahnya. Su menganggap ide Benny sangat cemerlang. Sebenarnya keluarga Su dan ayah Benny sangat tidak akur, bahkan Nenek dan Oma Alice menyebutnya “si Tak Tahu Diri” kepada Ayah Benny. Akan tetapi kali ini Su benar-benar bertekad mendapatkan ayah, maka dia menyusun rencana bersama Benny agar Ayah Benny dan Mama Su bisa menikah. Hanya saja, rencana mereka berujung dengan pertengkaran yang sangat hebat.
Berdasarkan pengakuan Christine Nostlinger, penulis asal Autria ini dulunya adalah bocah yang liar dan pemarah. Sifatnya di masa kecil ini sepertinya sangat berperan atas tercipta tokoh Su yang polos tetapi kritis menanggapi keadaan di sekitarnya. Berbeda dengan Madicken, Pippi atau Emil, tokoh cilik rekaan Astrid Lingren yang atraktif lewat tingkahnya, Su lebih atraktif dengan pikiran-pikirannya dan lebih banyak melakukan debat. Beberapa kalimat yang menurutku sangat sinis tapi ngena adalah,
“Saat itu aku sebenarnya kepingin sekali datang ke balkon sebelah, untuk mengatakan pada Mama dan Papa bahwa mereka berdua sama-sama salah. Aku juga ingin sekali mengembalikan segala petuah yang biasa mereka ucapkan padaku dan I, jika kami berdua bertengkar” h.23
“Hebat sekali orang tua yang kita pilih” h.24 [diucapkan ketika Mama dan Papa untuk kesekian kalinya bertengkar di meja makan restoran]
“Jangan suka mencampuri kehidupan orang dewasa lagi. Mereka tidak suka jika dicampuri.[kata dokter empat ratus shilling] “Eh! Kenapa tidak suka jika dicampuri?” kata Su memprotes. “Orang dewasa sendiri juga suka mencampuri kehidupanku! h.99
Judul Buku : Suami Untuk Mama
Penulis: Christine Nostlinger
Penerjemah: Agus Setiadi
Penerbit: Gramedia
Terbit: Maret, 1985
Tebal Buku: 192 halaman
“Bukan salahku mereka berpisah. Aku punya hak bertemu dengan ayahku sesering yang kuinginkan dan tidak didikte ibu! Aku ini bukan perabot dapur, yang dibawa-bawa waktu pindah dan ditaruh di dalam dapur yang baru!” h.79
Su tidak hanya pusing dengan masalah Papa dan Mama, tetapi juga dari Oma Alice yang tergila-gila dengan kebersihan dan kebiasaannya mengumbar peribahasa hampir di setiap kalimatnya. Oma Alice selalu ikut “menyemarakkan” perdebatan yang terjadi di rumah, selain itu sangat hobi menggerutukan kalau orang-orang di rumah tidak ada yang pernah mau memberitahukan apa pun kepadanya, padahal dia selalu mengetahui semua yang terjadi pada penghuni rumah. Nenek pun tidak bisa diharapkan untuk menciptakan ketentraman dengan sifatnya yang “mengerikan”. Hanya Tante Irmela, orang dianggap masih “normal”. Perempuan berusia 30-an yang mampu membuat para pria bertekuk lutut dengan rambut pirang, mata biru dan lesung pipinya. Tetapi kenormalan Tante Irmela tidak mampu mengalahkan kesengitan perempuan-perempuan di rumah. Beruntunglah Su memiliki teman laki-laki yang tinggal bertetangga dengannya, Benny Meier. Benny hanya tinggal bersama ayahnya semenjak ibunya menghilang. Sering kali Su menceritakan keluhan-keluhannya dengan tingkah Nenek dan Oma Alice kepada Benny.
“… Benny Meier benar! Benny mengatakan dugaannya bahwa suasana di tempat banyak wanita hidup bersama selalu “sengit”….Jadi? Jadi harus dimasukkan laki-laki ke dalam rumah!...” h.51
Komentar Benny membuat Su berkesimpulan bahwa di rumah membutuhkan pria untuk menenangkan kesengitan. Setelah menimbang-nimbang siapa yang akan Su “nikahkan”, dia memutuskan untuk mencari Mama suami baru. Segera Su membuat daftar pria yang dikenalnya, kemudian dicoret beberapa calon yang dinilainya tidak “layak”. Di sekian calon, Su sangat menyukai Dr. Johannes Salamander, guru bahasa Jermannya. Su menjulukinya Salamander Api karena dia sangat menyukai rambutnya yang berwarna merah menyala. Dengan segala upaya Su berusaha membuat Salamander terpikat dengan Mamanya lewat taktik bawah sadar, yang nantinya akan membuatnya dianggap mengalami gangguan jiwa dan dibawa ke “dokter empat ratus shilling”
Gagal menjodohkan Mama dengan Salamander, gadis cilik yang suka menyusun sajak ini tidak menyerah. Dia masih berkeinginan untuk mencarikan Mamanya suami. Dari Benny tercetus nama Ayahnya. Su menganggap ide Benny sangat cemerlang. Sebenarnya keluarga Su dan ayah Benny sangat tidak akur, bahkan Nenek dan Oma Alice menyebutnya “si Tak Tahu Diri” kepada Ayah Benny. Akan tetapi kali ini Su benar-benar bertekad mendapatkan ayah, maka dia menyusun rencana bersama Benny agar Ayah Benny dan Mama Su bisa menikah. Hanya saja, rencana mereka berujung dengan pertengkaran yang sangat hebat.
Berdasarkan pengakuan Christine Nostlinger, penulis asal Autria ini dulunya adalah bocah yang liar dan pemarah. Sifatnya di masa kecil ini sepertinya sangat berperan atas tercipta tokoh Su yang polos tetapi kritis menanggapi keadaan di sekitarnya. Berbeda dengan Madicken, Pippi atau Emil, tokoh cilik rekaan Astrid Lingren yang atraktif lewat tingkahnya, Su lebih atraktif dengan pikiran-pikirannya dan lebih banyak melakukan debat. Beberapa kalimat yang menurutku sangat sinis tapi ngena adalah,
“Saat itu aku sebenarnya kepingin sekali datang ke balkon sebelah, untuk mengatakan pada Mama dan Papa bahwa mereka berdua sama-sama salah. Aku juga ingin sekali mengembalikan segala petuah yang biasa mereka ucapkan padaku dan I, jika kami berdua bertengkar” h.23
“Hebat sekali orang tua yang kita pilih” h.24 [diucapkan ketika Mama dan Papa untuk kesekian kalinya bertengkar di meja makan restoran]
“Jangan suka mencampuri kehidupan orang dewasa lagi. Mereka tidak suka jika dicampuri.[kata dokter empat ratus shilling] “Eh! Kenapa tidak suka jika dicampuri?” kata Su memprotes. “Orang dewasa sendiri juga suka mencampuri kehidupanku! h.99
Judul Buku : Suami Untuk Mama
Penulis: Christine Nostlinger
Penerjemah: Agus Setiadi
Penerbit: Gramedia
Terbit: Maret, 1985
Tebal Buku: 192 halaman
0 komentar:
Posting Komentar