Ular Keempat by Gus tf Sakai
My rating: 4 of 5 stars
196 pages
Published 2005 by KOMPAS Penerbit Buku Kompas
ISBN 0979709224
Ular Keempat ini memiliki cover yang boleh dibilang kurang menarik. Ini juga yang membuat saya awalnya tidak tergerak membacanya. Ada gambar ular, dan sebuah topeng (menurut saya). Versi elektronik novel ini tersedia di internet, walau dengan tampilan yang kurang menarik, dapat dilihat di situs ini.
Novel ini ditulis dengan menyertakan fakta peristiwa sejarah dan kemudian menjalinnya dengan kehidupan masyarakat. Peristiwa yang menjadi titik tolak adalah perjalanan haji Indonesia ke Saudi Arabia Januari 1970.
Ada apa di seputaran tahun tersebut?
Peristiwa ini dinamakan Peristiwa Kapal Gambela. Bermula dari keinginan Pemerintah untuk menyatupintukan pelayanan haji nasional. Sebelumnya pelayanan haji dilakukan oleh pihak swasta. Namun ada ketidakpuasan dari para jemaah haji berkaitan dengan pelayanan yang diberikan. Hal yang memicunya adalah batalnya berangkat jemaah haji yang menggunakan jasa swasta terutama ICA dan Mukersa. Saat itu pihak swasta yang beroperasi adalah PT Arafat dengan kapal laut, ICA (International Civil Transport Asia) dengan pesawat udara dan Mukersa (Musyawarah Kerja Sama Haji). Hal itu memicu dikeluarkannya Kepres No. 22 Tahun 1969 yang menyatakan bahwa keseluruhan penyelenggaraan urusan haji hanya dilaksanakan oleh pemerintah.
HUSAMI (Himpunan Usahawan Muslim Indonesia) mempelopori penyelenggaraan haji murah. HUSAMI dikoordinir oleh Mr. Syafrudin Prawiranegara, yang juga pernah menjabat sebagai Presiden PRRI yang berbasis di Koto Tinggi, Kabupaten Limopuluah Kota, Sumatra Barat. Lewat HUSAMI, diberangkatkan 712 calon haji ke Saudi Arabia pada Januari 1970. Paracalon haji dianggap ilegal. ketika calon haji sudah tiba di Singapura, dipaksa pulang ke Indonesia. Ketika kapal berbalik ke Indonesia, diplomasi dilakukan oleh tokoh agama akhirnya mereka diberangkatkan ke Jeddah dengan menggunakan Kapal Gambela yang berbendera Singapura. Sekembalinya ke tanah air 712 haji itu dipaksa menandatangani formulir permintaan maaf kepada pemerintah. Gus tf Sakai melampirkan kliping berita media cetak yang berkaitan dengan peristiwa tersebut pada akhir buku ini (hlm 187-191).
Novel ini sebelumnya dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Media Indonesia pada tahun 2005. Bercerita sebagai tokoh sentral adalah Aku, Haji Janir. Haji Janir adalah seorang pengusaha lepau (rumah makan) padang yang berkesempatan untuk berangkat ke tanah suci untuk menunaikan rukun Islam kelima.
Seperti yang dikatakan oleh McCormick (1994) bahwa Spiritualitas adalah sebuah pengalaman batin dari seorang individu yang bisa dibuktikan dari perilaku-perilaku (keseharian)nya. Selain itu, McCormick mengatakan bahwa ada kontribusi yang besar tentang pentingnya spiritual seseorang yang berpengaruh pada psikis seseorang dalam bekerja. Hal inilah yang sedang dialami oleh Janir dan dengan ratusan calon haji yang berangkat ke Tanah Suci. Ada perjalanan spiritual yang tidak hanya ternyata tidak hanya urusan pribadi antara masing-masing individu dan Sang Pencipta. Tetapi juga pihak lain, keluarga, guru, sahabat, rekan sejawat, dan tak ketinggalan pemerintah dalam hal ini Departemen yang terkenal dengan urusan perjalanan haji.
Gus tf Sakai menampilkan spiritualisme yang dilakoni oleh Janir. Terlahir dari keluarga yang cukup kuat di bidang agama, punya masa kecil yang menyenangkan dan bahagia. Beruntung ia mendapatkan pelajaran agama yang kuat sejak kecil, karena ia dikelilingi lingkungan yang sangat mendukung. Mengaji dan sholat, dua jenis aktivitas itu tidak luput dari kehidupannya.
Guru Muqri, tokoh yang ia temui di tanah suci, memberikan tiga kisah. Seperti janji sebelumnya pada Janir, bahwa ia akan memberikan tiga kisah pada Janir, jika ia berhaji tahun depannya. Ia mendapat tiga kisah itu, satu demi satu lewat peristiwa yang tidak ia duga. Sepotong kisah yang ditulis dalam surat, ternyata membawa imajinasi ke alam mimpi Janir. Apa yang mengusiknya selama di tanah suci adalah mimpinya akan kedatangan seekor ular dan seorang guru yang membenci murid-muridnya,
aku tersentak. aku tersentak dari mimpi yang sangat ganjil. ular? ya, ular. tetapi bukan ular seperti ular sebenarnya di dunia nyata. melainkan ular yang ...
berpuluh-puluh tahun beratus-ratus tahun mendesis menjalar, menggoda manusia!
beribu-ribu tahun berjuta-juta tahun menjalar dan melata, menipu, membelit,
menyesatkan manusia! tubuhku basah. berpeluh ....
...setelah kuulang dan kuulangi lagi, aku hanya tahu bahwa bagian terakhir cerita menggambarkan bagaimana inginnya sekelompok murid memperoleh malam yang mulia:malam lailatulkadar, malam seribu bulan. tetapi, di bagian penutup, guru mereka merasa benci. kenapa guru mereka benci?
kuulang dan kuulangi lagi. tetapi tetap aku tak paham. kuulangi lagi. dan mataku tertumpu pada:
... "inilah aku, yang akan datang lebih dulu." dan bagai kesurupan, serupa kesetanan, masing-masing mereka kian memacu tunggangan .... berhari-hari, berminggu-minggu mereka berpacu. berbulan-bulan, bertahun-tahun mereka berpacu.hanya berpacu. serupa kesurupan. seperti kesetanan. ada air ada makanan, tetapi mereka bagai tak haus juga tak lapar. tak pernah mereka singgah. ada halte ada stasiun, tetapi mereka terus. ada kehidupan ada kematian, tetapi mereka ngebut di kesendirian ....
tidakkah bagian ini menggambarkan bahwa, murid-murid itu ternyata sangat egois? demi dan untuk diri mereka, mereka bahkan tak peduli pada apa pun. ada kehidupan ada kematian tetapi mereka ngebut di kesendirian. di kesendirian. murid-murid itu a-sosial. mereka tak mementingkan hubungan antarmanusia. bahkan sebelumnya disebutkan pula bagai kesurupan serupa kesetanan. apakah dugaanku benar? hal itukah yang membuat sang guru menjadi benci? (Hlm 113-114)
Mimpi itu menyentak Janir, dan membuat pertanyaan dalam dirinya kembali, hingga datang lagi dalam mimpinya seekor ular.
...dan coba ingat, di lorong kepalamu, apakah yang pertama mengesankanmu tentang haji? ya! kau dibawa ibumu mengantarkan saudara jauh ayahmu melepas si saudara jauh ayah ke teluk bayur pergi haji. betapa membanggakan! biasanya hanya famili-famili terpilih, hanya saudara-saudara terpilih, yang diajak si keluarga calon haji
melepas si calon haji beramai-ramai ke pelabuhan. dan ke teluk bayur! ke padang! itulah perjalanan pertamamu melihat kota, melihat tempat yang begitu banyak gedung, rumah-rumah bulek, bangunan-bangunan yang terbuat dari tembok, yang membuat kau terkagum-kagum tercengang-cengang.
bangga. alangkah bangganya melihat kota. bangga. alangkah bangganya kalau kelak di kemudian hari juga bisa berhaji! hanya itu, hanya itu isi benakmu...
Dan apakah itu suatu kebetulan dan apakah itu bentuk komunikasi antara Yang Mahakuasa? hal itu tidak dapat dipahami oleh Janir, kala ia menemukan bahwa Gur Muqri mengetahui suatu warisan budaya Minangkabau, "tambo". Kata tambo atau tarambo dapat juga bermaksud dengan sejarah, hikayat atau riwayat. Maknanya sama dengan kata babad dalam bahasa Jawa atau Sunda (Wikipedia). Dimana Didasarkan pada salah satu entri yang hilang tentang permainan layang-layang yang seharusnya masuk dalam bab permainan rakyat tapi anehnya ada dalam bab kepemimpinan.
apa yang perlu saya sampaikan juga adalah, mungkin tuan tak mendapat gambaran yangtepat tentang negara tuan. tetapi ke depan, dalam pandangan saya, akan seperti itulah negara tuan. dan bukan tak ada alasan saya mengambil cerita dari tradisi di kampung tuan, tetapi memang kisah yang tersembunyi dalam tambo itulah yang menurut
saya paling tepat untuk dicontohkan.
ada pelajaran penting disana tentang permainan layang-layang. Tidak sesederhana menaikkan atau mengulur benang pada layang-layang, namun ada nilai disana.
kayu-kayu galah yang menghubungkan aku dengan layang-layang, takhta keabadianku. kau lihatkah mereka kemudian memperebutkannya? hua-ha-ha... semua merasa berhak, semua ingin memiliki.
Janir dan rombongan kembali pulang. Pulang dengan serangkaian pertanyaan di benak Janir. Namun, kehidupan terus berjalan. Ia kembali lagi pada usaha rumah makannya. Ia kembali mempekerjakan orang-orang yang tadinya harus ikut kehilangan pekerjaan karena rumah makannya tutup.
...langganan yang selama dua bulan lebih entah makan di mana, kini telah kembali ke tempat kami.
Tentunya tidak hanya langganan yang tidak makan. Anak-anak semangnya juga.
Dalam novel ini diceritakan bahwa ada sifat-sifat yang jahat, yang merusak, dan yang berbahaya pada perjalanan spiritual seseorang. Dalam hal ini, Sakai mencontohkan perjalanan seorang pemuda Minang yang berhasil naik haji. Gus tf Sakai tentunya tidak sulit mengamati apa yang terjadi pada spiritualisme yang di daerah sendiri dibandingkan dengan daerah lain. Ia dengan pintar meramu haji, masa kecil, peradatan minang, serta nilai-nilai yang dianut orang Minang dalam sebuah novel.
Gustafrizal Busra, lahir di Payakumbuh, Sumatra Barat, 13 Agustus 1965. Untuk puisi ia menuliskan nama Gus tf. Ketika datanyakan oleh sebuah mass media mengapa ia memakai dua nama, Gus tf untuk puisi dan Gustf Sakai untuk prosa, ia berkata pendek, “Untuk sugesti biar keduanya serius pada bidangnya.” Walaupun ia hidup tidak berkecukupan, namun ia sangat menikmati profesinya. Ia pun mejadi sastrawan yang menonjol di generasinya. ” Ayahnya bernama Bustamam dan ibunya Ranjuna. Ayahnya yang petani meninggal ketika sastrawan ini masih kanak-kanak dan bersama sembilan saudaranya ia kemudian dibesarkan oleh ibunya yang hidup sebagai pedagang kecil dengan berjualan makanan tradisional. Saat ini ia menetap di Payakumbuh bersama istri dan ketiga anaknya.
Novel beliau ini banyak memuat kutipan yang saya sendiri tidak tahu darimana namun bagus. Sangat terasa kutipan tersebut bersumber dari pemikiran dan refleksi diri terhadap Sang Pencipta. Walau saya dibingungkan dengan banyaknya kutipan-kutipan yang terdapat di buku ini, Akhirnya saya memberikan empat bintang.
@hws20092010
Buku Ular Keempat - ulasan
Katagori :
buku,
buku bagus,
Fiksi Dewasa,
resensi buku,
sinopsis buku,
Spiritual,
ulasan buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar