Membaca Nayla seperti membaca Djenar dengan jelas. Setipe dengan cerpen-cerpennya nya yang lain, aku perhatikan Djenar selalu konsen dengan tema yang sama : sakit jiwa dan perempuan. Entah perempuan muda, entah perempuan yang telah menajdi ibu, entah perempuan yang berumur 13 tahun seumur Nayla.
Diceritakan dengan alur maju-mundur (tidak kronologis) , kita akan dibawa untuk menyusuri kisah Nayla yang memiliki masalah dengan ibunya, hingga ia menjadi "sakit", lesbian, suka mabuk, dan hidup terlunta-lunta karena mencari cinta. Pengalaman masa kecil dengan perpisahan dua orang tuanya, yang menyebabkan ia masih ngompol hingga umur 13 tahun, dan akibat perbuatannya ini ia sering disiksa oleh ibunya dengan menusukka peniti ke selangkangannya.
Penyiksaan, yang diakui oleh ibunya sebagai salah satu bentuk kasih sayang itu, membuat Nayla kebal terhadap kerasnya kehidupan. Nayla menjadi lebih dewasa dari umurnya. Dia kabur dari Rehabilitasi Narkoba untuk Anak-anak, dan menjadi juru lampu di sebuah diskotik, hingga hidup bersama dengan Juli, perempuan lesbian.
Dalam pikiran Nayla yang mungkin secara meraba-raba kita pahami, bahwa dia menolak untuk merasa bahagia. Nayla menolak untuk merasa bahagia, bahkan ketika ia memiliki seorang pacar (laki-laki) bernama Ben yang dengan setia mencintainya bahkan membelikannya rumah, Nayla tetap bergeming. Tak peduli dengan rasa cinta orang lain, karena bagi Nayla rasa cinta adalah sebuah bentuk egoisitas. Bahwa ketika kita mencinta, sebenarnya kita tidak sedang mencinta orang lain, namun diri sendiri. Mencintai orang lain agar orang lain mencintai kita. Tidak ada rasa cinta yang tulus.
Sama ketika Nayla kabur dari rumah untuk menemui ayahnya, hanya dalam waktu 2 bulan sejak ia bahagia tinggal bersama, ayahnya meninggal dunia. Dia menuduh Tuhan sedang bercanda padanya. Oleh karena itu ia hanya tertawa. Dan orang menganggapnya gila.
Kisah yang dalam, tapi tak sedalam Djenar biasanya. Bagi yang sudah membaca Mereka Bilang Saya Monyet, novel ini hampir sama. Nayla yang akhirnya menjadi penulis dan secara implisit menuliskan semua kisah masa kecilnya, kisah tentang ibunya dan pacar-pacarnya, kisah tentang dirinya yang diperkosa pacar ibunya, dan sebagainya. Sulit untuk tidak menghubungkan Nayla dengan Djenar, meskipun di akhir cerita Djenar mengaku bahwa apa yang ditulisnya dan yang dialaminya adalah dua hal yang berbeda.
"Ketika sebuah kenyataan telah menjadi fiksi, maka dia hanya hidup dalam alam fiksi"
Diceritakan dengan alur maju-mundur (tidak kronologis) , kita akan dibawa untuk menyusuri kisah Nayla yang memiliki masalah dengan ibunya, hingga ia menjadi "sakit", lesbian, suka mabuk, dan hidup terlunta-lunta karena mencari cinta. Pengalaman masa kecil dengan perpisahan dua orang tuanya, yang menyebabkan ia masih ngompol hingga umur 13 tahun, dan akibat perbuatannya ini ia sering disiksa oleh ibunya dengan menusukka peniti ke selangkangannya.
Penyiksaan, yang diakui oleh ibunya sebagai salah satu bentuk kasih sayang itu, membuat Nayla kebal terhadap kerasnya kehidupan. Nayla menjadi lebih dewasa dari umurnya. Dia kabur dari Rehabilitasi Narkoba untuk Anak-anak, dan menjadi juru lampu di sebuah diskotik, hingga hidup bersama dengan Juli, perempuan lesbian.
Dalam pikiran Nayla yang mungkin secara meraba-raba kita pahami, bahwa dia menolak untuk merasa bahagia. Nayla menolak untuk merasa bahagia, bahkan ketika ia memiliki seorang pacar (laki-laki) bernama Ben yang dengan setia mencintainya bahkan membelikannya rumah, Nayla tetap bergeming. Tak peduli dengan rasa cinta orang lain, karena bagi Nayla rasa cinta adalah sebuah bentuk egoisitas. Bahwa ketika kita mencinta, sebenarnya kita tidak sedang mencinta orang lain, namun diri sendiri. Mencintai orang lain agar orang lain mencintai kita. Tidak ada rasa cinta yang tulus.
Sama ketika Nayla kabur dari rumah untuk menemui ayahnya, hanya dalam waktu 2 bulan sejak ia bahagia tinggal bersama, ayahnya meninggal dunia. Dia menuduh Tuhan sedang bercanda padanya. Oleh karena itu ia hanya tertawa. Dan orang menganggapnya gila.
Kisah yang dalam, tapi tak sedalam Djenar biasanya. Bagi yang sudah membaca Mereka Bilang Saya Monyet, novel ini hampir sama. Nayla yang akhirnya menjadi penulis dan secara implisit menuliskan semua kisah masa kecilnya, kisah tentang ibunya dan pacar-pacarnya, kisah tentang dirinya yang diperkosa pacar ibunya, dan sebagainya. Sulit untuk tidak menghubungkan Nayla dengan Djenar, meskipun di akhir cerita Djenar mengaku bahwa apa yang ditulisnya dan yang dialaminya adalah dua hal yang berbeda.
"Ketika sebuah kenyataan telah menjadi fiksi, maka dia hanya hidup dalam alam fiksi"
0 komentar:
Posting Komentar