Buku 60.000 Mil Di Bawah Laut - ulasan | Buku Bagus

Buku 60.000 Mil Di Bawah Laut - ulasan

Atas nama ilmu pengetahuan, kupikir sangat tepatlah kalau aku bilang bahwa buku ini merupakan salah satu buku wajib baca hingga kapanpun! Kalau buku dikatakan sebagai kendaraan kita untuk menapaki imajinasi kita yang paling liar, maka buku ini adalah buktinya. Jangan salah menebak genre buku ini dari judulnya, karena buku ini bukanlah sebuah jurnal kelautan, meski mereka yang tertarik pada ilmu kelautan pasti mendapati banyak keasyikan di buku ini. Buku ini adalah sebuah fiksi yang dibaurkan dengan ilmu pengetahuan. Jules Verne berhasil menuangkan imajinasinya yang hebat ke buku ini dan mengajak kita berpetualang bersamanya.

Pada sekitar tahun 1866 terjadilah fenomena menggemparkan di lautan seluruh dunia tentang munculnya sesosok makhluk yang sangat besar, yang mampu berenang dengan kecepatan tinggi, badannya sangat keras sehingga tak mempan oleh senjata, namun sangat besar kemampuannya melubangi lambung kapal layar hingga membuatnya tenggelam. Banyak insiden terjadi di beberapa laut, dan seperti biasanya, cerita maupun legenda itu lalu menjadi puluhan versi yang simpang siur dan akhirnya diragukan orang sebagai suatu fakta.

Adalah seorang ilmuwan kelautan bernama Profesor Aronnax dari Prancis yang mendapatkan kesempatan emas untuk turut serta berlayar dengan kapal Abraham Lincoln yang berbendera Amerika Serikat. Kapal ini membawa misi besar: menemukan dan menghabisi monster laut yang telah menjadi momok di lautan dan meresahkan semua negara, yang saat itu dijuluki dengan: Narwhal. Aronnax didampingi oleh asistennya yang setia dan berkarakter tenang dan sopan: Conseil. Tokoh ketiga adalah Ned Land, orang Kanada yang terkenal sebagai pembunuh ikan paus dengan senjata harpun (semacam tombak) yang paling ulung. Ia turut serta karena monster laut itu diperkirakan sejenis mamalia berkulit keras yang dalam dunia sains disebut cetacean.

Abraham Lincoln memang akhirnya "bertemu" dengan monster laut itu, namun 100% meleset dugaan semua orang, si cetacean raksasa itu ternyata bukanlah mamalia, melainkan sebuah kapal selam!

Sayangnya, atau dalam beberapa hal boleh dibilang untungnya, fakta itu terungkap setelah Aronnax, Conseil dan Ned Land terlempar dari Abraham Lincoln pada saat mereka sedang menyerang si kapal selam. Mereka bertiga terlempar ke laut, dan akhirnya ditolong oleh si kapal selam yang dijuluki Nautilus, milik seseorang misterius bernama Kapten Nemo.

Nautilus adalah kapal selam misterius. Bukan milik pemerintah negara manapun, namun milik Kapten Nemo pribadi. Siapakah sosok Kapten Nemo sendiri terselubung kabut pekat misteri yang hanya terkuak sedikit di akhir kisah. Yang jelas, Kapten Nemo telah membangun sebuah kapal selam berteknologi super canggih yang memungkinkan ia serta awak kapalnya tak perlu menginjakkan kaki lagi untuk selamanya di daratan. Ya! Nautilus dibangun untuk menjadi rumah mereka semua di lautan yang luas ini, di mana tak ada hukum yang dapat menghalangi kebebasan mereka. Kita tahu bahwa dua pertiga (atau 70%) bumi ini merupakan lautan. Jadi, bayangkan saja anda memiliki tempat tinggal di mana tak ada manusia lainnya yang hidup di sana. Anda akan menjadi penguasa mutlak lautan yang begitu luasnya...70% dari seluruh dunia!

Pertanyaan kita mungkin, bagaimana dengan sarana terpenting penunjang hidup manusia: udara? Kapten Nemo telah memikirkan semuanya, yaitu dengan mekanisme untuk menyedot oksigen ketika Nautilus naik ke permukaan laut, lalu mengolah oksigen itu secara kimiawi untuk bisa disimpan selama beberapa hari ke depan sebelum jadwal Nautilus untuk "menarik napas" lagi. Sedangkan untuk air dan makanan, tentu saja sumber daya yang ada di lautan luas takkan pernah habis untuk diserap dan dikelola untuk menghidupi seluruh awak kapal. Bahan bakar? Laut pun menyediakan bahan berlimpah untuk menciptakan listrik yang menghasilkan panas, cahaya dan gerak. Alam telah melengkapi air laut dengan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk diolah menjadi listrik. Tapi bagaimana dengan aspek-aspek hidup manusia lainnya? Kita kan hidup tak hanya bernapas, makan dan minum secukupnya? Dalam hal itu, lautan ternyata telah menyediakan semuanya. Kalau anda membayangkan betapa bosannya kalau dari ke hari makan ikan bakar terus, ternyata menu hidangan di Nautilus cukup beragam loh. Para penumpang tetap bisa menikmati daging, berupa irisan tipis daging kura-kura, hati lumba-lumba yang mirip babi cincang, dilengkapi acar timun-laut, lalu krim dari susu yang diolah dari hewan-hewan cetacean. Gulanya diolah dari rumput laut, sedang selainya dibuat dari anemone (yang tidak dijelaskan itu hewan atau tumbuhan apa...). Bahkan, buat yang biasa merokok setelah makan, kru Nautilus telah mengolah dedaunan tertentu menjadi rokok. Lumayan mungkin ya, hidup di bawah laut itu?

Lalu untuk hiburannya? Jangan khawatir, Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta ini sendirilah yang telah menyediakan atraksi-atraksi yang akan selalu membuat manusia ternganga kagum dan terpesona pada keindahannya. Dari tujuh bulan petualangan Aronnax dkk bersama Nautilus, tak pernah mereka bosan menonton kekayaan dan keindahan makhluk-makhluk laut yang beraneka ragam mewarnai dan memenuhi dasar laut itu, dengan spesies unik di setiap daerahnya. Khusus untuk Aronnax dan Conseil, tentu saja tak hanya menghibur, kekayaan laut itu juga menjadi kesibukan mereka sebagai ilmuwan. Aronnax pun menyusun semacam jurnal yang kelak akan berguna bagi ilmu pengetahuan, karena belum ada, hingga saat itu, seorang manusia pun yang pernah pergi sedalam mereka di dasar laut. Nautilus memang dirancang mampu menahan tekanan di dasar laut, dan sosoknya yang panjang ramping memungkinkannya untuk menelusuri lorong-lorong sempit di antara karang bahkan bongkahan es!

Ngomong-ngomong tentang es, Nautilus sempat mengalami petualangan yang amat mendebarkan, bahkan nyaris membawa seluruh penumpangnya ke kematian ketika sedang menyelam di kutub selatan, Lautan Antartika. Saat itu Nautilus sedang meluncur di celah-celah antara bongkahan es, demi menjadi yang pertama dari umat manusia yang mampu mencapai titik kutub selatan bumi. Namun keberuntungan tak selalu bersama mereka, pada suatu titik di mana temperatur menjadi sangat dingin, Nautilus akhirnya terjebak di antara es setebal belasan meter, tak mampu memecah es itu dengan tombak-tombaknya karena begitu dipecah sedikit, es akan langsung membeku lagi saking dinginnya! Padahal Nautilus butuh naik ke permukaan untuk menghirup udara segar. Saat itu Aronnax dkk sudah hampir menyerah pada nasib, ketika Kapten Nemo dengan ketenangannya berhasil membawa mereka keluar dari perangkap.

Itu adalah salah satu pengalaman menakutkan mereka, namun di banyak kesempatan-kesempatan lain Kapten Nemo mengajak mereka melakukan hal-hal asyik yang biasa dilakukan di darat, seperti jalan-jalan sambil berburu. Ya, dengan mengenakan pakaian selam Aronnax dkk diajak untuk berburu di hutan belantara lautan. Asyik ya? Lalu, ketika ada awak Nautilus yang meninggal, mereka juga melakukan upacara penguburan di sebuah tanah lapang di dasar laut.

Yang lebih menarik lagi, mereka juga sempat menjadi saksi kebenaran legenda benua yang hilang: Atlantis. Ya, mereka menemukan tempat di mana reruntuhan kota yang konon pernah berdiri dengan megahnya itu di dasar laut, dan menyaksikan sesuatu yang belum pernah dilihat siapapun di bumi ini, sekaligus membuktikan bahwa Atlantis memang pernah ada. Rasanya khusyuk banget suasana saat itu, yang dengan apik dituangkan dalam tulisan oleh Jules Verne. Kejadian seru yang juga menarik untuk kita, adalah ketika mereka sempat berlabuh di pantai Papua dan bertemu dengan orang-orang Papua. Bayangkan, orang Papua jaman itu yang masih primitif melihat sosok Nautilus yang bak ikan paus berkulit besi! Lucu juga bagian ini...

Masih banyak pengalaman-pengalaman seru maupun menakjubkan lainnya seperti melihat hamparan ribuan organisme mikroskopik yang bersinar terang dalam gelapnya dasar laut. Wow...membayangkannya saja sudah membuatku merinding. Bayangkan, mengambang dalam terang yang berasal dari alam, dan semua itu berasal dari organisme yang sangat kecil, namun karena jumlahnya mungkin jutaan sehingga membentuk semacam hamparan terang hingga bermil-mil jauhnya. Begitu hebatnya alam yang diciptakan oleh Tuhan, membuat kita pun menahan napas bersama dengan mereka yang ada di Nautilus.

Entah mengapa, aku suka sekali membaca atau menonton tentang kapal, khususnya kapal selam (padahal aku gak bisa berenang..). Mungkin karena dunia bawah laut yang indah dan (tampak) damai itu yang menarikku. Tapi mungkin juga karena kehebatan alam selalu membuatku mengalami sentuhan Sang Penciptanya dalam hidupku. Kalau anda pernah ke Sea World dan melihat makhluk-makhluk laut lewat kaca di sekeliling anda berdiri, seperti itu kira-kira pemandangan lewat jendela-jendela kaca di ruang duduk Nautilus ketika panelnya dibuka. Mungkin itu adalah sensasi paling hebat yang akan aku rasakan andai Nautilus itu nyata...

Pendek kata, aku sangat terhibur sekaligus tersentuh membaca buku ini. Terutama karena karakter Kapten Nemo yang amat kuat, yang terasa sekali menjadi roh buku ini. Tak mungkin kita menutup buku ini tanpa merasa tersentuh. Kapten Nemo adalah orang yang menjadi getir karena dikecewakan dunia. Ada dua kutub kepribadian dalam diri Kapten Nemo. Ia orang yang berhati dingin, nyaris tanpa emosi dan bisa menjadi sangat kejam ketika ingin membalas dendam. Namun di waktu lain, ia begitu lembut hati hingga kematian salah seorang awak kapalnya dapat membuat ia menangis dan berduka selama beberapa hari. Di satu sisi ia tak manusiawi dengan menahan Aronnax dkk di Nautilus seumur hidup tanpa boleh keluar lagi dari sana (karena takut mereka membocorkan rahasia Nautilus), namun di sisi lain ia sangat peka pada sesamanya terutama yang tertindas. Secara keseluruhan, Kapten Nemo akan mempengaruhi anda dengan karakternya yang unik, juga dengan hasil karyanya yang mengagumkan: Nautilus.

Rasanya kita harus mengucapkan terima kasih pada penerbit Elex yang telah menerjemahkan novel klasik ini sehingga bisa kita nikmati. Namun sayangnya, ada terlalu banyak typo di buku ini yang agak mengganggu. Terjemahannya pun kadang terasa kaku dan aneh. Justru karena alur cerita agak datar dan banyak diselingi fakta ilmiah, maka terjemahannya aku harapkan lebih "ceria" dan tidak terlalu formal agar kita membacanya lebih enak. Bagaimana pun juga, buku ini tetap sayang untuk dilewatkan. Kisah fiksi memang sangat banyak, tapi jarang ada yang mengungkapkan keagungan alam dalam sebuah buku kan?

Judul: 60.000 Mil Di Bawah Laut
Judul asli: Twenty Thousands Leagues Under The Sea
Pengarang: Jules Verne
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: Mei 2010
Tebal: 404 hlm

lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar