Buku Water For Elephants - ulasan | Buku Bagus

Buku Water For Elephants - ulasan

Awal kisah buku menakjubkan ini dibuka dengan sebuah kehebohan, atau yang lebih tepat disebut bencana, yang melanda sebuah sirkus kereta api bernama: Benzini Bersaudara Pertunjukan Paling Spektakuler Di Dunia. Bencana itu diceritakan secara naratif, dengan tokoh “aku” sebagai pencerita, namun tanpa mengungkap nama satupun untuk menggantikan panggilan “dia” atau si "haram jadah" itu. Namun demikian, narasi itu langsung mengungkapkan bahwa ada keributan terjadi di tengah pertunjukan sirkus dengan hewan-hewan liar seperti singa, harimau, coyote dll lepas dan berlarian kesana-kemari. Si aku mencari “dia” dari antara kehebohan itu, lalu ia menangkap pemandangan “dia” mengayunkan sebuah pancang besi dan memecahkan kepala si "haram jadah”. Sebuah pembunuhan yang mungkin hanya disaksikan si “aku” dan yang selama tujuh puluh tahun dalam hidupnya selalu ia rahasiakan rapat-rapat.

Kemudian scene berpindah ke si “aku”, yang ternyata bernama Jacob Jankowsky ketika telah berusia 90 (atau 93 tahun, yang tak pernah bisa ia ingat dengan pasti) dan tinggal di sebuah panti jompo. Setelah itu kita akan mengikuti dua frame scene berbeda yang akan berjalan sendiri-sendiri. Jacob saat tua dan saat muda.

Pada usia 23 tahun Jacob menikmati hidupnya sebagai mahasiswa kedokteran hewan, dan tinggal bersama orang tuanya. Sang ayah adalah dokter hewan dan sering mengajak Jacob menangani “pasien-pasien”nya. Enam hari sebelum ujian akhir untuk lulus menjadi dokter hewan, datanglah kabar dukacita. Kedua orang tua Jacob tertabrak mobil dan meninggal dunia. Lebih menyedihkan lagi, ayahnya meninggalkan hutang yang harus dibayar dengan menyerahkan rumah keluarga mereka yang disita bank. Dalam sehari Jacob tiba-tiba kehilangan segalanya: orang tua, rumah, harta dan pendidikan. Ya, ia akhirnya dalam keadaan shock, tak mampu mengerjakan ujiannya dan menyerah.

Jacob berjalan tanpa arah. Malam menjelang, dan ia pun menemukan rel kereta api di tempat yang sepi di pinggiran kota. Ketika sebuah kereta api melintas, Jacob pun memutuskan untuk naik ke salah satu gerbongnya, karena kereta api itu pasti akan membawanya ke suatu tempat dan pada suatu kehidupan. Dan lompatan itulah yang telah menggariskan takdir yang akan mengubah hidupnya.

Ia ternyata mendarat di kereta api milik kelompok sirkus kereta api Benzini Bersaudara milik Paman Al. Awalnya ia hendak “dibuang” karena dianggap tak berguna, sebelum August si penanggung jawab pertunjukan hewan liar menemukan bahwa ia adalah calon dokter hewan dari universitas terpandang. Akhirnya Jacob pun dipekerjakan di sirkus. Dari pekerjaan paling rendah, menyekop tahi kuda, hingga akhirnya menjadi dokter hewan. Di rombongan sirkus ini ia kelak akan melihat banyak hal yang tak seindah gemerlapannya sebuah pertunjukan sirkus yang dilihat penonton. Pertama-tama ia menyadari bahwa ada dua golongan yang saling membenci: golongan atas (performer) dan golongan bawah (pekerja). Dalam segala hal mereka dibedakan: gerbong tidur, tempat makan, makanannya, dan tentu saja cara pengelolaan HRD-nya.

Yang paling mengenaskan adalah “pelampumerahan” pekerja saat keuangan sirkus mengalami kesulitan. Pelampumerahan itu artinya mengenyahkan pekerja dengan cara yang kejam: melemparkan tubuh mereka ke luar gerbong kereta api begitu saja pada malam hari. Bagi pemilik sirkus, memberi makan hewan-hewan liar lebih baik daripada memberi makan pekerja yang notabene adalah manusia!

Karir Jacob sebagai dokter hewan sirkus seharusnya dapat berjalan mulus. Betapa tidak, meski bukan sebagai performer, ia sangat disukai August sehingga boleh makan di tenda performer. Ia juga diundang secara terhormat untuk makan malam di gerbong August dan istrinya Marlena. Namun ternyata takdir berkata lain, ia justru mendapati dirinya diam-diam jatuh cinta pada Marlena, yang tampaknya juga tak bertepuk sebelah tangan. Marlena tak tahan hidup bersama August yang memiliki kelainan jiwa. Suatu saat ia begitu ramah, lembut dan baik. Namun ketika terjadi masalah atau ada orang yang melangkahi wewenangnya, ia akan berubah menjadi kejam dan sadis.

Keadaan tak bertambah baik setelah Paman Al membeli seekor gajah bernama Rosie dari sirkus yang telah bangkrut. Gajah yang katanya pintar itu ternyata tak bisa melakukan apa-apa kecuali tersenyum, menggoda manusia di dekatnya dengan belalainya, menghabiskan banyak makanan, dan… yang paling keterlaluan: menyikat habis segentong limun yang sedianya dijual kepada para penonton. Rosie ternyata penyuka limun dan minuman keras! Meski Marlena menganggap itu lucu, bahwa seekor gajah bisa mencuri limun, namun tidak demikian halnya dengan August. Ia marah besar karena Paman Al akan membebankan kerugian limun padanya. Tabiat kejinya muncul, dan ia menyiksa Rosie yang malang dengan tongkat gajahnya sampai gajah itu menjerit-jerit gemetaran.

Kini barisan sakit hati pada August bertambah. Bukan saja kawan-kawan segerbong Jacob: Walter alias Kinko si badut cebol yang punya anjing kecil, dan Camel tua yang pertama kali memperjuangkan agar Jacob tidak dibuang dari sirkus, dan yang kini disembunyikan oleh Walter dan Jacob karena ia sakit keras dan mungkin akan dilampumerahkan. Banyak pekerja yang lain yang benci pada August, dan Rosie termasuk juga dalam daftar itu.

Kalau itu masih belum cukup, August yang cemburu pada hubungan Jacob dan Marlena, pada suatu malam mengamuk hebat dan hampir membunuh Jacob kalau Jacob tak diselamatkan kawan-kawannya tepat pada waktunya. Sayangnya, Marlena-lah yang akhirnya menerima kemarahan August hingga babak belur dan menjadi makin membenci August. Saat itulah Jacob merencanakan pelarian diri bersama Marlena. Dan hal itu jadi makin mendesak setelah ia menyadari suatu malam bahwa Walter dan Camel yang malang pun telah dilampumerahkan juga. Pada titik itu August dan Paman Al jadi berbalik membenci Jacob. Meski Jacob berjasa menemukan cara jitu melatih Rosie yang ternyata sama sekali tidak bodoh, sebaliknya amat cerdik, ia tetap akan menjadi sasaran pelampumerahan berikutnya.

Namun sebelum pelarian diri itu terwujud, pada suatu hari para pekerja yang telah dilampumerahkan datang kembali untuk membalas dendam. Dan mereka memilih saat yang tepat: saat pertunjukan sirkus berlangsung. Cukup dengan melepaskan hewan-hewan liar dari kandang mereka, maka keributan gawat pun terciptalah. Itulah kehebohan yang telah diceritakan pada prolog. Kali ini dapat kita ikuti secara kronologis dan jelas, termasuk juga adegan pembunuhan mengerikan itu. Kita langsung akan mengerti siapa yang terbunuh dan siapa pembunuhnya.

Sementara frame petualangan Jacob muda ini mengalir, sesekali scene akan berpindah ke frame di panti jompo dengan kerewelan Jacob tua yang selalu lupa pada nama perawatnya (Rosemary keliru dipanggilnya Rosie…) dan ingatannya yang sangat kuat pada tiap potongan adegan yang pernah terjadi di sirkus, meski ingatannya untuk hal-hal lainnya amat parah. Namun demikian, ada 2 hal yang tak berubah pada Jacob Jankowsky. Kecintaannya pada hewan dan sirkus, serta tekad sekeras baja. Kedua hal itu membuatnya nekat berjalan tertatih-tatih seorang diri dengan alat berjalannya demi menonton pertunjukan sirkus yang tengah berlangsung dekat panti jomponya. Dan di sirkus ini pula ia akan menceritakan untuk pertama kalinya, rahasia yang selalu ia bawa hingga 70 tahun ini, akan apa yang terjadi pada hari bersejarah itu, di mana Sirkus Benzini Bersaudara akhirnya hanya tinggal kenangan…

-----

Membaca buku ini membuat kita bertanya-tanya… Apa yang sebenarnya ada di balik gemerlapnya pertunjukan sirkus? Apakah para pawang hewan yang tampak begitu sayang pada hewan-hewan memang mencintai para hewan itu? Apakah para hewan yang saat pertunjukan menjadi lakon utama benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik di balik “layar”? Kita mungkin tak pernah tahu. Namun yang aku tahu, aku takkan pernah tergoda membeli limun atau minuman yang dijual di arena sirkus, tanpa berprasangka: jangan-jangan minuman ini terbuat dari campuran air bekas minum kuda, gara-gara minuman yang asli telah dicuri salah seekor gajah seperti kisah Rosie??

Judul: Water For Elephants (Air Untuk Gajah)
Pengarang: Sara Gruen
Penerbit: Gramedia

lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar