Buku Selamat Berkembang - ulasan | Buku Bagus

Buku Selamat Berkembang - ulasan

Judul: Selamat Berkembang
Penulis: Andar Ismail
Editor: Laksmi Wowor
Tebal: vii + 137 hlm
Penerbit: BPK Gunung Mulia, 2008 (cetakan 6)
ISBN: 9789796871902

Andar mengajarkan bagaimana berspritualitas. Spritual tidak sama dengan kesalehan. Manakala melihat matahari bersinar, merasakan angin bertiup, menghirup aroma bunga bermekaran, mendengar gemericik air sungai, merasakan debu pasir, dan membiarkan keheningan menceritakan kebesaran dan kesetiaan Pencipta, itulah spiritualitas. Tidak ada kursus singkat, tidak ada cara instan, tidak ada cara cepat dan mudah, namun pemahaman dan permenungan setiap harilah yang membentuk spiritualitas.

Andar mengatakan: Allah berada di tempat mahakusyuk, sekaligus juga di dalam diri setiap makhluk Spiritualitas adalah riak getaran hati yang merasakan kedua-duanya. Tetapi riak hati itu bukan terjadi sekejap, melainkan melalui proses berkembang.


Berikut saya kutip kembali kalimat-kalimat dari 33 bab buku ini yang membantu kita menghayati spiritualitas Andar Ismail

1. Spiritualitas tidak terikat pada agama tertentu. Tidak ada spiritualitas agama ini dan itu. Spiritualitas melintasi batas-batas agama. Spiritualitas bersifat universal, sebab ia adalah perasaan yang bisa timbul pada tiap orang yang sedang menyadari dirinya sebagai makhluk yang disapa Sang Khalik.

2. Spiritualitas Beethoven berbuah dalam bentuk karya musik . Tulisnya, "Tujuanku adalah menghadirkan kemuliaan Tuhan dan menggetarkan kalbu para pemusik yang melantunkan lagu-lagu ini serta para pendengarnya."

3. Yang dimaksud dengan menentang Roh Kudus adalah sikap hidup atau gaya hidup yang dengan sadar menolak anugerah atau menolak pemberian anugerah pengampunan dari Kristus.

4. Mengembangkan budi memang sulit, namun tiap orang perlu melakukannya untuk diri masing-masing.

5. Ada ucapan yang disukai ibu. Ucapan itu sekan merupakan pedoman hidupnya. Tiap kali ada kejadian, diulanginya ucapan itu. Ibu tampak ingin menanamkan pedoman hidup itu dalam diri kami. Meskipn kata-kata ibu itu sudah terucap puluhan tahun yang lalu, dan ibu sudah lama meninggal dunia, namun kata-kata itu seolah-olah terukir dengan kokoh dalam kepribadian saya.

6. Mungkin suatu hari nanti ada seorang pengkhitbah yang jujur, sehingga pada suatu ibadah ia naik kemimbar lalu dengan wajah tersipu karena perasaan malu berkata, "Maaf, hari ini saya tidak berani menyampaikan khotbah, sebab setelah saya baca ulang naskah tulisan saya, ternyata saya sendiri belum melaksanakannya."

7. Pemazmur itu mengaku bahwa menjadi tua itu ada fungsinya, yaitu menceritakan bahwa Tuhan itu baik. Menjadi tua adalah sebuah kesempatan untuk melihat kebaikan Tuhan, lalu menceritakan kebaikan Tuhan itu kepada generasi penerus.

8. Proses perubahan menjadi serupa bukanlah semata-mata perbuatan kita, melainkan perbuatan Allah.

9. Memercayakan diri kepada Kristus berarti bahwa kita tidak usah berurusan dengan roh-roh (jahat) itu. Kita tidak usah berbaikan dengan roh-roh itu, namun kita juga tidak usah memerangi roh-roh itu,. Pokoknya kita tidak usah ada urusan apa-apa dengan mereka. Kepada Kristuslah kita percaya dan mempercayakan diri. Dari Kristuslah kita minta perlindungan.

10. Sung tetap gelisah mencari arti hidup. Apa faedah hidupku untuk orang lain? Apa kehendak Tuhan dengan hidupku? Ia bangun pukul empat setiap pagi untuk mencari kedekatan dengan Tuhan.

11. Jalan yang benar tidak menyesatkan dan mencelakakan, melainkan menghidupkan.

12. Sebuah perumpamaan memang sebuah tawaran. Ia menawarkan sebuah gaya hidup, yaitu gaya hidup menghamba. Soal mau atau tidak mau terima tawaran tersebut, itu terpulang kepada kita masing-masing.

13. Menyimak surat pembaca terasa bagaikan tatap muka. Wajah mereka dengan berbagai aspirasinya seolah-olah terbayang. Ini menimbulkan kedekatan dengan pembaca. Saya seolah-olah duduk berhadapan muka dengan seseorang. Saya menikmati kedekatan itu. Mereka menjadi orang yang dekat dengan saya. Antara kamu ada kedekatan batin atau kedekatan emosional. Kami saling berada: aku ada untuk mereka, mereka ada untuk aku.

14. Mungkin kita berdiam diri di depan Tuhan selama lima menit, mungkin juga setengah jam. Panjangnya waktu tidak penting. Yang penting adalah bahwa kita bukan langsung bicara, ngomong atau nyerocos setiap kali bertemu dengan Tuhan, melainkan kita tahu diri untuk berdiam diri.

15. Untuk mengembangkan watak kita perlu mengamati orang lain. Mungkin lama-lam kita bisa mengeanal watak orang lain. Kemampuan itu disebut membaca watak, tahu watak atau mengenal watak. Ini tentunya berlaku juga terhadap diri sendiri sebagai mawas diri.

16. Selamat adalah kebutuhan semua orang. Oleh sebabitu, tiap pagi kita berkata,"Selamat pagi!" Apanya yang selamat? Kita! Buktinya kita bisa bangun dari tidur. Buktinya ada hari yang baru. Buktinya kita bisa bertemu. Kita Selamat. Lalu berkatalah kita, "Selamat pagi!" Tekanannya ada pada kata selamat.

17. Cerita Szechwan:  Rezeki tidak boleh dinikmati sendiri!Kalau ada rezeki, harus mau berbagi!"

18. Kedekatan dan kehalusan perasaan kita dengan Tuhan memang dapat berkembang melalui nyanyian tertentu. Bernyanyi adalah mengeluarkan perasaan kita tentang Tuhan dan serempak memasukkan kembali perasaan itu ke dalam jiwa kita.

19. Semakin berusia dan semakin beragama sebetulnya perlu disertai dengan semakin berkembangnya tahap pertimbangan moral. Perilaku moral yang tinggi tentu baik, namun lebih baik lagi jika didasari pada pertimbangan moral yang tinggi pula.

20. "Berkatilah orang yang mengutuk kamu dan doakanlah seterumu, dan berpuasalah untuk kedamaian mereka yang menganiaya kamu"-Kitab Didikhe.

21. Sepatutunya kita menghargai tubuh kita dengan melindunginya dari asupan makanan (dan minuman!) yang bisa merusak keseimbangan serta keharmonisan anggota-anggota tubuh kita. Spiritualitas tampak dalam gaya hidup yang bijak, termasuk bijak dalam mengatur pola makan.

22. Itulah imajinasi humor yang saya maksud. Hidup spiritual bukan berarti kita hidup sedih. Hidup spiritual juga bisa ceria dan gembira. Kalau kita mempunyai sense of humor, maka membaca dari Kejadian sampai Wahyu bisa lucu.

23. Nah. kalau Seri Selamat mau terus terbit, bukankah saya perlu berobat mata? Bagaimana bisa menulis kalau mata tidak melihat kata dan aksara? Oleh sebab itu, saya jadi sadar bahwa mata perlu dijaga bak jerat semata bunda kandung alias sebagai kesayangan.

24. Benarlah pengakuan Rasul Paulus bahwa kasih karunia Tuhan sebenarnya cukup. Cukup, berarti tidak lebih namun juga tidak kurang.

25. Itulah sipiritualitas. Allah menyukai manusia dan manusia menyukai Allah. Keduanya berkomunikasi. Keduanya berkomuni. Hati Allah berkean kepada manusia. Hati manusia juga berkenan kepada Allah. Keduanya saling berkenan. Maka lahirlah sebuah perkenanan. Lalu berkembanglah sebuah perkenanan.

26. Pikiran yang sehat menghasilkan pikiran yang indah.

27. Emosi adalah ibarat kendaraan dan kita ibarat pengemudinya. Kita yang mengemudi, bukan sebaliknya, yaitu dikemudikan oleh emosi. Kita bisa menentukan ke mana emosi mau diarahkan. Kita bisa menyalurkan emosi ke arah yang produktif. Caranya terpulang pada anda masing-masing. Entah apa cara anda. Cara saya adalah menulis.

28. Ketajaman spiritual adalah kehalusan yang bisa merasakan getaran kehadiran Yang Ilahi di tengah kelopak-kelopak harum bunga melati, di dalam semburan lava letusan gunung berapi, di balik keriput senyum eyang putri, di pinggir kata-kata puisi, di antara bunti kicauan burung merpati, di bawah kegelapan kubur orang mati, dan di atas ketinggian langit yang paling tinggi.

29. Justru pada usia lanjut spiritualitas kian berkembang; kita akan kembali bukan hanya kepada Sumber Debu Tanah, melainkan juga kepada Sumber Napas Hidup.

30. Sepanjang jalan hidup ini terbuka pilihan arah: apa kita mau menuju arah yang baik ataukah yang buruk?

31. Kitalah yang bekerja. Tetapi tidak seorang diri, melainkan bekerja sama dengan Tuhan. Kita dan Tuhan bersama-sama mencari jalan keluar dan mengubah keterpurukan menjadi kebaikan.

32. Hidup adalah perjalanan ziarah. Langkah demi langkah kita berjalan menuju Kerajaan Tuhan. Ada yang bergabung dan ikut berjalan bersama kita. Ada pula yang berhenti di tengah jalan karena meninggal dunia dan dikuburkan di situ. Para peziarah lain berhenti dan menundukkan kepala melihat jenazah teman seperjalanan diturunkan ke lubang kubur. Sesudah itu mereka berjalan lagi, Perjalanan masih panjang.

33. Bunga mengungkapkan perasaan. Bunga mengirim perasaan. Oleh sebab itu, bunga ada pada peristiwa gembira maupun berduka. Mempelai memegang rangkaian bunga, jenazah juga memegang rangkaian bunga. Teman yang berulang tahun kita kirimi bunga, paman yang terbaring sakit juga kita kirimi bunga. Bunga adalah bahasa rasa. Say it with flowers! Katakan dengan bunga!



lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar