Judul: Panggil Aku King
Penulis: Robert Adhi Ksp
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Cetakan: I, Juni 2009
Tebal: xxiii + 456 hlm
------------------------
Liem Swie King adalah seorang legenda bulu tangkis kelahiran 28 Februari 1956 di Kudus, Jawa Tengah . Ia terkenal dengan julukan King’s Smash, karena smash-annya begitu tajam dan dilakukannya dengan gaya yang unik. Sejak kemenangannya pada All England 1978, King mulai menjadi idola baru dalam dunia bulu tangkis. Ia menjadi penerus kejayaan Rudi Hartono. Karier bulu tangkisnya terus melesat. Medali emas ia raih pada Asian Games VII (1978). King menang straight set dari Han Tsien (China). Tahun 1978-1979 merupakan tahun-tahun awal kejayaannya. Berbagai hadiah, sanjungan serta menjadi idola baru, dan terkenal diterimanya. Ia pernah menjadi yang tak terkalahkan selama 33 bulan, di antaranya menyabet dua kali gelar juara All England (1978 dan 1979). Sepanjang 1978-1979 ia selalu menjadi jawara di setiap pertandingan.
Pada waktu itu, belum ada seorang pemain pun yang membuat rekor selama satu tahun penuh tidak pernah terkalahkan. Bahkan, Rudi Hartono mengakui kelebihan King ini, dengan mengatakan, “Saya saja rasanya tidak bisa mempertahankan kondisi puncak demikian terus menerus selama satu tahun”(hlm. 103). Jadi, King dianggap sangat luar biasa dalam karir cabang olahraga ini.
Robert Adhi Ksp, penulis buku ini, berusaha menuturkan metamorfosis kehidupan seorang Liem Swie King, dari kepompong hingga menjadi kupu-kupu. Robert menghadirkan biografi King yang lengkap, mulai dari masa kanak-kanak, hingga dewasa, dan dilengkapi pula kesaksian dari beberapa kolega dan tokoh-tokoh terkenal tentang King.
Di tengah kejayaannya, King pernah melakukan blunder. Ia melakukan sebuah kesalahan yang membuatnya harus diskorsing selama tiga bulan. Kejadian tersebut terjadi dalam SEA Games X 1979 di Jakarta. Pada pertandingan penyisihan nomor tunggal putra, ia dinyatakan kalah WO dari Lee Hai Tong, pemain Singapura. Pasalnya, ia terlambat lima menit datang ke tempat pertandingan. Seharusnya pertandingan itu dilakukan pada pukul 09.30 tetapi sampai menit terakhir King tak juga muncul. Namun, dalam buku ini diceritakan mengapa King bisa terlambat.
Masa-masa Skorsing, King mendapat tawaran main film yang berjudul Sakura dalam Pelukan bersama Eva Arnaz. Dan selama itu pula, ia tidak pernah berlatih bulu tangkis. Akibatnya, saat memulai mengikuti turnamen lagi, ia sering mengalami kekalahan, salah satunya adalah dalam kejuaraan All England pada 1980. ia dikalahkan oleh Han Jian dari China.
Namun,kekalahnnya itu justru melecut dirinya untuk berlatih ekstra keras untuk kembali berprestasi. Bukan hanya dengan latihan, tetapi juga mengembalikan rasa percaya diri. Perlahan King mulai kembali bangkit, dan ia kembali menjuarai All England untuk ketiga kalinya pada 1981.
Kehadiran buku ini sebuah pengingat, kalau dulu Indonesia pernah sangat berjaya di cabang olahraga bulu tangkis. Minimnya prestasi perbulutangkisan kita saat ini menjadi penting buku ini untuk dibaca oleh siapa saja yang peduli dengan hal ini. Buku ini adalah tentang bagaimana seseorang mempunyai semangat pantang menyerah, berjuang melawan keterbatasan menuju prestasi tertinggi. Tidak ada yang tidak bisa dalam hidup ini, asalkan kita mau bekerja keras.***
M. Iqbal Dawami
Staf pengajar STIS Magelang
Sang Maestro Bulu Tangkis
Katagori :
artikel resensi,
buku,
buku bagus,
buku resensi,
non fiksi,
olah raga,
penerbit buku,
resensi buku,
ulasan buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar