Judul : Simply Amazing: Inspirasi Menyentuh Bergelimang Makna
Penulis : J. Sumardianta
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : I, April 2009
Tebal : 188 + xv hlm.
----------------------
Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru. Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur.
Ia mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Saat air di panci-panci tersebut mendidih, ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Setelah 20 menit, sang ayah menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya. Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak.
Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras. Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?"
Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi kesulitan yang sama, perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda. Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan.
Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi mengubah air tersebut. "Kamu termasuk yang mana?" tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu seperti wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu? Apakah kamu seperti telur, yang awalnya memiliki hati lembut, namun setelah adanya cobaan menjadi keras dan kaku? Ataukah kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik?”
Kisah di atas cocok sekali untuk menggambarkan isi buku Simply Amazing: Inspirasi Menyentuh Bergelimang Makna. Penulis buku ini, J. Sumardianta, adalah seorang guru dan penulis di pelbagai surat kabar, baik lokal maupun nasional yang sudah malang melintang. Dalam jagat kepenulisan, dengan sesama para penulis lain, Sumardianta kerap kali dipanggil “Pak Guru”. Usia kepenulisannya sudah lebih 20 tahun. Otomatis, kepiawaiannya dalam memainkan kata-kata sudah amat mumpuni. Dan buku ini adalah merupakan klimaksnya dalam melahirkan buah karyanya yang tadinya berceceran dalam rimba media massa.
Sebagaimana diakuinya, buku ini sebagai florilegia spiritualem, yaitu semacam buket rohani yang menyentuh, menggugah, dan memiliki daya ubah. Di dalamnya banyak kisah para tokoh yang berjenis “bubuk kopi”, yaitu ketika keadaan mereka buruk, justru menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarnya juga membaik. Para tokoh itu di antaranya: Patmini, Listiana Srisanti, Sindhunata, Jalaluddin Rakhmat, Hasari Pal, Ram Chander, Sipon Adisumarto, Saptono, Kevin Dwi tetuka Nuringtyas, Doni, Pak Kliwon, Elvan Wenas, Joko Pinurbo, Mangunwijaya, Soegijo Pranoto, Sartono Kartodirdjo, Karen Armstrong, Danah Zohar, dan masih banyak lagi.
Musibah ataupun cobaan tidak selalu identik dengan kesialan, kedukaan, kesia-siaan dan peristiwa negatif. Tetapi justru bisa jadi berarti peristiwa yang membawa pengaruh positif dan pemompa semangat hidup bagi manusia untuk bercermin diri, dan menata kehidupan ke arah yang lebih baik. Listiana Srisanti, sang penerjemah Harry Potter, pada 21 Agustus 2004, misalnya, mengidap kanker stadium IV dan diperkirakan sisa umurnya tinggal 4-6 bulan. Dokter sudah menyimpulkan bahwa penyakitnya tak bisa lagi disembuhkan.
Suatu ketika keajaiban datang, kanker di paru-paru Lis telah lenyap. Meski begitu dia masih harus menjalani kemoterapi beberapa kali. Walhasil, penyakitnya pun sembuh. Namun, beberapa tahun kemudian, kanker itu muncul lagi. Lis pun pasrah. Dia menerima semua cobaan itu dengan lapang dada, karena hal itu memang sesuatu yang harus terjadi. “Tuhan akan membuat semuanya indah pada waktunya”. Ujar Lis dengan mantap.
Sampel tokoh lainnya adalah Dahlan Iskan, Founding Father Jawa Pos. Pada menjelang, saat, dan sesudah dioperasi transplantasi liver di RS Tianjin, China, dia malah berefleksi ria. Dahlan banyak bercerita tentang kebajikan-kebajikan yang dia gali dari pengalaman hidupnya. Dahlan juga berencana mendirikan lembaga nirlaba yang tugasnya bergerilya ke kantong-kantong kemiskinan mencari anak yang belum diimunisasi. Ada sekitar 10 persen penduduk Indonesia terjangkit hepatitis B, katanya.
Kehidupan memiliki makna dalam keadaan apapun, termasuk dalam penderitaan. Manusia memiliki suatu kehendak untuk hidup bermakna yang merupakan motivasi utama untuk hidup. Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna hidup melalui apa yang dikerjakan, apa yang dihayati, atau sekurang-kurangnya dalam sikap yang kita ambil atas situasi dan penderitaan yang tak dapat diubah lagi. Hal itulah yang diperagakan Patmini, Mbah Wir, dan Pak Kliwon. Sumardianta mengisahkannya dengan dramatis.
Setiap pagi, Patmini meninggalkan kampung dan memanjat tanggul Stasiun Howrah untuk mengumpulkan pecahan batubara yang berceceran di bantalan rel kereta api. Pecahan itu ia tampung di bagian bawah roknya. Separo dari jumlah yang terkumpul digunakan buat menyalakan tungku masak keluarga. Sisanya dijual untuk tambahan penghasilan. Semua itu dilakukan untuk meringankan beban ekonomi keluarganya.
Mbah Wir sudah empat puluh lima tahun hidup berjualan jajan pasar di pedusunan Pakem, Sleman, Yogyakarta, tak memberikan keistimewaan apa-apa pada dirinya. Ia tetap miskin. Rumahnya reyot. Namun dia menjalaninya dengan ikhlas dan tanpa mengeluh. Sedang Pak sukiman tak pernah menumpang bus saat pulang ke desanya. Ia mengayuh becaknya sampai Delanggu, Klaten, Jawa Tengah. Perjalanan ditempuh selama lima jam karena harus berhemat supaya anak-anak tetap bisa sekolah.
Peradaban kita saat ini meyakinkan banyak orang untuk melihat penderitaan sebagai satu ‘takdir’ yang tidak dapat dicegah dan dielakkan. Akan tetapi buku ini mengajarkan kepada kita untuk melihat nilai positif dari penderitaan dan memberikan kesempatan untuk merasa bangga terhadap penderitaannya. Salah satu teknik yang digunakan tokoh-tokoh ini adalah teknik persuasif, yaitu mengambil sikap yang lebih konstruktif dalam menghadapi kesulitannya.
Kisah dalam buku ini mengajarkan kita bahwa sebuah musibah atau pun kegagalan, yang diibaratkan air panas, mengandung hikmah positif bagi manusia sebagai sarana mengukur kekuatan kita dalam menghadapinya. Di sinilah kualitas diri akan terlihat apakah dia memiliki mental serta hati yang kuat dalam kehidupan kesehariannya atau tidak. Hasan Al-Bashri, sufi Irak, berkata, “Manusia sama saja tatkala sama-sama dilimpahi nikmat, namun ketika cobaan datang menimpa, saat itulah akan terlihat perbedaan-perbedaannya”. Oleh karena itu, jika kita semakin tegar menghadapi musibah maka semakin berkualitaslah tingkat diri kita, dan demikian pula sebaliknya jika kita menjadi rapuh dalam menghadapi musibah maka mengindikasikan kualitas diri yang begitu rendah.
Karya Sumardianta ini bergelimang quotasi, aforisma, dan alegori bercahaya. Kehadirannya begitu penting di zaman yang berpaham hedonisme tanpa ampun ini. Buku ini pun memiliki makna bersahaja untuk menyulut spirit inspirasi untuk menghidupkan dan membangkitkan spirit yang lemah.
Logoterapi berpandangan bahwa ‘makna hidup’ dan ‘hasrat untuk hidup bermakna’ merupakan motif asasi manusia yang dapat dilihat dalam dimensi spiritual. Inilah yang diperlihatkan Sumardianta. Dalam dirinya ada dimensi spiritual, di samping somatik dan psikis. Konflik dasar spiritual yang muncul dari dalam dirinya terjadi akibat ketidakmampuannya untuk muncul mengatasi kondisi fisik dan psikisnya. Nah, melalui karya ini, Sumardianta, dapat memenuhi dorongan spiritual yang dibawanya sejak lahir dengan mengeksplorasi makna keberadaan manusia melalui membaca dan menulis.
Sebagaimana diakuinya dalam bab Sekapur Sirih, tabiat Sumardianta adalah introver. Dia punya kecenderungan kuat untuk menarik diri dari peredaran sosial, dan senang menyimpan diri di dalam kamar dan bercengkrama dengan pelbagai buku. Namun, justru dalam kegiatan yang nyaris godless itulah, dia sering mengalami ekstasi dan kegembiraan rohani, terlebih setelah membuat resensinya. Kebiasaan itu telah dilakukannya sejak 1989 hingga sekarang.
Sumardianta layaknya seorang Alkemis yang bisa mengubah “batu kerikil” menjadi “emas”. Karya sang “Alkemis” ini juga mempunyai kemampuan luar biasa dalam mengubah bencana menjadi hidup baru yang menyenangkan. Dia memiliki kemampuan dalam mengambil manfaat dari kemalangan.***
M. Iqbal Dawami
Staf Pengajar STIS Magelang, penulis Cita-Cita: The Secret and Power Within (2009)
Menemukan Spirit di Tengah Badai
Katagori :
artikel resensi,
buku,
buku bagus,
buku resensi,
motivasi,
non fiksi,
penerbit buku,
resensi buku,
ulasan buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar