Filosofi Kopi
Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Dee
Truedee Books dan Gagas Media
Bahasa
Cetakan I: Februari 2006
134 halaman
Soft Cover
‘ Sebuah hubungan yang dibiarkan tumbuh tanpa keteraturan akan menjadi hantu yang tidak menjejak bumi, dan alasan cinta yang tadinya diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan, serta perdagangan kalkulatif antara dua pihak.
Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam di dalam sepak-terjang-nya yang serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.
Cinta jangan selalu ditempatkan sebagai iming-iming besar, atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkanmu-entah kapan dan kenapa. Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan.....karena cinta adalah mengalami.’
Filosofi Kopi, kumpulan cerita dan prosa karya Dee ini terdiri dari 18 cerita dan prosa; Filosofi Kopi, Mencari Herman, Surat Yang Tak Pernah Sampai, Salju Gurun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Sikat Gigi, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Sepotong Kue Kuning, Diam, Cuaca, Lara Lana, Lilin Merah, Spasi, Cetak Biru, Buddha Bar, Rico de Coro. Yang ditulis dan dikumpulkan selama satu dekade. Temanya bermacam-macam tapi Dee mengaku bahwa cinta tetap menjadi topik favoritnya. Bukan hanya cinta antara dua insan, tetapi cinta yang bertranformasi. Misalnya cinta sang barista akan kopi atau bahkan cinta antar kecoa. Saya pikir Filosofi Kopi dan Sikat Gigi sangat unik walaupun favorit saya adalah Surat Yang Tak Pernah Sampai dan Rico de Coro. Khusus judul yang terakhir ini sedikit mengingatkan saya terhadap The Tale of Despereaux-nya Kate DiCamillo tetapi dengan cerita yang lebih menggemaskan dan bumbu yang lebih segar dengan akhir yang tragis, dan bahkan salah seorang teman saya berkomentar lewat sms, “Rico de Coro keren!”. Intinya semua tulisan Dee disini mengajak kita berimajinasi dengan pikiran kita sendiri, berfikir, dan kemudian tersenyum atau bahkan menitikkan air mata, menyentuh hati.
Goenawan Mohammad berujar, “Dee memikat pada ritme kalimat. Kalimatnya berhenti atau terus bukan hanya karena isinya selesai atau belum, tapi karena pada momen yang tepat ia menyentuh, mengejutkan, membuat kita senyum, atau memesona.” Kepekaan Dee memang sangat memikat. Ceritanya berwujud menjadi sebuah sandiwara kecil dalam imaginasi saya, walau di sekali cerita Dee kurang konsisten dalam penokohan karakter di satu episode cerita filosofi kopi, dan membuat pementasan sandiwara kecil dalam imaginasi saya sedikit tersendat-sendat, namun hal itu tidak terlalu berarti memang, karena hanya sedikit tersendat, kemudian mengalir lagi dengan indah, lugas, dan cerdas! Cerkas lebih tepatnya, kalau lagi-lagi boleh meminjam istilah dari Bapak Goenawan Mohammad.
‘Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?’
Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Dee
Truedee Books dan Gagas Media
Bahasa
Cetakan I: Februari 2006
134 halaman
Soft Cover
‘ Sebuah hubungan yang dibiarkan tumbuh tanpa keteraturan akan menjadi hantu yang tidak menjejak bumi, dan alasan cinta yang tadinya diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan, serta perdagangan kalkulatif antara dua pihak.
Cinta butuh dipelihara. Bahwa di dalam di dalam sepak-terjang-nya yang serba mengejutkan, cinta ternyata masih butuh mekanisme agar mampu bertahan.
Cinta jangan selalu ditempatkan sebagai iming-iming besar, atau seperti ranjau yang tahu-tahu meledakkanmu-entah kapan dan kenapa. Cinta yang sudah dipilih sebaiknya diikutkan di setiap langkah kaki, merekatkan jemari, dan berjalanlah kalian bergandengan.....karena cinta adalah mengalami.’
Filosofi Kopi, kumpulan cerita dan prosa karya Dee ini terdiri dari 18 cerita dan prosa; Filosofi Kopi, Mencari Herman, Surat Yang Tak Pernah Sampai, Salju Gurun, Kunci Hati, Selagi Kau Lelap, Sikat Gigi, Jembatan Zaman, Kuda Liar, Sepotong Kue Kuning, Diam, Cuaca, Lara Lana, Lilin Merah, Spasi, Cetak Biru, Buddha Bar, Rico de Coro. Yang ditulis dan dikumpulkan selama satu dekade. Temanya bermacam-macam tapi Dee mengaku bahwa cinta tetap menjadi topik favoritnya. Bukan hanya cinta antara dua insan, tetapi cinta yang bertranformasi. Misalnya cinta sang barista akan kopi atau bahkan cinta antar kecoa. Saya pikir Filosofi Kopi dan Sikat Gigi sangat unik walaupun favorit saya adalah Surat Yang Tak Pernah Sampai dan Rico de Coro. Khusus judul yang terakhir ini sedikit mengingatkan saya terhadap The Tale of Despereaux-nya Kate DiCamillo tetapi dengan cerita yang lebih menggemaskan dan bumbu yang lebih segar dengan akhir yang tragis, dan bahkan salah seorang teman saya berkomentar lewat sms, “Rico de Coro keren!”. Intinya semua tulisan Dee disini mengajak kita berimajinasi dengan pikiran kita sendiri, berfikir, dan kemudian tersenyum atau bahkan menitikkan air mata, menyentuh hati.
Goenawan Mohammad berujar, “Dee memikat pada ritme kalimat. Kalimatnya berhenti atau terus bukan hanya karena isinya selesai atau belum, tapi karena pada momen yang tepat ia menyentuh, mengejutkan, membuat kita senyum, atau memesona.” Kepekaan Dee memang sangat memikat. Ceritanya berwujud menjadi sebuah sandiwara kecil dalam imaginasi saya, walau di sekali cerita Dee kurang konsisten dalam penokohan karakter di satu episode cerita filosofi kopi, dan membuat pementasan sandiwara kecil dalam imaginasi saya sedikit tersendat-sendat, namun hal itu tidak terlalu berarti memang, karena hanya sedikit tersendat, kemudian mengalir lagi dengan indah, lugas, dan cerdas! Cerkas lebih tepatnya, kalau lagi-lagi boleh meminjam istilah dari Bapak Goenawan Mohammad.
‘Pohon besar tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?’
0 komentar:
Posting Komentar