Buku Kesaksian Seorang Dokter - Resensi Islam
Judul : Kesaksian Seorang Dokter
Penulis : dr. Khalid bin Abdul Aziz al Jubair, SpJP
Penerbit: Darus Sunnah
Cetakan : Kesebelas, Januari 2009
Halaman : 176
Buku yang sudah mencapai cetakan ke-11 ini berisi kisah-kisah yang dialami oleh penulisnya sendiri yang merupakan seorang dokter spesialis bedah dan jantung di sebuah rumah sakit di Riyadh, Saudi Arabia. Ada puluhan kisah-kisah nyata yang sarat dengan pelajaran, nasehat dan hikmah yang bisa kita ambil. Kisah-kisahnya membuat kita merenung dan berintrospeksi terhadap diri kita, agar semakin dekat dengan Allah Jalla wa 'Ala.
Pada ringkasan ini saya kutipkan dua kisah yang menarik diantara yang menarik dari buku tersebut. Yang pertama adalah tentang keyakinan bahwa Allah-lah Yang Menyembuhkan. Yang kedua adalah tentang pengobatan yang banyak dilupakan orang. Semoga kutipan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.
[KESABARAN DAN KEYAKINAN]
=========================
Saya berkunjung ke negara Maroko untuk mengadakan pengobatan -operasi jantung- secara cuma-cuma khusus untuk kalangan fakir miskin dengan dana sukarela dari seseorang di Saudi Arabia.
Kunjungan itu saya awali dengan melakukan inspeksi (pemeriksaan dengan teliti yang dilakukan oleh pihak terkait) untuk mengetahui gambaran umum kondisi kesehatan di negara itu. Dalam acara ini saya ditemani oleh dr. Muhsin Ubaidillah yang bertindak sebagai asisten dan penterjemah, karena beliau adalah penduduk asli negara ini. Beliau juga melakukan banyak tugas dan pekerjaan dalam rangka menyukseskan acara saya ini. Semoga Allah membalas semua kebaikannya.
Diantara pasien yang datang, ada seorang pasien yang telah berusia empat puluh tahun, ketika melihat keadaannya saya sangat khawatir, ia berjalan tiap dua langkah berhenti untuk menghela nafas, perutnya membuncit karena busung, kedua kakinya telah membengkak akibat dari jantung yang lemah, urat-urat nadi di lututnya telah membesar dan wajahnya menyiratkan rasa sakit dan penderitaan, Anda tidak akan mampu menyaksikannya.
Ketika melihatnya seperti itu, saya merasa khawatir, dan lebih ngeri lagi saat saya memeriksa catatan kesehatannya, maka saya ingatkan dr. Muhsin agar tidak memasukkannya di dalam daftar orang-orang yang akan menjalani operasi. Karena berdasarkan perkiraanku, operasi tidak akan memberikan banyak manfaat untuknya, ditambah lagi bahwa kondisinya sangat mengkhawatirkan. Dalam hal ini saya berkewajiban untuk menyeleksi orang-orang yang mungkin mendapatkan manfaat dari proyek ini.
Ternyata orang tersebut mengerti apa yang saya katakan kepada dr. Muhsin, maka ia segera menyahut, "Ingat apa yang dikatakan oleh Tuhan-ku, bukankah Dia telah berfirman,
"Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku." (QS. As-Syuara': 80).
Dalam hal ini saya sangat yakin bahwa dengan izin Allah saya akan sembuh. Wahai dokter, Anda hanya perantara saja atas kesembuhan saya ini, maka operasilah saya, karena sesungguhnya Allah-lah yang akan menyembuhkan saya."
Saya mencoba memberikan penjelasan dengan lemah lembut kepadanya, akan tetapi ia tetap bersikeras minta untuk dioperasi. Maka akhirnya saya katakan kepadanya, "Insya allah, tidak akan terjadi kecuali yang terbaik."
Tak lama kemudian saya melihatnya bertayammum lalu mendirikan shalat zhuhur, saya bertanya kepadanya,
"Kenapa tidak berwudhu?" Ia menjawab, "Saya tidak bisa, bahkan untuk melaksnakan shalat sambil berdiri pun saya tidak mampu."
Mendengar penjelasan itu, saya hampir berubah pendirian untuk mengoperasinya, akan tetapi kemudian saya ingat, bahwa kedatanganku ke sini dengan perbekalan yang minim dan harus disalurkan kepada mereka-mereka yang diperkirakan akan mendapatkan hasil dari operasi ini dengan izin Allah.
Ketika saya mulai melakukan operasi kepada para pasien, orang itu dua kali datang kembali, akan tetapi ia ditolak oleh dr. Muhsin.
Pada minggu terakhir dari masa tugasku dr. Dzafir al Khudhairi, ahli Anestesi -pembiusan-, harus meninggalkanku untuk urusan yang penting, yang mana kami berdua telah sepakat sebelumnya bahwa operasi untuk kondisi seperti orang ini tidak mungkin untuk dilaksanakan di sini. Dan beliau telah menolak untuk melaksanakan anestesi -pembiusan- terhadap seseorang yang kondisinya lebih bagus daripada orang ini.
Setelah dr. Dzafir pergi, pada minggu terakhir ini posisi anestesi digantikan oleh dr. Musthafa al Sabit, beliau adalah seorang dokter yang cukup terkenal dan berjiwa militer.
Pada minggu ini pula dr. Muhsin harus beristirahat dua hari karena sakit. Orang tersebut datang ke rumah sakit lagi dan kemudian dr. Ilmi yang tidak tahu duduk permasalahannya memasukkan orang tersebut ke dalam daftar tunggu pasien operasi.
Biasanya saya memeriksa pasien yang akan menjalani operasi pada malam hari sebelum tiba hari pelaksanaan operasi, tepat pada malam hari di mana besok paginya orang tersebut mendapatkan giliran operasi, saya diundang untuk makan malam di kota al Ribath yang memakan waktu sekitar satu setengah jam perjalanan dengan mobil dari al Dar al Abhyadh, sehingga saya pulang larut malam dan malas untuk pergi memeriksa pasien yang akan dioperasi esok hari, aku berkata kepada diri sendiri, "Insya Allah, besok aku akan berangkat pagi-pagi untuk memeriksa pasien yang akan dioperasi."
Akan tetapi apa yang terjadi? Allah takdirkan saya bangun kesiangan, pada jam setengah sembilan, maka dengan tergesa-gesa saya berangkat ke rumah sakit. Sesampainya di sana ternyata pasien telah siap, sekilas saya memeriksa laporan dan tidak menelitinya dengan cermat. Pada saat itu saya hanya konsentrasi pada hal-hal yang perlu dilaksanakan terhadap pasien, yakni membenahi tiga titik katup.
Operasi telah saya mulai dan berjalan sesuai dengan rencana sedangkan pasiennya dalam kondisi yang sangat stabil dan tenang.
Saya menuju ke ruang staff bagian jantung, lalu pergi beberapa saat untuk memenuhi beberapa keperluan dan kembali ke rumah sakit untuk melihat pasien-pasien yang telah dioperasi hari ini, dilanjutkan dengan memeriksa pasien-pasien yang akan menjalani operasi esok hari.
Tiba-tiba dr. Muhsin mengajakku menuju ke bangsal pemulihan sambil berkata, "Mari, kita lihat salah seorang pasien." Di sana saya mendapati orang yang kondisinya sangat mengkhawatirkan itu tengah duduk di atas bangsal pemulihan dalam keadaan yang sangat stabil tanpa alat bantu pernafasan karena telah dilepaskan darinya.
Sesaat setelah melihatku, ia segera membaca firman Allah,
"Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang Menyembuhkan aku." (QS. As Syuara': 80).
Lalu berkata, "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu wahai dokter, sesungguhnya Tuhan-ku akan menyembuhkanku, sedangkan Anda tidak lain hanyalah perantara."
Saya bertanya kepada dr. Muhsin, "Bagaimana pasien ini bisa masuk?" Maka beliau mengkisahkan jalan ceritanya yang memang tidak saya ketahui sebelumnya, dr. Muhsin berkata, "Ketika saya absen karena sakit kemarin, orang ini mendatangi dr. Ilmi, maka beliau memasukkannya ke dalam daftar pasien yang menjalani operasi hari ini, karena beliau mengira Anda telah menyetujui orang ini untuk masuk ke ruang operasi.
Dan pagi ini ketika saya tiba di ruang operasi saya dikejutkan oleh keberadaan pasien ini di sana, maka saya jelaskan kepada dr. Mushthafa al Sabit -ahli anestesi- bahwa Anda tidak bersedia untuk melakukan operasi atas pasien ini berdasarkan pertimbangan resikonya.
Orang ini menangis dan memohon kepada dr. Mushthafa, ia terus merengek hingga akhirnya dr. Mushthafa menyerah dan melakukan pembiusan terhadap pasien ini.
Beliau diingatkan kembali bahwa Anda -dr. Khalid penulis buku ini- tidak bersedia melakukan operasi apapun terhadap orang ini, akan tetapi dr. Mushthafa bersikeras bahwa beliau yang bertanggung jawab dan beliau akan menjelaskannya kepada Anda, begitulah kisahnya."
Seminggu kemudian pasien tersebut telah keluar dari rumah sakit dan tiga bulan kemudian kembali melakukan aktifitasnya yang telah ia tinggalkan sejak dua tahun yang lalu.
Saudara saudariku sekalian, sesungguhnya orang ini telah menyerahkan dirinya dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah, maka Allah Ta'ala memberinya kesabaran dan keyakinan akan datangnya kesembuhan, karena itu ia memaksakan diri untuk menjalani operasi dengan penuh keyakinan bahwa Allah Yang Maha Pemberi dan Maha Mulia akan menyembuhkannya, Allah Ta'ala berfirman,
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya." (QS. Ath Thalaq: 2-3).
Kejadian ini merupakan bukti nyata bahwa, jika Allah Ta'ala mentakdirkan sesuatu, maka Allah Ta'ala akan memudahkan jalan untuk ke sana, memberikan sarana pendukungnya dan hal itu harus dan pasti terjadi. Allah Ta'ala berfirman,
"Sesungguh-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia." (QS. Yasin: 82).
Dalam kejadian di atas Allah Ta'ala menyingkirkan semua dokter yang menjadi penghalang terjadinya proses operasi, Mahasuci Allah.
[OBAT YANG TERLUPAKAN 2]
===========================
Salah seorang pasien wanita yang terakhir saya tangani di Maroko saat saya sedang mengikuti proyek pengobatan gratis atas dukungan yang terhormat Amir Sulthan Abdul Aziz hafizhahullah, ia dalam kondisi yang sangat kritis sebelum menjalani operasi saat itu, dengan bertawakal kepada Allah Ta'ala kami melakukan proses operasi dengan penuh susah payah.
Setelah operasi dilakukan, tekanan darahnya turun dengan drastis, tekanan maksimalnya berkisar antara empat puluh hingga lima puluh, saluran kencingnya berhenti, sehingga kondisinya menjadi sangat mengkhawatirkan, hingga kami memprediksikan bahwa harapan sembuhnya sangat kecil sekali. Setelah mengupayakan pertolongan selama kurang lebih dua jam, kondisinya tidak juga membaik bahkan semakin memburuk.
Setelah didera oleh kepenatan sekian lama, saya teringat sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam,
"Barang siapa menjenguk seorang yang sedang menderita sakit yang ajalnya belum tiba, lalu ia membaca doa 'saya memohon kepada Allah Yang Maha Besar, Penguasa Arsy Yang Agung agar Dia menyembuhkanmu' sebanyak tujuh kali kecuali pasti Allah akan menyembuhkannya dari penyakit tersebut." (HR. Abu Dawud (3/3106), Tirmidzi (4/410) (2038) dan dishahihkan oleh Al Albani (6388)).
Segera saya berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya.
Tiba-tiba sekitar dua menit, saya melihat keadaannya mulai membaik, demikian pula tekanan darahnya mulai membaik juga, dan kencingnya berjalan dengan lancar.
Setelah dua hari berada di ruang pemulihan, ia diperbolehkan untuk keluar, dan seminggu kemudian ia pulang ke rumahnya. Bagi Allah-lah segala puji dan syukur.
[PERSONAL VIEW]
=================
Amat disayangkan, sebagian orang ketika sakit, maka yang diingat pertama kali adalah dokter. Harusnya yang diingat pertama kali adalah Allah, karena Dia-lah Yang Menyembuhkan dan dokter hanyalah perantara saja. Keyakinan ini tidak boleh terlupa dan tidak boleh dilupakan oleh kaum muslimin, karena termasuk dalam perkara tauhid. Agar ketika kita sakit, kita langsung ingat bahwa yang menyembuhkan hanyalah Allah Jalla wa 'Ala. Alangkah bagusnya perkataan penulis buku tersebut pada halaman 60:
"Ketika orang yang sakit mempunyai hubungan yang kuat dengan Tuhan yang menguasai segala penyakit beserta obatnya, maka saat itu ia telah memiliki obat yang lebih bagus dari obat-obatan apapun."
Keyakinan ini harus ada pada hati kaum muslimin, berdasarkan ayat al Qur'an:
"Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang Menyembuhkan aku." (QS. As Syuara': 80).
Demikian semoga ringkasan ini memberi manfaat bagi kaum muslimin.
Ringkasan buku ini dibuat oleh Abu Isa Hasan Cilandak
Bulan Januari tanggal 21, 2010 Jam 11.22 WIB
Semoga Allah menjaga kedua orang tuanya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar