Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

Buku Mantra Penguat Hati - ulasan

Judul Buku: Ranah 3 Warna
Penulis: A. Fuadi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Januari 2011
Tebal: 473 Halaman

Nampaknya, cerita yang mampu memotivasi pembaca sedang gandrung belakangan ini. Setelah Andrea Hirata sukses besar dengan Tetralogi Laskar Pelangi-nya, kini bak déjà vu kesuksesan serupa dialami oleh Ahmad Fuadi dengan trilogi Negeri 5 Menara-nya yang menjadi best seller. Genre ini bahkan diyakini akan booming dan menjadi trend kesusasteraan Tanah Air.

Namun keliru jika menganggap karya sejenis ini hanya menjual tema yang mengharu biru, nyatanya beragam penghargaan telah diraih oleh A. Fuadi atas novel pertamanya, Negeri 5 Menara, antara lain Nominasi Khatulistiwa Literary Award 2010 dan Penulis dan Fiksi Terfavorit, Anugerah pembaca Indonesia 2010. Gambaran sebuah pengakuan atas karya tulis yang dihasilkannya.

Kini sekuel dari Negeri 5 Menara telah lahir. Buku yang diberi judul Ranah 3 Warna ini, layaknya sebuah sekuel, kembali mengangkat cerita sosok Alif, sang tokoh utama dalam novel sebelumnya. Namun jika dalam buku pertama dihadirkan pengalaman Alif selama menimba ilmu di Pondok Pesantren Madani, dalam buku kedua ini A. Fuadi mengisahkan perjuangan Alif dalam menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.


Diceritakan, sebagai alumni Pesantren yang hanya dijejali ilmu agama, Alif dihadapkan pada tantangan berat; harus lulus dalam UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri) agar diterima sebagai mahasiswa. Dengan kondisi keuangan keluarganya yang minim, maka hanya Perguruan Tinggi Negeri-lah satu-satunya yang paling realistis agar ia bisa kuliah, yang saat itu dikenal murah.

Tidak sedikit orang kampung halamannya yang meragukan kemampuannya, termasuk Randai sahabat karibnya sedari kecil. Namun tempaan di Pondok Madani rupanya membekas kuat dalam sanubarinya, ia selalu terngiang “mantra” sakti yang selalu didengungkan Kiai Rais, gurunya di pesantren berbunyi man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil.       
   
Teringat dengan mantra tersebut, Alif belajar keras melahap semua materi yang hendak diujikan kelak, yang sialnya tidak dikenal di Pondok Madani. Bak orang kesetanan, siang malam ia mengurung diri di kamar, segala cemoohan orang-orang yang meragukan kemampuannya menjadi cambuk penyemangat. Targetnya adalah agar diterima sebagai mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung.

Berkat kegigihannya serta doa yang selalu dipanjatkan, Alif akhirnya mampu menjungkir-balikan prediksi semua yang meragukannya. Ia lulus, berhasil mengalahkan ratusan peserta lain. Maka mulailah pengalamannya sebagai seorang mahasiswa. Namun malang tak dapat ditolak, baru beberapa bulan mengenyam pendidikan di Bandung, kabar duka datang dari kampung, sang Ayah sakit keras. Bahkan, akhirnya meninggal dalam pangkuan Alif.

Kehilangan sosok ayah yang menjadi tulang punggung keluarga membuatnya goyah. Jangankan untuk meneruskan kuliah, untuk hidup pun terasa susah. Padahal adiknya sendiri membutuhkan biaya. Rupanya mantra man jadda wajada tidak cukup ampuh untuk memenangkan pertarungan kali ini. Alif sempat mengibarkan bendera putih tanda menyerah dan bermaksud berhenti kuliah, namun gagal ketika diutarakan ke sang Ibu yang menyemangatinya agar jangan mudah menyerah.

Sekali lagi, pengalamannya menimba ilmu pada Kiai Rais di Pondok Madani mampu menyelamatkan hidupnya dan meletupkan kembali semangatnya yang nyaris padam. Pengalaman pahit hidupnya membuat ia teringat kembali pada mantra penguat hati yang pernah diajarkan di sana berbunyi man shabara zhafira, barangsiapa yang bersabar akan beruntung.

Maka dengan tekad dan semangat baru, Alif berusaha keras melanjutkan kuliahnya. Beragam cara ia lakukan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mulai dari mengajar privat hingga berbisnis, semuanya mengalami kegagalan. Namun mantra penguat hati nampaknya benar-benar telah terpatri dalam jiwanya, sehingga tak kenal menyerah. Alif akhirnya banting stir mencoba menjadi seorang penulis. Ia bahkan memiliki seorang guru bernama Togar, seorang penulis opini diberbagai media cetak, baik lokal maupun nasional. 

Novel setebal empat ratus tujuh puluh tiga halaman ini, bertebaran muatan hikmah kehidupan. Akan saya petikkan salah satu petuah Kiai Rais di dalamnya: otak yang biasa-biasa saja selalu bisa diperkuat dengan ilmu dan pengalaman. Usaha yang sungguh-sungguh dan sabar akan mengalahkan usaha yang biasa-biasa saja. Kalau bersungguh-sungguh akan berhasil, kalau tidak serius akan gagal. Kombinasi sungguh-sungguh dan sabar adalah keberhasilan. Kombinasi man jadda wajada dan man shabara zhafira adalah kesuksesan. (Halaman. 195)

Petuah bijak sang kiai di atas, bisa jadi pada dasarnya merupakan inti dari buku karya mantan wartawan Tempo ini, bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi ruh dari trilogi Negeri 5 Menara itu sendiri. Kisah sosok Alif, patut dicurigai merupakan pengalaman pribadi penulisnya, mengingat begitu banyak persamaannya. Namun, tentu saja ditambahi bumbu-bumbu yang menarik sebagai sebuah cerita dan tak lupa dilengkapi menggunakan gaya bahasa yang enak untuk dibaca.                

lintasberita

Lanjut Baca

Buku Serba-serbi Sang Technosof - ulasan

Judul Buku: Habibie: Kecil tapi Otak Semua
Penulis: A. Makmur Makka
Penerbit: Edelweiss
Cetakan: I, Februari 2011
Tebal: 355 Halaman

Sejarah industri pesawat terbang di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari nama Bacharuddin Jusuf Habibie (BJH). Ya, mantan Chief Methods and Technologies Research and Developments pabrik pesawat terbang Messerchmitt Bolkow Blohm di Hamburg, Jerman ini memang merupakan penggerak utama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).

Sayang, badai krisis moneter membuat Indonesia jatuh ke dalam jeratan International Monetary Fund (IMF), yang salah satu syaratnya adalah Indonesia (IPTN) tidak diperbolehkan “berjualan”. Hakl ini mengakibatkan perusahaan dirgantara kebanggaan rakyat Indonesia tersebut terpuruk. Pesawat unggulan CN-235 dan CN-250 yang seharusnya menembus pasar internasional, ambruk dan mati suri hingga kini. Imbas dari jeratan IMF tersebut.         

Namun meski sosok BJH identik dengan kecanggihan teknologi dan pesawat terbang, keliru jika memahami sosok nan bersahaja dan selalu mengenakan peci hitam ini melulu berkutat dengan soal tersebut. Bagaimanakah BJH secara lebih manusia dalam kesehariannya? Buku karya A. Makmur Makka ini berusaha mengupas serba-serbi yang bisa jadi hanya sedikit orang mengetahui.  

Dilahirkan di Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936, BJH lahir dengan bantuan dukun beranak yang disebut Sandro, bernama Indo Melo, hanya dengan menggunakan sebilah kulit bambu yang tajam. Beranjak masa kanak-kanak, Rudy, panggilan akrab BJH semasa kecil, berhasil merebut piala dalam lomba menyanyi keroncong. Hingga dewasa kegemaran menyanyi ini masih terbawa dengan lagu-lagu favoritnya antara lain; Sepasang Mata Bola, Hampir Malam di Jogja, dan Widuri. (Halaman. 31-36)

Saat menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, BJH terkenal dengan ketelitiannya. Ini mungkin karena prinsipnya the devil is in details. Wajar jika para kader baik peneliti maupun pejabat struktural di lembaga nondepartemen atau industri strategis selalu berhati-hati saat melaporkan data. BJH memang dikenal memiliki daya memori yang sangat kuat. Data yang dilaporkan seminggu atau sebulan lalu, harus konsisten dengan data yang dilaporkan hari ini.

Daya ingat BJH yang sangat kuat juga diakui oleh Wardiman Djojonegoro, teman sekamar BJH di Aachen semasa mahasiswa. Wardiman yang belajar bahasa Prancis melalui kaset di kamar sebelah tidak bisa cepat hafal pelajaran itu, sementara BJH yang tidak langsung ikut mendengar kaset pelajaran itu di kamar yang lain malah lebih cepat menghafalnya. (Halaman. 154).

Kekuatan daya ingat dan kecerdasan nampaknya menjadi stereotip kebanyakan orang terhadap BJH, demikian pula persepsi dari seorang Jaya Suprana. Budayawan yang juga kelirumolog ini, dalam sebuah acara di depan civitas akademika Universitas Indonesia tahun 2010, dengan lantang setengah berkelakar menyatakan: “Walaupun BJH berpostur kecil, namun di seluruh tubuhnya terdiri dari otak. Berbeda dengan saya yang walaupun gempal, tetapi “isinya” dengkul semua”.        

Saking cerdasnya dalam bidang teknologi, seorang teman BJH di Jerman mengatakan bahwa sebenarnya ia bukan lagi seorang teknokrat, melainkan sudah technosof, orang yang mendalami filsafat teknologi. Tidak mengherankan jika pada 10 Januari 2010, Universitas Indonesia memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada BJH dalam ilmu Filsafat Teknologi. 

Meski demikian hal itu bukan berarti BJH mengabaikan kebugaran fisiknya. BJH bisa berjam-jam menghabiskan waktunya untuk berolah raga renang. Bahkan pada hari-hari berduka setelah Ibu Ainun, sang istri, tidak ada lagi, BJH makin rajin berenang untuk memulihkan kesehatan yang dalam beberapa bulan terakhir siklus tidur malamnya banyak terganggu. (Halaman. 332).

Berjudul lengkap Habibie: Kecil tapi Otak Semua, buku ini berbeda dengan buku sejenis dalam hal setting dan nuansanya. Hal ini disebabkan rentang waktu kejadian yang cukup panjang, maka urutan kejadian disusun tidak berdasarkan kronologis waktu dan aktualitas, tetapi berdasarkan sekat-sekat tema yang sesuai setiap kejadian dan kisah.

Sejumlah kisah yang disajikan dalam buku setebal tiga ratus lima puluh lima halaman ini merupakan kisah yang dialami penulisnya, maupun dikutip dari berbagai narasumber. Banyak kemungkinan yang bisa tergali dalam buku ini yang disuguhkan secara manusiawi; penderitaan, kesedihan, keluguan, pengorbanan, dan lain-lain. Semuanya menghadirkan serba-serbi kehidupan sang technosof. Kendati ada kesan buku ini semacam anekdot karena sejumlah kisah yang dimuat di dalamnya bisa membuat pembaca tersenyum  dan tertawa ketika membacanya.


lintasberita

Lanjut Baca

Buku Novelisasi Sejarah Kelam Jepang - ulasan

Judul Buku: The Heike Story: Kisah Epik Jepang Abad ke-12
Penulis: Eiji Yoshikawa
Penerjemah: Antie Nugrahani
Penerbit: Zahir Book, RedLine Publishing
Cetakan: Pertama, Juni 2010
Tebal: 750 Halaman

Lakon diawali dengan “rutinitas” pertengkaran yang biasa terjadi pada keluarga Samurai bernama Tadamori  dengan istrinya yang super bawel, Yasuko.  Saking bawelnya, sang istri dijuluki “kertas minyak terbakar” oleh suaminya, gambaran betapa mudahnya ia tersulut api amarah. Kemiskinan keluarga dijadikan kambing hitam oleh Yasuko atas sikap buruknya.

Rumah mereka di Imadegawa, wilayah pinggiran ibu kota, digambarkan sebagai reruntuhan yang mengenaskan, atapnya yang bocor tidak pernah diperbaiki, sedang sang suami, sering bersikap cuek dan malas-malasan, begitu ia berkilah. Maklum, Yasuko berasal dari klan bangsawan Fujiwara yang dikenal golongan high-class masa itu, sedangan Tadamori hanyalah samurai dari klan Heike yang miskin. Fakta inilah yang biasa diungkit-ungkit sang isteri ketika ia bak orang kesurupan, memuntahkan semua unek-unek dan umpatannya kepada suami dan anak-anaknya.

Meski jauh dari gambaran keluarga yang harmonis, bayi demi bayi tetap lahir dari rahim ibu rumah tangga keluarga ini. Setelah si Sulung Heita Kiyomori, lahirlah adiknya Tsunemori yang kemudian disusul oleh anak ketiga bahkan keempat. Sebagai anak tertua yang telah dewasa, Kiyomori memahami betul isi “jeroan” keluarganya. Terlebih ia yang paling kerap menjadi pelampiasan kemarahan dan kekecewaan ibunya.


Siapa nyana, pemuda miskin yang broken home dan sering hidup dalam kondisi perut kosong ini, kelak menjadi sosok pemimpin yang sangat berpengaruh bukan saja pada klan-nya, namun cengkeraman kekuasannya menggamit seantero kekaisaran Jepang. Ia bukan hanya memiliki ratusan ribu prajurit Samurai, namun juga diberkahi dengan kemampuan berpolitik yang mumpuni.

Fiksi Histori

Cerita karya Eiji Yoshikawa ini memiliki kompleksitas yang multi dengan tingkat akurasi historisitas yang diusahakan sepresisi mungkin. Obyektifitas si penulis juga dapat terendus dengan mendeskripsikan tokoh yang seharusnya protagonis menjadi lebih manusiawi lengkap dengan segala kekurangannya, berbeda dengan penulis lain yang cenderung memposisikan tokoh utama layaknya dewa.

Akan saya petikan kata-kata Kiyomori, guna mendukung asumsi tadi, ketika ia mengampuni tiga nyawa anak-anak musuh besarnya Yoshitomo, pemimpin klan Genji: “Aku tidak berpura-pura menjadi manusia budiman. Manusiawi jika aku merasa iba kepada seorang bocah seperti Yoritomo. Menghukum mati dirinya saat ini juga bukan langkah yang bijaksana, dan aku tidak ingin masyarakat membenciku” (halaman. 467).

Di bagian lain, ia tergoda oleh kecantikan Tokiwa, gundik Yoshitomo sekaligus ibu kandung ketiga anak tersebut, dan tanpa sungkan memperkosanya. Meski akhirnya menyadari kekhilafannya dan segera insyaf. Karakter pemarah, gila perempuan dan ambisius sosok Kiyomori akan kita temukan seiring dengan sifat penyayang, menghormati orang tua, dan perhatian terhadap rakyat jelata yang seolah-olah sedang bertempur memperebutkan identitas dalam diri Kiyomori.         

Selain itu, rasionalitas moral yang dijadikan standar hidupnya cenderung berbeda dengan kultur yang dianut sebagian masyarakat berbudaya Timur. Keberaniannya memukul Yasuko yang nota bene ibu kandungnya sangat kontras dengan ketaatan dan penghormatannya terhadap Ariko, ibu tirinya yang ia ta’dzimi. Mengingat sikap keduanya yang diametral.

Sebagaimana novel terdahulunya Musashi, novel ini pun tergolong cukup tebal dan semakin mengerek namanya sebagai novelis dunia dengan spesialisasi fiksi histori Jepang. Namun sebagai sebuah kisah yang lahir dari perkawinan antara fakta sejarah dan imajinasi penulisnya, ketebalan tersebut tidak membuat jenuh. Bahkan di ending cerita seperti ada ganjalan yang ada di benak kita berupa pertanyaan, bagaimana kelanjutan kisah tokoh-tokoh di dalamnya.

Sebagai sebuah fakta sejarah, peristiwa tersebut dapat kita ketahui melalui manuskrip-manuskrip resmi yang ada, namun bagaimana imajinasi Eiji yang penuh warna sangat menarik untuk dinikmati. Mengingat karya fiksi sebagai hasil dari proses imajinasi, bukan catatan sejarah yang harus menitikberatkan pada data-data faktual. Sehingga ia memiliki dunianya sendiri, yang bisa saja dibengkokkan dari mainstream sejarah.

Paradoks

Sekilas buku ini nyaris sempurna sebagai sebuah epik, namun di dalamnya terdapat beberapa keganjilan. Kondisi ekonomi keluarga Tadamori yang digambarkan morat-marit dan kerap meminjam uang kepada adiknya demi sesuap nasi, sangat paradoks dengan statusnya sebagai pemimpin klan. Bahkan di rumahnya pun ia memiliki beberapa anak buah yang butuh penghidupan. Lalu bagaimana ia mampu membiayai kebutuhan mereka sedangkan untuk mencukupi anak isteri sendiri ia kesulitan? Untungnya pembaca akan kadung terlena dengan kisah para tokohnya sehingga abai akan hal itu.  

Menjelajahi halaman demi halaman buku ini, akan membuat kita merenung dan mencoba membandingkan antara masa lalu dan masa kini Jepang dan Indonesia. Ada keterkaitan yang erat antara Jepang modern dengan Jepang masa silam terutama abad ke-12. Jepang hari ini masih kental memperlihatkan pengaruh dari ajaran Bushido, atau kode etik samurai. Namun mereka sukses mentransfer nilai-nilai tersebut ke dalam sikap kerja yang lebih riil, sehingga tidak gamang mengarungi modernitas dan sukses menjadi negara maju.

Sebaliknya, meski memiliki kebudayaan dan akar sejarah yang lebih panjang, di Indonesia semuanya hanya berujung pada mitos-mitos yang jauh dari realitas. Bagaimana kebesaran Majapahit, Sriwijaya, Padjajaran maupun sosok Ratu Adil, sekedar berfungsi meninabobokan masyarakatnya untuk terus menunggu Godot, tanpa memahami filosofinya dalam konteks kekinian. Bahkan kondisi geografis dan demografis yang jauh lebih unggul daripada Jepang pun seolah menjadi mubazir. Sebuah kegagalan yang melahirkan keterbelakangan berkepanjangan.    

Peresensi:
Noval Maliki, penikmat novel Jepang dan penggiat Demi Buku Institut, Tinggal di Yogyakarta


lintasberita

Lanjut Baca

Buku Penemuan Surga yang Hilang - ulasan

Judul        : Atlantis 
Penulis     : Prof. Arysio Santos
Penerbit   : Ufuk, Jakarta
Cetakan   : Mei, 2010
Tebal        : 677 halaman 

Surga telah ditemukan! Surga apa? Di mana? Surga yang dimaksud adalah Surga Atlantis. Letaknya di negera kita, Indonesia. Tepatnya, di Selat Sunda. Seorang geolog dan fisikawan nuklir asal Brazil, Prof. Arysio Santos, menyatakan dengan yakin dan tegas bahwa ia telah menemukan Surga yang Hilang itu di Indonesia. Dan ia sedikitpun tidak ragu dengan penemuannya ini.

Disebutkan, pada 75.000 tahun yang silam pernah terjadi ledakan Gunung Toba yang sangat dahsyat. Ledakan gunung berapi yang satu ini telah mengawali sebuah Zaman Es yang terakhir. Kemudian, 11.600 tahun silam, Gunung Krakatau juga meletus dengan kedahsyatan tak terkira. Letusan yang mahadahsyat ini bahkan menghancurkan segalanya; bukan hanya umat manusia yang ditaksir mencapai 20 jutaan, bahkan semua makhluk yang ada di surga ini pun musnah. Barangkali hanya sedikit saja yang tersisa. Inilah akhir dari kisah tentang Zaman Es terakhir.

Sungguh, bencana Krakatau adalah bencana semesta. Suku Indian Washo menggambarkan: Sebuah gempa bumi mahadahsyat yang menyebabkan gunung-gunung membara. Lidah-lidah api menjulur ke angkasa. Bintang-gemintang berjatuhan bagai batu meleleh. Banjir mendera, dan manusia-manusia mencoba menyelamatkan diri dengan membangun menara yang tinggi.

Surga bumi yang indah pun hilang. Plato menggambarkan bahwa Surga Alantis yang berada di kawasan tropis itu: berlimpah sumber daya alam seperti timah, tembaga, seng, emas, perak, beraneka buah-buahan, padi, rempah-rempah, gajah raksasa, hutan dengan beragam jenis pohon, sungai, danau, dan saluran irigasi. Sayang, semua itu lenyap.

Selama ribuan tahun, Surga Atlantis pun telah menjadi teka-teki tak terjawab hingga datang seorang ilmuan bernama Arysio Santos. Banyak ilmuan yang menebak-nebak letak surga indah ini. Moreau de Jonnes menyatakan ia ada di selat Bosphorus, R. Hennig di Spanyol, Borchardt di Libia, Leo Frobenius di Benin, Afrika, sedang Olaus Rudbeck di Laut Utara. Semua pendapat ini menurut Santos adalah konyol belaka. Lalu di mana tepatnya? Indonesia. Kini, surga indah itu ada di bawah lautan, tepatnya di bawah Selat Sunda.

Penemuan Prof. Santos ini menggemparkan bagi ilmuan Barat maupun Timur. Sejak lama surga ini dicari-cari, dan tidak ada yang bisa menemukannya. Sebagian karena tidak ada yang benar-benar dapat menemukannya lantaran keterbatasan data. Sebagian lagi disebabkan adanya hasrat tersembunyi untuk sengaja menutup-nutupi.

Dugaan sesat selama ini adalah: bahwa Atlantis itu terletak di Samudera Atlantik yang kita kenal hingga sekarang, yakni di antara Eropa dan Afrika di satu sisi dan Amerika di sisi lain. Teori ini sama sekali tidak didukung dengan data-data ilmiah yang akurat. Dalam pandangan Santos, Atlantik seperti digambarkan filsuf agung Yunani, Plato, tidak mungkin ada di Samudera Atlantik sekarang.

Adakah Plato berbohong kepada kita? Tidak, jawab Santos. Bahkan semua yang digambarkan oleh filsuf ini semuanya sesuai dengan data-data yang ia temukan. Alhasil, Plato akurat dan benar dalam hal ini. Tentu saja, Santos tidak berhenti pada pendapat Plato saja. Ia juga melakukan beragam analisis dengan data-data dari beragam disiplin ilmu: bahasa, simbol, kitab-kitab suci, sejarah, dan tentu saja menggunakan amatan dengan alat-alat canggih lainnya.

Temuan ini mengejutkan sekaligus mengagumkan. Hemat Santos, Indonesia adalah asal-usul peradaban dunia sekarang ini. Indonesia asal mula agama Hindu dengan bahasa Sansekerta dan Dravida. Karena bencana api raksasa dari Gunung Krakatau inilah, moyang kita melakukan eksodus ke mana-mana: India, Cina, Mesir, bahkan hingga ke Amerika.

Sungguh, dalam hemat Santos, moyang semua bangsa ini pada hakikatnya telah membangun peradaban tinggi pada masanya. Adalah salah besar pendapat yang menyatakan bahwa moyang kita itu bodoh dan primitif. Buktinya, mereka sudah mengembangkan budaya bercocok tanam, bahasa, agama, metalurgi, astronomi, seni, dll., yang hingga kini masih bertahan.

Peradaban amat besar ini pun pada akhirnya berhasil bertahan dan dikembangkan di daerah-daerah di mana mereka, moyang semua bangsa, bertempat setelah Atlantis alias Indonesia ini tidak memungkin akibat bencana maha besar tersebut. Agama Hindu di India tetap bertahan hingga sekarang. Juga kesenian dan aneka ilmunya. Demikian juga di wilayah-wilayah lain: Cina, Mesir, Afrika, Australia, bahkan Amerika.

Dengan penemuan Arysio Santos ini, bangsa Indonesia patut berbangga hati: ternyata moyang kita adalah asal-usul semua bangsa di dunia, dan Indonesia menjadi tempat awal mula bersemainya peradaban dunia. Kita sekarang bisa angkat kepala berhadapan dengan orang-orang Barat yang angkuh dan mendaku diri makhluk paling super di dunia. Harga diri kita sekarang jauh lebih tinggi dari bangsa dan Negara mana pun, tanpa harus menjadi angkuh dan sombong.

Hanya saja yang patut digarisbawahi adalah: pemerintah kita dan semua ilmuan Indonesia yang terkait dengan penemuan ini harus mengambil langkah-langkah tepat dan cepat agar kita tidak menjadi penonton di kandang sendiri. Jangan sampai harta karun sangat berharga ini lepas dari tangan kita. Jangan sampai ada bangsa dan Negara lain mendaku diri pemilik sah atas budaya dan peradaban kita.

Kementrian Pendidikan Nasional pun seyogianya menjadikan Atlantologi sebagai mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah menengah dan perguruan tinggi. Terlambat dalam agenda sangat penting ini akan mengorbankan masa depan depan Indonesia sendiri. Sudah sepatutnya, Indonesia menjadi pemrakarsa paling aktif dalam melakukan riset-riset ilmiah demi meneruskan apa yang sudah dihasilkan oleh Arysio Santos.

Segenap warga Indonesia pun sepatutnya mengkaji, minimal tahu, tentang Surga yang Hilang dan yang kini telah ditemukan. Tak ada bangsa yang besar tanpa mengenal jati dirinya. Dan tak mungkin mengenal jati diri kalau tidak tahu asal usul kita sendiri. Alhasil, sejak sekarang kita harus sepatutnya bangga menjadi manusia Indonesia.

lintasberita

Lanjut Baca

Buku Menjadi Magnet Uang - ulasan

Koran Sindo, 8 Mei 2011

Judul Buku: How to Become A Money Magnet
Penulis: Marie-Claire Carlyle
Penerbit: Foresta
Penerjemah: Dwi Karyani
Cetakan: I,  April 2011
Tebal: 271 Halaman

Tahukah Anda bahwa bahasa yang kita gunakan sehari-hari, baik dalam tulisan, lisan, atau dalam cara kita berpikir, dapat memengaruhi kita untuk menjadi magnet uang? 

Setidaknya, demikianlah menurut Marie-Claire Carlyle penulis buku berjudul How to Become A Magnet Money ini.Teorinya adalah pikiran, tubuh, dan jiwa pada hakikatnya terhubung. Pilihlah kata-kata yang dapat memberi perasaan positif. Maka, perasaan positif tersebut akan bertindak sebagai magnet, menarik alasan lebih banyak untuk merasakan hal positif. 

Secara sederhana dapat dikatakan menjadi magnet uang berarti mencari kekayaan dalam diri guna menarik kekayaan dari luar. Prinsipnya kita adalah magnet, menarik apa pun yang kita pikirkan ke dalam hidup kita. Hal ini bukan omong kosong belaka, sains telah membuktikan bahwa kita adalah makhluk energik dan kita mampu menarik apa yang kita pikirkan. Hidup kita sendiri pada dasarnya merupakan refleksi atas pemikiran kita, baik pikiran sadar maupun bawah sadar.

Maka dengan demikian mengubah pemikiran berarti mengubah kehidupan kita (halaman 244). Teori magnet uang berdasarkan pada prinsip tarik-menarik (law attraction) adalah sebuah hukum semesta yang tidak dapat dihindari. Hukum ini menyatakan bahwa “suka akan menarik suka”. Jika kita marah, kita akan menarik lebih banyak lagi alasan untuk marah. Jika merasa kaya dan bersyukur atas segala yang kita miliki, kita akan mampu menarik lebih banyak alasan untuk merasa kaya dan bersyukur atas semua yang kita miliki. 

Albert Einstein, seorang fisikawan terbesar yang pernah ada, menjelaskan fenomena ini melalui rumusan fisika kuantumnya yang terkenal; E=mc2, yang maknanya bahwa semua materi terdiri atas energi. Kursi, meja, tirai, pakaian, tubuh bahkan pikiran, semua terbuat dari energi. Semakin padat suatu objek, semakin rendah frekuensi energinya. Melalui energi, kita pada dasarnya terkait dengan segala sesuatu yang lain (halaman 39). 

Kondisi keterkaitan ini membuka berbagai kemungkinan dan keajaiban. Jika kita mengirimkan getaran pada frekuensi tertentu, maka kita akan menarik koneksi yang sama. Jika benar-benar yakin bahwa segala sesuatu itu mungkin, maka kita akan terhubung dengan berbagai kemungkinan. Saling keterkaitan sendiri artinya tidak ada yang terjadi secara kebetulan. 

Luruskan pikiran untuk menarik lebih banyak uang maka akan menarik lebih banyak uang, demikian pula sebaliknya. Namun, dalam praktiknya hal tersebut tidaklah mudah karena tantangan terbesar bagi pikiran kita ada pada pikiran bawah sadar. Celakanya lagi, lebih dari 80 persen pemikiran kita berasal dari pikiran bawah sadar, sehingga kita mungkin akan membuat, tanpa sadar, suatu kenyataan yang dengan pikiran sadar tidak kita sukai. 

Misalnya; kita ingin punya banyak uang (pikiran sadar) tapi kita tidak menyukai orang kaya (pikiran bawah sadar) karena telah tertanam pikiran bahwa “orang kaya itu jahat”.Sehingga pikiran bawah sadar kita menjauhkan diri kita dari kaya dan jahat. Banyak orang membuat pilihan ekstrem antara menjadi miskin dan religius atau kaya dan egois. Selain itu ada stigmatisasi terhadap “uang”yang seolah- olah dianggap kotor dan vulgar. Padahal, pendapat kita terhadap uang akan memengaruhi seberapa banyak kita menarik uang. 

Semakin mensyukuri uang milik kita,maka akan semakin banyak uang yang bisa kita tarik. Jika ingin mengubah hasil, maka kita perlu mengubah pola pikir yang menciptakan hasil tersebut. Dengan mengubah pola pikir tentang uang, kita dapat mengubah diri kita menjadi magnet uang (halaman 128). Kendati demikian,yang harus dicatat adalah bahwa uang bukan segala-galanya. Sebenarnya uang sendiri tidaklah berharga. 

Sangatlah pandir jika ada orang yang terdampar di pulau terpencil berharap untuk menjadi magnet uang. Bukankah uang pada dasarnya toh hanya alat tukar untuk sebuah nilai ? Maka agar benar-benar merasa kaya dalam setiap pengertian, optimalisasi nilai diri kita sendiri jauh lebih penting, sehingga pada akhirnya uang akan berdatangan dengan sendirinya. Atau dalam istilah karya peraih dua gelar bisnis dan konsultan fengsui ini, bekerjalah dengan prinsip focus (fokus), action (tindakan), dan belief (keyakinan). 

Buku setebal 271 halaman ini ditulis dalam urutan yang teratur. Bagian pertama membahas tentang teori bagaimana menjadi magnet uang dan melihat kondisi keuangan pembaca saat ini. Bagian kedua akan melihat bagaimana pembaca dapat mulai menarik uang lebih banyak begitu mengikuti beberapa tahap dasar. Bagian ketiga meletakkan dasar menjadi magnet uang seumur hidup. Cara terbaik untuk membaca buku ini sesuai urutan buku ini ditulis. Dalam setiap bab yang dibahas, juga disertakan studi kasus berdasarkan kisah dan pengalaman nyata.

Noval Maliki, 
Pembaca buku, Direktur Demi Buku Institute, Tinggal di Yogyakarta



lintasberita

Lanjut Baca

Buku Panorama Islam Kontemporer - ulasan


Judul: Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan Barat
Penulis: John L. Esposito
Penerjemah: Eva Y. Nukman dan Edi Wahyu SM
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, Desember 2010
Tebal: 343 Halaman
Harga: Rp.65.000.

Sepanjang sejarahnya, belum pernah Islam tersebar seperti sekarang ini di seluruh dunia dan berinteraksi dengan keyakinan serta masyarakat lain. Membentang dari Kairo hingga Jakarta di dunia muslim dan dari New York hingga Berlin di Barat. Bagi pemerintah Amerika dan negara-negara Eropa, memahami Islam dan Muslim kemudian menjadi kebutuhan domestik dan prioritas dalam kebijakan luar negeri mereka.

Meski demikian, tidak sedikit kalangan bingung memahami Islam dan Muslim mengingat paradoks yang menyertainya. Pemimpin kaum muslim menyatakan bahwa Islam adalah agama damai dan adil, namun Osama bin Laden dan teroris Muslim secara global membantai non-Muslim maupun sesama Muslim sendiri. George W. Bush menyebut Islam sebagai agama damai, tetapi penginjil Franklin Graham menyebut Islam agama setan. Samuel Huntington menuduh Islam berlumur darah, sebaliknya Barack Obama menyatakan Islam telah menunjukkan kata-kata dan perbuatan tentang peluang toleransi beragama dan kesetaraan ras. 

Disinilah posisi penting buku ini. Penulisnya, Jhon L. Esposito, berusaha menunjukkan panorama Islam kontemporer lengkap dengan dinamika internal yang terjadi di dunia Muslim. Sebagai orang Amerika non Muslim, Ia lebih bisa didengar karena dianggap mampu memandang Islam secara lebih obyektif, apalagi Esposito merupakan pemikir kenamaan tentang Islam dari Georgetown University Amerika dan penafsir Islam paling otoritatif di negeri Paman Sam tersebut.

Komunitas Barat tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan di dunia Muslim. Apa yang terjadi di dunia Muslim, akan berimbas terhadap dunia Barat juga. Karena menurut Esposito, Islam tidak hanya sebuah keyakinan yang mengilhami kesalehan pribadi dan menyuguhkan makna serta pedoman bagi kehidupan saat ini maupun nanti, namun Islam juga menjadi ideologi pandangan dunia yang menginformasikan politik dan masyarakat Muslim. (Halaman 21)

Selain itu, ketika membicarakan Islam, kenyataannya Islam tidaklah monolit. Ada beragam Islam atau penafsiran terhadap Islam. Citra, realitas dan umat Islam banyak dan variatif; secara religius, budaya, ekonomi dan politik. Kaum Muslim adalah mayoritas di lima puluh tujuh negara, dan mereka mewakili banyak kebangsaan, bahasa, suku dan marga serta adat istiadat. Terlebih porsi terbesar dari 1,5 milyar warga muslim dunia bukanlah bangsa Arab melainkan Asia dan Afrika. Inilah yang membuat Islam memiliki wajah beragam, sehingga mendekati dan memahaminya tidak dapat digeneralisir dengan satu pendekatan.  

Harus diakui popularitas Islam di Barat menanjak semenjak tragedi 11 September 2001 -yang meluluh-lantakkan World Trade Center dan menerobos pusat kebanggaan militer Amerika, Pentagon- meskipun popularitas ini lebih berkonotasi negatif. Bahkan hingga kini, potret buram tersebut masih terasa. Sebuah ironi yang menunjukkan bahwa minat masyarakat Barat terhadap Islam, lebih disebabkan adanya asumsi bahwa Islam sebagai potensi berbahaya, tinimbang keagungan budaya.  

Berlawanan dengan stereotype yang dianut mayoritas masyarakat Barat, Esposito menegaskan bahwa hampir semua umat Islam sama pedulinya dengan Barat terhadap bahaya ekstremisme dan terorisme. Bahkan, umat Islam-lah yang menjadi korban utama ekstrimis dan teroris Muslim. Mayoritas umat Islam menolak kekerasan dan terorisme, termasuk serangan 9/11, mencelanya sebagai yang tidak Islami serta mengancam keselamatan dan keamanan negara beserta penduduknya. (Halaman 215) 

Ia juga membantah asumsi bahwa Islam tidak sesuai dengan semangat abad 21. Merujuk pada pemikirian para pemikir Islam kontemporer seperti Tariq Ramadhan, Syaikh Ali Gumah, Mustafa Ceric, Tim Winter, Heba Rouf dan para televangelis Islam seperti Amr khaled di dunia Arab dan Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) di Indonesia, yang sukses menyajikan wajah Islam secara aktual sekaligus renyah dan progresif tetapi tetap ramah dengan jutaan pengagum. 

Dengan demikian masalah mendasar untuk pembangunan dan stabilitas jangka panjang di Arab dan Muslim bukan Islam atau gerakan Islam, melainkan pergulatan antara otoritarianisme dan pluralisme. Karena itu, fokus utama perhatian Amerika dan Barat semestinya bukan agama, melainkan perubahan politik, sosial, dan ekonomi di tempat umat Islam tinggal. Gelombang revolusi yang melanda Mesir dan beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim lainnya yang tengah berlangsung saat ini, bisa menjadi bukti shahih atas teorinya ini. Mengingat gerakan tersebut lebih disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang menjadi isu utama demonstran. 

Buku berjudul lengkap Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan Barat ini, disebut oleh penulisnya sebagai puncak karyanya dalam kajian Islam dan politik kaum Muslim. Sayangnya di buku ini, Esposito seolah mengamini teori Huntington dengan clash of civilization-nya. Hal ini terlihat dari digunakannya terminologi Barat dan Islam secara vis a vis. Padahal sebagaimana banyak dikritik banyak kalangan, oposisi biner tersebut sangat tidak tepat, mengingat Barat merujuk pada konteks geografis sedangkan Islam religiusitas. 

Meski demikian dengan kekayaan data yang dapat dipertanggungjawabkan ditambah kekuatan analisa penulisnya yang bernas, tidak mengherankan jika buku ini menjadi rujukan wajib baik bagi para akademisi maupun kalangan umum mengenai politik Islam, disertai ketulusan yang ditunjukkan Esposito demi terciptanya hubungan yang harmonis antara penghuni semesta, membuat buku ini patut diapresiasi selayaknya. Tidak keliru jika Karen Armstrong dalam pengantar buku ini menyatakan Esposito mampu menyarikan pengantar panorama Islam kontemporer secara jelas dan informatif.

lintasberita

Lanjut Baca

Buku Menggagas Pemimpin Berbudaya - ulasan


Koran Sindo, 24 April 2011

Judul Buku: Culture Based Leadership
Penulis: Herry Tjahyono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, 2011
Tebal: 273 Halaman

Herakleitos, filsuf Yunani Kuno, menyatakan bahwa segala sesuatu mengalir seperti sungai, segala sesuatu berubah, panta rhei. Satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri.

Perubahan, entah yang terkait dengan diri sendiri (personal context) maupun sosial (social/organization context), mau tak mau akan melibatkan sebuah proses penting bernama transformasi, yang melibatkan sebuah proses perubahan mendasar (fundamental change).Transformasi juga akan melibatkan dua kata vital: kepemimpinan (leadership) dan budaya organisasi (organization/corporate culture). Secara de facto, keduanya merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam mengelola sebuah proses transformasi two sides of a coin.

Lebih khusus lagi,yang akan menjadi ujung tombak untuk memenangkan proses transformasi dalam organisasi dan perusahaan, ada dua: Kepemimpinan berbasiskan budaya (Culture Based Leadership) dan Budaya Kinerja Tinggi (High Performing Culture). (halaman 17) Buku Culture Based Leadership ini berusaha menguak rahasia- rahasia penting yang telah membuat sebagian perusahaan mampu menjadi great companies. Rahasia itu terentang dari bagaimana budaya mampu mendongkrak kinerja, teknik pemetaan dan pengukurannya, pembangunan budaya sehat dan kuat, hingga Indeks Budaya (HPC Index) yang menjadi mercusuar kinerja organisasi.


Maju-mundurnya suatu organisasi akan sangat dipengaruhi apa yang dilakukan dan diputuskan pemimpinnya.Pemimpin adalah representasi organisasi, sebesar apa pun organisasinya, berapa pun jumlah anggotanya dan siapa pun yang bernaung di bawahnya, seorang pemimpinlah yang memutuskan ke mana organisasi akan dibawa, dan bagaimana cara membawanya. Kekuatan manusia ialah bahwa ia mampu memahami keseluruhan realitas, capax universi. Seorang pemimpin, selayaknya mampu membawa seluruh alam semesta (organisasi maha besar) serta organisasi yang dipimpinnya ke dalam penghayatannya sehari-hari. Inilah salah satu nilai terdalam dan terluhur dari seorang pemimpin.

Seperti kita ketahui, salah satu kelemahan kepemimpinan di tanah air adalah banyaknya pemimpin yang ragu-ragu, serba bimbang, indecisif, apa pun latar belakang dan alasannya. Padahal, inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Kepemimpinan sesungguhnya juga sebuah proses belajar, maka dalam diri seorang pemimpin harus terkandung kapasitas seorang pembelajar. (halaman 234-235). Itu sebabnya, pengertian culture based leadership (CBL) dalam buku ini bermuara pada inti kepemimpinan yang sama, yakni pengambilan keputusan. Namun, keunikan sekaligus keistimewaannya adalah pada dasar dan jenisnya, yakni terkait dengan otentisitas dan kultural (authentic and cultural decision).

Otentik berkaitan dengan nilai-nilai diri sebagai pemimpin, sedangkan kultural berkaitan dengan nilai-nilai perusahaan atau budaya perusahaan. Keputusan otentik dalam CBL akan berhubungan dengan nilai-nilai diri seorang pemimpin. Semakin baik nilai-nilai diri pemimpin, dan semakin kuat nilai-nilai diri itu melandasi segenap sikap dan perilaku kepemimpinannya, maka semakin otentik segenap keputusan kepemimpinannya, begitu pula sebaliknya. Sedangkan keputusan kultural berkaitan dengan interaksi kepemimpinan dan budaya dalam bentuknya yang paling positif dan produktif.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang pemimpin menyerap, menyelaraskan, dan mengaktualisasikan atau merealisasikan nilai-nilai organisasi yang dipimpinnya. ( halaman.253-261). Jadi, proses pengambilan keputusan kepemimpinan dalam CBL ialah berdasarkan pada nilai-nilai diri dan nilai-nilai perusahaan/organisasi yang selaras. Dengan tujuan terciptanya pembangunan kepercayaan (trust) serta komitmen (commitment) dari key stakeholder. Dalam konteks bernegara, karakter ini harus dapat ditemukan dalam diri sosok pemimpin/presiden sehingga rakyat sebagai key stakeholder tidak menjadi korban dan dirugikan.

Selain itu, Budaya Kinerja Tinggi (High Performing Culture/ HPC) merupakan ujung tombak lain dari proses transformasi. Terdapat lima langkah rawan dan krusial dalam pembentukan HPC; dimulai “di” atau “dari” atas, ukurlah budaya saat ini, identifikasikan dengan jelas tujuan dan nilai, komunikasikan tujuan dan nilai-nilai itu ke segenap karyawan, dan ajarlah semua manajer untuk ikut membentuk lingkungan, atau mengampanyekan tujuan dan nilai-nilai. Membangun kepercayaan adalah modal terbesar seorang pemimpin.

Banyak cara dilakukan oleh pemimpin untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan. Indonesia sebagai sebuah organisasi yang besar, memiliki pemimpin bernama Susilo Bambang Yudhoyono dengan kepercayaan penuh dari rakyat melalui politik pencitraan, hingga terpilih dua periode. ●



lintasberita

Lanjut Baca

Buku Rahasia Sukses Pengusaha Singapura - ulasan

Kompas.com 

Judul Buku: Towkay Ho Seh Boh?
Penulis: Ah Chuan
Penerbit: Ufuk Press
Penerjemah: Meda Satrio
Cetakan: Pertama, Februari 2011
Tebal: 177 Halaman

Singapura, atau yang biasa dijuluki sebagai Negeri Kepala Singa, dikenal bak negeri impian. Tempat favorit bagi kalangan berduit, dengan segala fasilitas serba wahid. Keberadaan Singapura memang membuat iri para tetangga, terutama Indonesia.

Betapa tidak, meski hanya memiliki daratan seluas 704 km2, bersama Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan, negara ini menjadi salah satu dari empat macan Asia. Tidak hanya itu, negara ini mendapatkan gelar pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, dengan pertumbuhan PDB 17,9 % pada pertengahan pertama 2010.  Singapura juga pemilik cadangan devisa terbesar kesembilan di dunia.

Dengan populasi penduduk yang berjumlah 5 juta jiwa dan luas area daratan yang disebut di atas, maka republik yang pada masa lalu dikenal dengan nama Tumasik ini menjadi negara terpadat kedua setelah Monako. Selain itu, bisnis dan perdagangan menjadi andalan pemerintah dan masyarakat Singapura dalam mengais dollar.  Sebuah pilihan jitu yang terbukti mampu mendongkrak perekonomian negeri ini.

Tidak mengherankan jika selain menjadi kawasan paling diminati investor asing, Singapura juga mampu melahirkan pengusaha-pengusaha (towkay) andal yang semakin menegaskan kemakmuran negeri ini. Salah satu towkay tersebut adalah Ah Chuan, penulis buku berjudul lengkap Towkay Ho Seh Boh?: Rahasia Sukses dan gaya Hidup Konglomerat Singapura.

Berisi empat puluh delapan jurus ampuh seorang towkay Singapura dalam membangun bisnis, meniti jalan kepada kesuksesan dan kekayaan. Meski dikemas dengan penuh humor dan cara yang ringan, buku ini tetap menggambarkan kenyataan menjadi seorang towkay sejati, termasuk nilai-nilai mendasar dan pola pikir untuk menjadi seorang seperti itu. Sebagaimana pepatah mengatakan; sambil menyelam minum air, dengan buku ini sambil mencari pelajaran berharga, pembaca juga akan tertawa terpingkal-pingkal dengan gaya penulis.

Menurut Ah Chuan, bagi seorang towkay, arti keberadaan dirinya adalah keberadaan bisnisnya. Hidupnya adalah bisnisnya, dan bisnisnya adalah hidupnya. Ini berarti bahwa pada saat kita memutuskan akan menjadi towkay dan memulai bisnis, kita bukan menjalankan sembarang bisnis, melainkan bisnis hidup kita. Bisnis yang penuh makna. Sehingga tidak mengeherankan jika semuatowkay yang sukses didorong oleh kecintaan yang membara (passion). Di sinilah makna pekerjaan ditemukan.

Dengan kata lain, bisnis kita adalah teater hidup kita. Semua bisnis semestinya seperti bisnis pertunjukan. Kita adalah sang pemilik teater, sang sutradara, sekaligus sebagai aktor. Kita harus menyerahkan segenap kemampuan demi menyuguhkan penampilan yang terbaik karena tidak seorang pun mau menonton pertunjukan yang menjemukan. Semua orang ingin dihibur dan terpesona. (halaman 21)

Demikianlah filosofi menjadi seorang towkay. Pemahaman terhadap filosofi ini sangat penting agar totalitas dapat terbentuk. Setelah memahami arti menjadi seorang towkay, maka yang diperlukan berikutnya agar menjadi towkay yang tulen adalah harus memiliki impian dan cita-cita.

Seorang towkay harus seorang pemimpi besar yang memerlukan motivasi dosis tinggi untuk menggerakkannya dalam hidup. Namun, motivasi harus datang dari cita-cita karena motivasi sebanyak apa pun tidak akan bisa mendorong orang yang tidak memiliki cita-cita dalam hidupnya. Prinsipnya adalah seseorang miskin bukan karena tidak memliki uang, keahlian, atau pengetahuan, melainkan cita-cita. (halaman 49)

Menariknya, berbeda dengan kebanyakan motivator yang menekankan untuk menjadi nomor satu dalam bisnis Ah Cuan justru sebaliknya. Menurutnya, menjadi nomor satu benar-benar tidak realistis karena tempat itu hanya satu, untuk diisi satu orang. Menjadi nomor satu atau dua hanyalah permainan angka bagi pengusaha yang egois. Meskipun memiliki ambisi besar memang penting, kita tetap harus realistis.

Banyak orang yang terobsesi menjadi nomor satu mulai melakukan diversifikasi dan mengembangkan bisnis mereka hanya demi perluasan saja, sampai bisnis inti mereka terlupakan. Inilah awal kejatuhan mereka. Karena itu, hasrat menjadi nomor satu tidaklah sehat. Sehingga jangan berusaha menjadi nomor satu dalam segala hal, tetapi berikan kemampuan terbaik Anda dalam apa pun yang Anda lakukan.

Dengan demikian, buku setebal seratus tujuh puluh tujuh halaman ini akan memberikan kepada kita gambaran yang realistis tentang bagaimana dan apa arti menjadi seorang towkay di negeri Singa. Sebuah profesi yang kini tengah digalakkan pemerintahnya terhadap generasi muda, yang tecermin melalui program kewiraswastaan di semua tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga universitas. Sebuah kebijakan yang patut ditiru oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Secara demografi maupun populasi, Singapura mungkin jauh di bawah Indonesia. Namun, berkat keseriusan pemerintahannya yang berhasil membawa bersih, kerja keras dan disiplin terhadap aturan, Singapura berhasil mengeliminasi segala keterbatasannya menjadi potensi. Tak mengherankan pula jika mayoritas penduduk kaya Singapura adalah para towkay alias pengusaha, bukan pejabat negara.

lintasberita

Lanjut Baca
 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar