Be a Great Wife, Agar Dicintai Suami


Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah Istri Solehah.” (HR Muslim dan Ibnu Majah).

Sebagian besar dari kita pasti tahu perihal hadist yang satu ini, bahkan banyak pula yang mendambakan untuk mendapatkan (bagi laki-laki) dan menjadi (bagi perempuan) wanita solehah. Namun, satu hal yang pasti, untuk meraih ridho Allah bukanlah sesuatu yang mudah, walaupun bukan berarti tidak bisa.

Seringkali ketika dihadapkan dengan buku atau pembahasan tentang wanita solelah, pasti akan disuguhkan cerita tauladan dari kaum wanita di zaman Rasulullah. Siapa yang tidak tahu totalitas seorang Bunda Khadijah ra. dalam mendampingi Rasulullah? Siapa yang tidak kenal kedermawanan dan pengabdian Fatimah Az-Zahra ra.? Sungguh, mereka adalah sebaik-baiknya tauladan.

Namun, apakah mereka dengan sendirinya dapat menjadi wanita solehah dengan begitu mudahnya? Tidak! Mereka pun membutuhkan proses hingga kemudian menjadikan mereka sebagai sosok ahli surga. Masih ingat kan bagaimana Fatimah ra. pernah merasakan kelelahan yang sangat dalam pekerjaan rumah tangganya, hingga kemudian meminta Rasulullah untuk memberinya hamba sahaya? Terlihat kan, bahwa sosok sekaliber Fatimah Az-Zahra pun ternyata pernah ‘mengeluh’, Bagaimana dengan kita?

Kesimpulannya, kita semakin tahu bahwa manusia yang tidak selalu dalam kondisi kuat, bahkan cenderung labil dan ‘mengeluh’. Manusia selalu membutuhkan dorongan dan semangat, dari sinilah peran sekitar menjadi sangatlah, seperti halnya Rasulullah yang kala itu tidak memberikan ‘kenyamanan’ berupa hamba sahaya kepada Fatimah. “Demi Allah, aku tidak akan memberikan pelayan kepada kamu berdua, sementara aku biarkan perut penghuni Shuffah merasakan kelaparan. Aku tidak punya uang untuk nafkah mereka, tetapi aku jual hamba sahaya itu dan uangnya aku gunakan untuk nafkah mereka."

Jika berbicara teori tentang wanita solehah, maka dengan mudah kepala akan mencerna. Namun, ketika terjun di realita kehidupan, teori dapat dengan mudah bertekuk lutut ketika pemahaman dan pendampingan tidak didapatkan oleh sang wanita. Seperti yang disampaikan dalam buku ini, “Teori tentang keimanan kadang lebih mudah dicerna daripada keimanan yang sebenarnya. Indikasi ketaqwaan juga lebih bisa dijelaskan secara teoritis daripada ketaqwaan yang sebenarnya. Inilah yang sering menimpa pada kebanyakan orang” [h. 105]

Dari sana kurang lebih dapat ditangkap, bahwa peraihan seorang wanita menjadi solehah harus juga mendapatkan dorongan, ingatan, dan bimbingan dari orang lain, terutama orang terdekat seperti suami. Suami tidak pantas menuntut istrinya menjadi wanita solehah, jika dia sendiri tak mampu atau malah tidak ‘mengajak’ dirinya menjadi soleh.

Seperti halnya ketika seorang pria bercita-cita mendapatkan pasangan hidup yang solehah. Tidak salah sih, tapi alangkah lebih indah jika sang pria tersebut meniatkan diri menikah dengan wanita untuk membantunya menjadi solehah? Atau bahkan menggandengnya untuk sama-sama berusaha menjadi hamba yang soleh dan solehah? Sungguh, hal tersebut akan membuat kehidupan rumah tangga menjadi lebih indah, karena adanya kesamaan niat belajar dan tidak adanya tuntutan yang sepihak.

Inilah yang melatar belakangi terbitnya paket buku ‘Be a Great Couple’, yang berisikan dua buku berjudul, ‘Be a Great Husband’ dan ‘Be a Great Wife’. Pasangan buku yang ‘mengajak’ suami-istri untuk belajar bersama, mencerna ilmu, dan kemudian mengamalkannya bersama. Karena saya seorang perempuan, ‘Be a Great Wife’ tentu menjadi pilihan pertama untuk ditekuni—walaupun nanti insyaALLAH juga berkeinginan membaca ‘Be a Great Husband’.

Jika dilihat dari ketebalannya, buku ini termasuk tipis –berdasarkan standarisasi saya—tapi ternyata untuk menyelesaikannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sepanjang membaca saya membutuhkan jeda beberapa kali untuk meresapi apa yang disampaikan penulis. Mencoba membandingkan antara realitas dengan keidealisan dalam buku ini.

Lumayan berat juga, seperti ketika istri diharapkan senantiasa berdandan dan terlihat cantik di hadapan suami, ternyata ketika berhadapkan dengan realita dan segala kepadatan pekerjaan ternyata masalah dandan/ selalu terlihat cantik—yang kelihatannya sepele---terasa berat. Akhirnya, saya pun melakukan sedikit toleransi dengan hal tersebut, yaitu menggantikan/ mem-‘pending’ dandan dengan berusaha tetap tersenyum ketika berhadapan dengan suami.

Hal-hal seperti itu membuat saya terpancing untuk menikmati pergulatan daya nalar dengan teori ‘menjadi wanita solehah’ dalam buku ini, sekaligus membuatnya menjadi sesuatu yang menarik. Walaupun tetap dengan batas-batas tertentu dan tidak meringan-ringankan hal yang sudah menjadi ketetapan, seperti pemakaian jilbab.

Terlepas dari kemenarikan dan kenikmatan saya berpikir, buku ini tidak lepas dari kekurangan. Walaupun penulis telah membagi pembahasannya menjadi 20 subbab—atau istilah dalam buku ini 20 karakter, ternyata tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada isi masing-masing subbab. Hal ini terkadang menciptakan kebosanan.

Selain membahas karakter wanita solehah, dalam buku ini juga terdapat bab yang menyindir sedikit tentang bagaimana seorang pria dalam rumah tangga. Ditambah lagi, bab yang berisikan tanya-jawab para istri yang ‘mengeluh’ tentang kondisi suaminya. Dengan demikian, pembahasan tidak hanya ‘menuntut’ istri menjadi solehah, tetapi juga memperhatikan kesolehan suami.

Kehidupan adalah tidur, kematian adalah bangun tidur, sementara manusia berada di antaranya bagaikan khayalan” [h. 136]

Judul : Be a Great Wife, Agar Dicintai Suami
Penulis : ‘Isham bin Muhammad asy-Syarif
Penerbit : Embun Publishing
Terbit : Juni 2007
Tebal : 184 halaman
Harga: Rp. 40.000 [disc. 20%]

NB: Tengkyu untuk Mbak Wulan yang sudah menghadiahkannya pada momen pernikahan kami. Loph You! ^^


lintasberita

Lanjut Baca

Semua Ayah Adalah Bintang


Ayahku juara satu sedunia...

Wajahnya mulai berkerut
punggungnya mulai ringkih
Tangannya mulai gemetar
usia telah menggerogoti tubuhnya

Tapi…

Keras perjuangan hidupnya diiringi dengan semangatnya yang tak kenal patah
Tantapannya lembut diiringi dengan senyumnya yang tak pernah padam K
ata-katanya penuh makna diiringi dengan candanya yang tak pernah lenyap

Aku ingin berteriak
Ayahku Juara Satu Sedunia!!!

Puisi sederhana ini saya buat setelah membaca buku Andrea Hirata yang berjudul Sang Pemimpi. Tepat setelah menuntaskan bab yang berjudul sama dengan puisi di atas, saya dibuat menangis tergugu. Cukup lama, tepatnya saya lupa berapa lama, tapi yang pasti saat itu sangat susah membendung jembolnya air mata. Bagaimana sosok ayah Ikal yang benar-benar mempersiapkan pakaian spesialnya, dan harus mengayuh sepeda dengan jarak jauh demi sampai di sekolah saat momen raport-an, tapi kemudian harus menerima kenyataan prestasi sang putra merosot, membuat hati ikut merosot sedih. Apalagi ketika sang Ayah yang pendiam itu malah memberikan senyum untuk putranya, benar-benar meluapkan air mata saya. Sungguh sosok ayah yang…. Amazing!!


Bendung air mata saya lagi-lagi dijebol oleh sebuah media, ketika kembali sosok ayah yang fantastis dituturkan oleh Neno Warisman lewat bonus audio buku berjudul ‘Semua Ayah Adalah Bintang’. Kisah nyata seorang ayah yang dituturkan dengan apik oleh Bunda Neno, sungguh membuat sosok ayah yang kerap cenderung pendiam dan kalem, menjadi sangat spesial. Karena di saat yang sama saya sendiri teringat dengan perjuangan Babe untuk mencari nafkah dan membahagiakan anaknya. Ah, melelehlah air mata.

Ayah dan Anak. Sejauh yang saya tahu, buku parenting yang mengkhususkan pada Ayah terbilang jarang ---atau saya yang jarang membacanya? Jadi, saat buku ‘Semua Ayah Adalah Bintang’ berada di tangan, saya cukup excited untuk mulai menekuni isinya. Beruntung saya mengawalinya dengan mendengarkan cd audio-nya terlebih dahulu. Dan memang keputusan yang cukup tepat karena mendengar Bunda Neno bertutur dengan gaya teatrikalnya, membuat saya lebih menghayati tentang betapa pentingnya peran ayah. Walaupun ternyata isi cd audio sendiri menyuarakan beberapa artikel dari buku.

Coretan yang ada di dalam buku ini kurang lebih berisikan curahan dan impian hati seorang Neno Warisman dengan sosok dan peran Ayah dalam keluarga. Sosok ayah yang kerap ‘kalah sorot’ dengan ibu membuat Bunda Neno berkeinginan kuat untuk mengangkat tingkat-penting sosok ayah dalam mendidik dan membimbing generasinya, terkhusus di rumah. Salah satu yang artikel yang menarik adalah keinginan Bunda Neno untuk membuat sebuah kongres tentang ayah. Sebuah kongres yang berisikan sosok ayah, membahas tentang ayah, dan menciptakan ayah yang cerdas dan berakhlak. Walaupun impian tersebut mungkin terlalu tinggi, tetapi sebentuk kecil realisasinya telah dilakukan Bunda Neno dengan membuat acara berjudul 'D Magic Daddy' di sebuah radio di Jakarta Selatan.

Tidak hanya berkisar dengan impiannya, di buku ini juga memuat cerita keseharian dan kisah nyata tentang sosok ayah atau calon ayah yang ditorehkan dengan gaya bercanda dan santai. Sekali waktu pernah suami dari Bunda Neno ingin melakukan perubahan dengan menerapkan gaya hidup sehat pada keluarganya. Hampir semua dikritisi ---bahkan membuat penghuni yang lain senewen--- makanan harus sehat, tidak boleh ada makanan kemasan, teh pun tidak boleh yang berbentuk celup atau sachet, hindari mentega, dan banyak yang lain. Bahkan lucunya bentuk kloset rumah pun tak luput mendapat kritik.

Lain lagi dengan cerita putra Bunda Neno yang bernama Giffari. Saat dia dan adik perempuannya bertengkar, hingga sang adik mengurung diri dan menelungkup di atas sajadahnya. Bunda Neno mendorong putranya untuk menenangkan adiknya. Di sinilah dialog lucu antara Bunda Neno dan Giffari berlangsung, di mana gengsi lelaki Giffari yang tidak suka bersayang-sayang ria berusaha diredam dengan mengajak putranya yang telah berusia 14 tahun tersebut membayangkan kondisi ini sebagai latihan jika dia nanti memiliki istri hehehe…

Buku ini tidak menyuratkan penjelasan terperinci tentang sosok ayah yang ideal, tetapi lebih banyak mengajak pembaca untuk meresapi dan berkontemplasi lewat cerita dan kisah yang dikumpulkan Bunda Neno dalam bentuk esai. Sederhana tapi mengena. Yang perlu digaris-bawahi, walaupun sosok yang diangkat adalah ayah, tetapi buku ini juga sangat layak dibaca para wanita—ibu ataupun calon ibu--- yang nantinya bisa menjadikan buku ini sebagai referensi untuk membantu dan mendorong pasangan untuk belajar menjadi lebih baik.

Judul : Semua Ayah Adalah Bintang
Penulis : Neno Warisman
Penerbit : Progressio
Terbit : Juni 2009
Tebal : 134 halaman
Harga: Rp. 28.000


lintasberita

Lanjut Baca

Kemboja Terkulai di Pangkuan


Beberapa hari yang lalu, saudara saya yang berprofesi sebagai perias pengantin mendapat dua pekerjaan merias pada hari yang sama, dan keduanya calon mempelai wanitanya dalam kondisi sudah hamil. Realita yang ada saat ini, begitu mengetahui putrinya dalam kondisi hamil, sebagian besar orangtua pasti mengambil keputusan untuk segera mencari “pelaku” untuk segera dinikahkan, agar terhindar dari malu.

Fenomena tersebut diangkat oleh Irwan Kelana pada cerpennya yang berjudul Kemboja Terkulai di Pangkuan. Berbeda dengan orangtua yang lain, Haji Abdullah, nama tokoh ayah, tidak bersedia menikahkan putrinya dalam kondisi hamil. Bahkan di saat sang laki-laki bersedia bertanggung jawab, beliau malah mengusirnya.

Bingung, mencibir, memaki, itulah yang menjadi respon masyarakat melihat kekerasan hati Haji Abdullah. Namun, semua itu sama sekali tidak membuat keputusannya berubah, bahkan bujuk rayu dan permohonan sang istri sama sekali tidak dihiraukan. Keputusan tetap bulat: Tidak menikahkan Iffah, putrinya. Keputusannya didasari oleh keyakinannya, bahwa haram menikahkan putra/putri dalam kondisi hamil [penulis mengambil nasab Imam Malikiyah dan Hanafiyah]. Hanya satu yang digenggam oleh Haji Abdullah, ‘lebih baik malu kepada manusia, daripada malu di hadapan Allah’

Luar biasanya, walaupun dalam kondisi sedih dan marah, ternyata tidak melunturkan kasih sayangnya. Haji Abdullah masih tetap memperhatikan kondisi putrinya dan setia mengantarnya memeriksakan kehamilan dari bulan ke bulan.

Kemboja Terkulai di Pangkuan, adalah cerpen pembuka pada buku kumpulan cerpen dengan judul sama. Lembut, itu yang saya rasakan saat membaca tulisan dari Irwan Kelana. Walaupun, sosok pria yang kerap diangkatnya berkarakter keras dan sangar, tetapi sangat melindungi tokoh perempuannya. Bisa jadi sifat pelindung ini muncul pada jiwa setiap tokoh laki-laki karena didasari latar profesi dari si penulis.

Profesi wartawan banyak digunakan sebagai latar tokoh, dikarenakan si penulis sendiri pernah mengalami lika-liku hidup sebagai wartawan Republika. Pekerjaan yang menguras waktu dan menuntut untuk selalu standby di ‘jalanan’ membuat momen bersama keluarga semakin minim. Hal ini membuat sosok perempuan/ istri yang bersedia mendampingi seorang wartawan menjadi sangat spesial.

Menanti suami hingga larut malam, demi untuk sekadar membukakan pintu dan kemudian membuatkan wedang jahe atau rendaman air garam hangat supaya kaki sang suami terasa lebih nyaman, menjadi wujud kesetiaan dan ketelatenan sosok wanita yang tersurat. Kondisi inilah yang mungkin menjadi inspirasi hampir di sebagian besar cerpen, KESETIAAN.

Tidak hanya bercerita tentang kehidupan rumah tangga, tapi kumcer ini juga memaut tentang kebimbangan. Masih dengan profesi yang tidak memiliki jam kerja tetap ini, tertulis juga cerita tentang tentang kehidupan lajang. Di beberapa cerita terlihat usia tokoh utama laki-lakinya yang berkisar mendekati 40-an. Hal ini terjadi karena ketakutan mereka akan ketidak-pastian, resiko pekerjaan yang sangat mungkin menuai kematian, yang nantinya akan berdampak pada sang pasangan.

Dengan gayanya yang romantis, Irwan Kelana menghadirkan banyak cerita yang bernuansa cinta antar laki-laki dan perempuan. Di beberapa cerpen akan ditemui alur cerita yang hampir mirip, walaupun terselip konflik yang berbeda, seperti seorang pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama, terpesona, kemudian berusaha mencari tahu dan berusaha meraih perempuannya dengan cara yang sangat ‘hati-hati’.

Walaupun berhamburan cerita cinta laki-laki dan perempuan, terdapat juga cerpen berjudul Kondangan yang sarat makna. Cerpen yang satu ini memiliki tema yang sangat sederhana, yaitu pergi kondangan, di mana seorang ibu selalu meminta anaknya untuk memenuhi undangan apapun yang didapatnya dari warga desa. Bahkan lucunya, walaupun undangan telah lewat 3 bulan, sang ibu masih terus menelepon putranya, demi mengingatkan untuk datang kondangan. “Malu kalau nanti ketemu di jalan, nanti dikira tidak menghormati’ inilah yang selalu dikatakan si Ibu. Tak jarang si Ibu juga menanyakan berapa isi amplop yang akan diberikan putranya. Cerewet? Memang, tapi di balik kecerewetannya ternyata tersimpan sebuah pesan yang mungkin, saat ini sudah mulai terlupakan.

Setelah menekuni kumpulan cerpen ini, jujur saya lebih menikmati cerpen Kemboja, Kondangan, dan Musholla di Halaman Rumah. Tiga cerpen yang sedikit keluar ‘jalur cerita cinta pasangan’ ini, ternyata lebih meninggalkan ‘bekas’. Bisa jadi, karena saya bukan fans dari cerita-cerita yang berbau romantis. Atau bisa juga menjadi salah satu pertanda bahwa sesuatu yang lain-daripada-yang-lain memang selalu menarik?

Selain unsur lain-daripada-yang-lain, ketiga cerpen ini lebih enak dinikmati, karena alurnya yang tidak terburu-buru jika dibanding dengan cerpen yang lain. Kesan terburu-buru ini sering tertangkap dari banyaknya potongan sketsa cerita yang seperti memotong alur supaya lebih cepat sampai pada akhir cerita. Namun, bagi pembaca yang memiliki jiwa penulis dan berkarya pasti akan dapat mengambil peluang atau inspirasi untuk mengembangkan alur hampir di setiap cerita.

Terlepas dari segala kekurangannya, unsur romantisme yang menapak jelas hampir di seluruh cerita ini pasti akan digandrungi para pecinta buku ber-genre romantis. Irwan Kelana selalu berhasil menciptakan suasana romantis dalam cerpen lewat deskripsi suasana atau dialog-dialog guyon, menggoda sang pasangan, namun tidak kelewat batas.

Judul : Kemboja Terkulai di Pangkuan
Penulis : Irwan Kelana
Penerbit : Bening Publishing
Terbit : Mei 2005
Tebal : 215 halaman
ISBN: 9792647791
Harga: Rp. 25.000



lintasberita

Lanjut Baca

Emak-Emak Fesbuker Mencari Cinta


Fesbuk...Fesbuk...Fesbuk...


Sejak tahun 2008, Indonesia telah diguncang dengan kemunculan Facebook. Sempat muncul pesaing bernama Twitter, tetapi tampaknya masih tidak mampu merobohkan kegagahan Facebook. Tidak dipungkiri bahwa kejayaan ini tidak lepas dari usaha Mark Zuckerberg dalam membangun dunia Facebook. Uniknya di salah satu blog saya membaca bahwa facebook awalnya adalah situs untuk kontak jodoh. Well, kalau melihat berbagai fitur yang tersedia saat ini, tidak dipungkiri memang sangat mendukung untuk menjadikan Facebook sebagai "biro jodoh".

Bisa dilihat sekarang kan, bagaimana fesbuk ternyata sangat berjodoh dengan warga Indonesia. Jodoh memang tidak akan ke mana :P


Berjodohnya fesbuk ini ternyata ditanggapi dengan baik oleh para emak yang rupanya juga 'berjodoh' dengan situs jejaring yang satu ini.


"Emak-Emak Fesbuker Mencari Cinta"


Membaca judul di atas saya pribadi tertarik dengan buku bersampul dasar pink ini. Mungkin tidak hanya perempuan yang berstatus emak, tapi para gadis pun akan bertanya-tanya setelah membaca judulnya, "Gimana ya para emak 'pecandu' fesbuk bergulat dengan yang namanya facebook?"


Maka sukses lah, judul, penampilan sekaligus sinopsis buku ini menarik minat pembeli yang gandrung dengan fesbuk.


Seperti yang diperkirakan di awal, buku ini memang berisi kumpulan cerita dari para emak-emak saat "berkumpul" dengan fesbuk. Namun, saya pribadi merasa sebagian tulisan menceritakan hal yang sama. Kurang lebih poin cerita berisi pengalaman pertama ketemu fesbuk yang tidak terlalu dikenal, kemudian tentang positif-negatifnya fesbuk tergantung dari si pemakai, fesbuk melancarkan bisnis onlen, fesbuk bisa mempertemukan si Emak dengan teman-teman jadulnya.


Jujur, saya merasa bahwa tidak menemukan bagian yang menggemaskan pada cerita-cerita para emak ini. Setiap menemukan cerita yang 'senada', saya hanya bergumam, "Oh...sama kayak yang tadi." Memang beda cara penyampaiannya teatapi saya melihatnya penulis tidak memiliki fokus cerita, tidak ada sesuatu yang spesial dan (maaf) terasa monoton. Bahkan untuk contoh-contoh kasus yang disuguhkan pun hampir sama antara cerita satu dengan cerita yang lain.


Namun, terlepas dari semua kekurangan tersebut, saya menemukan cerita-cerita yang menurutku cantik dan ada poin yang ditonjolkan di sana. Di antaranya "Bukan Cinta Pertama" dimana saya merasa cerita ini layak untuk dijadikan ikon untuk buku ini. Si emak di sini menitik-beratkan pada cinta yang ditemukan lewat Facebook, sangat cocok dengan judul pada buku ini.


Selain itu masih ada beberapa cerita yang saya nikmati, seperti 'Dalam Sekelipan Mata', The 'Mantans', Konsultan Kuliner di FB? Hah... ? dan masih ada beberapa cerita yang menurutku cukup menarik dan menyuguhkan sesuatu yang unik dan menonjol dalam cerita.


Dari sekian banyak cerita, ada sebuah tulisan ini yang membuatku meletakkannya dalam posisi "my favorit story".


Keputusan Terbaik


Apa yang membuatnya spesial? Jika dibandingkan cerita yang lain, 'porsi' fesbuk dalam tulisan ini sangat sedikit. Bisa dibilang hanya menjadi secuil kecil dari rentetan cerita yang diuraikan. Namun, terlepas dari 'porsi' yang sedikit, ternyata fesbuk dalam cerita ini menjadi sesuatu yang terlihat sangat mengena. Facebook menjadi penyambung cinta antara ibu dan anak. Sekaligus membuat 'sosok' fesbuk yang tadinya hanya 'begitu-begitu saja' berubah menjadi sangat spesial.


Di akhir review ini saya hanya ingin mengucapkan mohon maaf untuk segala kritikannya dan jempol-salut untuk para emak yang telah berhasil menuangkan isi kepalanya hingga menjadi sebuah buku.


Judul : Emak-Emak Fesbuker Mencari Cinta
Penulis : Lin Wullyne dkk
Penerbit : Leutika Publisher
Terbit : Juni 2010
Tebal : 228 halaman


lintasberita

Lanjut Baca

The Joy Luck Club

The Joy Luck Club, adalah sebuah perkumpulan dari empat perempuan paruh baya. Perkumpulan ini dibentuk supaya mereka dapat senantiasa bergembira dengan kehidupan, walaupun saat itu sekitar mereka sedang dalam kondisi prihatin. Egois? Bisa jadi, tapi tujuan mereka sebenarnya hanya ingin supaya pertemuan sekali seminggu ini bisa menjadi pelampiasan kegembiraan setelah hari-hari sebelumnya dijepit kesedihan dan penderitaan. Sesuai kesepakatan, dalam pertemuan ini hanya boleh menceritakan kegembiraan dan kegiatan bermain mahyong dengan taruhan uang yang tidak sedikit.

Namun perkumpulan inipun usai seiring kematian dari Suyuan, ibu Jing Mei, akibat pecahnya pembuluh darah otak. Kematian yang diyakini sang ayah akibat dari ide yang terus menerus membesar, dan tanpa sempat ditumpahkan terlanjur meletus di dalam kepala. Berakhirnya perkumpulan ini menjadi awal mula cerita-cerita suram di balik kehidupan ketiga perempuan paruh baya ini.


Jika di awal saya sempat berpikiran bahwa buku ini akan berisikan tentang perkumpulan perempuan paruh baya yang gemar menggosip dan menghabiskan uangnya untuk bermain mahyong. Ternyata ceritanya lebih dari “itu”.


Berkisah dari sudut pandang tujuh orang tokoh perempuan, buku ini lebih banyak menceritakan tentang hubungan ibu dan anak perempuan. Beberapa ibu yang ingin membangkitkan jiwa ‘Cina’, dalam diri putrinya yang terlanjur mengadopsi kehidupan Amerika.

Walaupun harus sedikit menahan nafas akibat bau yang menyengat dari lapuknya buku terbitan Juli 1994 ini, saya masih dapat menikmati cerita, terutama tentang kisah-kisah masa lalu yang coba disembunyikan para ibu dari putrinya. Di sisi lain, cerita menjadi lebih dinamis, saat para putri sering tidak dapat memahami cara berpikir sang ibu, hingga kemudian menimbulkan konflik yang tak jarang berkepanjangan.

Dari keempat kehidupan antar generasi ini, terdapat tiga pasang sudut cerita ibu-anak, An Mei Hsu-Rose Hsu Jordan, Lindo Jong- Waverly Jong, dan Ying-ying St. Clair-Lena St. Clair. Namun, hanya Jing Mei, seorang putri yang harus berproses memahami pemikiran ibunya, dan tidak mungkin mendapat jawaban dari tubuh ibunya yang telah terbujur kaku.


Dari sini saya jadi belajar bahwa cerewet dan "sok tahu"nya seorang ibu sebenarnya hanya untuk membuat sang putri dapat melihat kasih sayang di balik segala sikapnya. Dan memberitahukan sesuatu yang salah dengan caranya yang terkadang unik dan tidak masuk akal.


Judul : The Joy Luck Club; Perkumpulan Kebahagiaan dan Keberuntungan
Penulis : Amy Tan
Penerjemah: Joyce K. Isa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 1994
Tebal : 488 halaman


lintasberita

Lanjut Baca

Inner Beauty I Pusat Buku Murah

Judul : Inner Beauty
Penulis : Dr. Khalid Jamal
Penerbit : Embun Publishing
Berat : 100 gram
Harga Toko Buku : 12.500
Harga di Buku Murah : 10.500

SINOPSIS
Kecantikan wanita tidak hanya terletak pada kecantikan fisik luarnya saja, karna banyak wanita yang memiliki kecantikan fisik namun karna perilaku dan tabiatnya yang buruk, sehingga dirinya menjadi terhina ditengah-tengah kehidupan manusia dan jauh dari rahmat Allah SWt. Hakikat kecantikan seorang wanita terletak pada dalam diri wanita itu, atau disebut sebagai Inner Beauty. Yaitu kecantikan yang memancar dari dalam diri pribadi wanita itu. Mengapa Inner Beauty itu penting, karna biar bagaimanapun seorang wanita yang memiliki akhlak yang mulia, sholehah dan taat kepada Allah dan Rasulnya akan indah dipandang walau tak memilki paras yang cantik, karna pribadinya dibalut dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Buku Inner Beauty ini insya'Allah akan membantu anda dalam memancarkan Inner beauty dalam diri anda. Dapatkan bukunya di Buku Murah Online.

lintasberita

Lanjut Baca
 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar