Kilas Balik Bacaan di Bulan Juli 2010

Huft! Ternyata Bulan Juli sudah akan berakhir, tibalah saatnya untuk melakukan 'kilas-balik' bacaanku bulan ini. Jika bulan kemarin saya berjingkrak-jingkrak ria karena bacaan udah mulai meningkat, maka bulan ini saya kembali lunglai. Kenapa? Karena bacaan saya menurun, dan hampir separuh bacaan adalah referensi kerjaan. Sepertinya kondisi fisik dan pekerjaan benar-benar menyita sebagian besar waktu saiyah. Namun, saya masih bersyukur karena target seminggu satu buku masih bisa terpegang. Alhamdulillah...

So, inilah buku-buku yang berjumpalitan bersama saya di Bulan Juli ini ;)
1. D'Angel- Luna Torashyngu
Teenlit yang satu ini dibeli dalam rangka untuk hadiah adikku yang penggemar dari Luna Torashyngu. Karena buku ini dibeli dalam kondisi second, otomatis tanpa merasa bersalah saya baca dulu isinya *sungguh, kakak yang tak mau rugi :P

Dua kali membaca buku LT--dan keduanya gara-gara adikku--saya suka dengan muatan ceritanya yang tidak melulu tentang cinta. Seperti yang satu ini, ceritanya si tokoh utama adalah seorang genoid yang merupakan ciptaan paling mutakhir dari seorang ilmuwan yang telah meninggal. Ternyata sebelum meninggal, hampir semua penemuannya tentang genoid diberanguskan karena adanya pihak yang ingin menyalah-gunakan penemuannya. Disinilah si tokoh utama dikejar-kejar oleh pihak tertentu untuk diambil gennya, sebab dia adalah temuan terakhir dari si ilmuwan yang tidak sempat dimusnahkan. Lumayan kan? Sebenarnya ini cerita berbentuk trilogi, cuman lanjutannya belum ada yang jual dalam bentuk second *halah!*

Setelah membaca buku ini, saya jadi kangen dengan buku-buku fantasi-sains semacam Maximum Ride.

2. Langit Jingga Hatiku: Memoar Seorang Penulis Wanita - Pipiet Senja

Buku ini diambil dari koleksi suami. Bukunya tipis dan kala itu sedang ingin baca buku yang cepat selesai di sela-sela bacaan berbau kain-kain tradisional. Isinya sendiri tentang kehidupan Pipiet Senja, seorang penulis yang mengidap Thallasemia. Berbeda dengan buku-buku memoar beliau yang biasa mengusung adanya KDRT, buku ini lebih menunjukkan kekompakan dalam keluarga, termasuk dengan sang suami. Kurang lebih buku ini semacam motivasi, bahwa seorang yang dalam kondisi fisik lemah, ternyata masih mampu untuk berkarya.

3. Batik Sebuah Lakon - Iwan Tirta

Kereeen! Awalnya niatan membaca buku ini dikarenakan butuh referensi untuk pekerjaan saya, dan buku ini adalah salah satu pinjaman yang disediakan kantor. Namun hasilnya, saya benar-benar suka buku ini. Inilah pertama kalinya saya membaca memoar seorang desainer. Saya sungguh dibuat jatuh cinta dengan buku berbau batik, yang tidak hanya memuat perjalanan hidup sang desainer, tetapi juga menambah pengetahuan saya tentang seni budaya Jawa. Dan satu hal yang membuat saya salut dengan sosok Iwan Tirta adalah dedikasi terhadap batik, bahkan sebagai desainer batik ternyata beliau mampu membatik dengan canting. Reviewnya bisa dilihat di sini.

4. Setengah Isi Setengah Kosong - Parlindungan Marpaung

Buku ini juga termasuk referensi untuk mendukung pekerjaan saya. Awalnya saya menyediakan banyak referensi buku berbau motivasi, tetapi karena ketidak-sukaan dan kebosanan saya setiap membaca buku berbau motivasi, akhirnya buku yang lain tergeletak begitu saja. Dan sempat di saat tulisan masih kurang sedikit lagi tapi fisik udah gak kuat dan pikiran sudah buntu, sedangkan deadline sudah di ambang pintu, suami akhirnya turun tangan. Secara dia kan pernah jadi trainer, jadi kalau membuat kata-kata berbau motivasi mah libaaas :P

5. Blue Remembered Heels - Nell Dixon
Satu-satunya terjemahan yang saya baca bulan ini--hal yang jarang terjadi :D. Bukunya sebenarnya tipis, tapi bacanya lama. Buka-Tutup-Buka-Tutup. Mengapa? Baca saja review amburadul saya di sini. *amburadul, soalnya gak pake edit-editan, langsung posting :D

6. 47 Museum Jakarta - Edi Dimyati [sedang dibaca]
Nah, buku ini nih, Pucuk Dicinta Ulam Tiba. Sejak kemunculannya pertama kali, saya sudah pengen banget punya, cuman koq ya gak kesampai-sampaian. Baru saat saya dapat kerjaan nulis tentang museum, JRENG!!! Pak Bos dengan baik hati menyediakan referensi buku yang satu ini. Horey!!! Senangnya saya saat mengambilnya di basecamp :P Sebenarnya buku ini sudah selesai dibaca cepat, tapi sekarang dibaca ulang dengan tempo yang lebih lambat demi kepentingan pekerjaan huehehehehe....

Sekian laporan buku-buku yang saya sudah dan sedang saya baca untuk Bulan Juli 2010. ^^


lintasberita

Lanjut Baca

Blue Remembered Heels; Sepatu Biru Kenangan




Awalnya saya sangat tertarik dengan buku ini dikarenakan desain sampulnya yang misterius...hehey, terkadang saiyah memang masih menganut, “Judge book by it’s cover”. Desain sampul ini saya lihat pertama kali di blog Mbak Anne, yang memang perancang dari desain sampul bergambar sepatu biru ini.

Saya sendiri begitu terobsesi dengan gambar sepatu ini, karena teringat dengan desain sampul versi lama buku karya Agatha Christie yang diterbitkan GPU. Buku Catatan Josephine, itulah judul dari buku Agatha Christie yang menjadi salah satu ccerita favorit saya.



Sama-sama terdapat sebuah sepatu di sana, hanya saja nuansa suram, khas cerita thriller, lebih terasa di sampul milik Agatha Christie. Namun bagaimanapun, gambar sepatu biru itu sukses membuat saya penasaran dengan isi cerita.

Selain karena faktor sampul, sinopsis buku ini yang berbau detektif sangat menarik. Apalagi di situ terdapat sesuatu yang unik, yaitu salah satu tokoh tidak bisa berbohong karena terkena sambar petir, Abbey. Walaupun rasa penasaran selalu muncul setiap melihat buku ini, keinginan membeli masih belum terlaksana.

Hingga akhirnya yang sukses membuat saya memutuskan membeli buku ini adalah saat mampir ke stand matahati di PBJ kemarin, harga Rp. 10.000 menmpel pada buku ini, segera saya sambar dan membawa buku ini ke kasir bersama The Help.

Hahaha… akhirnya duitlah yang memiliki peran penting dalam proses mendapatkan buku ini :P

Okey, baiklah… saatnya “menilai” isi cerita.

Hal yang paling menyusahkan pada diriku adalah kegemaran untuk memiliki imajinasi sendiri tentang buku yang akan dan sedang kubaca dan akan memberi efek tertentu. Gembira saat cerita dalam buku tersebut sesuai atau malah lebih memukau dibanding bayanganku. Kecewa saat melihat alur cerita yang ternyata jauh dari “keinginan”ku. Buku ini termasuk pemberi efek dalam kategori kedua.

Mungkin karena penilaianku yang berlebihan, imajinasiku yang melambung-lambung, atau bisa jadi karena pengaruh cerita Agatha Christie yang sedari awal turut andil dalam niat pembelian, sehingga sukses membuat saya kecewa. Hiks!

Kisah dalam buku ini kurang lebih tentang tiga bersaudara, Charlie, Abbey, dan Kip, yang melakukan penipuan untuk mendapatkan uang demi dapat membeli sebuah rumah peternakan. Semua berjalan lancar hingga tragedi Abbey tersambar petir membuat rencana mulai berantakan. Akibat sambaran petir inilah, Abbey tidak lagi dapat berbohong, dan hal ini sangat berdampak bagi kelangsungan “usaha” mereka.

Di sisi lain, ternyata konflik dengan Freddie malah membuka cerita misteri yang menyelimuti masa lalu dari ketiga bersaudara ini.

Namun, kalau menurutku pribadi, dalam buku ini bukanlah kejujuran Abbey yang membawa bencana, tetapi lebih karena nasib sial saat samaran Cherlie sebagai Lady terkuak. Petaka ini yang membuat Freddie, korban penipuan ketiga yang juga seorang pembunuh, sangat berang. Di sini tragedi ‘tidak dapat berbohong’nya Abbey tidak membuat cerita menjadi menegang, malah cenderung biasa saja.

Konflik demi konflik tidak membuat saya merasa dag-dig-dug-der karena semua berjalan flat, karena kebetulan sangat berperan dalam cerita. Sepatu biru yang menjadi perlambang dalam buku ini, juga hanya muncul dalam imajinasi Abbey. Padahal harapan saya saat mayat sang ibu diketemukan, terdapat bukti sepatu biru yang selama ini menghantui Abbey, dan bukannya malah perhiasan. Yah, kekecewaan saya tak terobati hingga di akhir berita.

Walaupun kekecewaan memenuhi kepalaku *halah!* Satu poin yang masih menjadi nilai plus dari novel ini, saya masih menyukai gambar sepatu biru di bagian sampul depan buku :P

Judul : Blue Remembered Heels; Sepatu Biru Kenangan
Penulis : Nell Dixon
Penerjemah: Tisa Anggriani
Penyunting: Lulu Fitri Rahmah
Korektor: Elvina Alianto
Desain sampul: Anne Mariane
Penerbit : M-Pop [Lini Penerbit Matahati]
Terbit : Maret 2010
Tebal : 312 halaman



***

Eh ternyata masih ada yang bersedia memberiku award ^^

Hadiah ini datangnya dari Sivi, teman blogger sekaligus kawan di GoodReads



Award ini aku persembahkan untuk siapapun yang berkomentar di blog ini, karena komentarmu dalah bentuk kepedulian kepada saya ^^

Ada sedikit aturan permainan dalam award yang satu ini...

Aturan Main :
Bagi sobat yang menerima award ini diharuskan untuk membagikan kembali award ini kepada lima orang temannya. Selanjutnya, sobat penerima award harus meletakkan link-link berikut ini di blog atau artikel masing-masing:

1. BOOK ONLINE
2. Kotak Kecil Sang Pemimpi
3. http://denchiel78/
4. Sivi's World
5. Jendelaku Menatap Dunia

Caranya,,,
- hapus Link nomor 1 dari daftar
-Semua Link dinaikkan 1 LeveL ( Link nomor 2 jadi nomor 1,, yang nomor 3 jadi nomor 2,yang nomor 4 jadi nomor 3,, yang ke-5 naik jadi ke-4,, dan yang paLing bawah kosong)
-Isi tempat nomor 5 dengan Link kamu (penerima award ini) di jalankan okey..!!


lintasberita

Lanjut Baca

Batik, Sebuah Lakon



“Dalam Bahasa Jawa ada sebuah ungkapan yang sangat indah: nunggak semi. Artinya, bersemilah, tumbuh dan berkembanglah, tetapi tetap berpangkal pada pokok atau batang utama. Saya berusaha selalu menerapkan makna bijak ini dalam langkal saya melakoni batik!” [h. 225]

Iwan Tirta adalah sosok “saya” pada kalimat di atas. Bagi orang yang terbiasa dengan dunia fashion atau batik pasti kenal dengan pria yang telah berusia lebih dari 70 tahun ini. Tapi bagi saya yang sangat buta dengan dunia fashion, nama Iwan Tirta baru-baru ini saya kenal.

Menarik. Saya suka dengan covernya elegan yang bernuansa Jawa, dengan background berwarna coklat tua. Bagian sampul ini dilengkapi gambar wayang, dengan bagian bawahnya yang dipenuhi dengan hamparan kain batik. Cantik! :) Sayang sekali saya tidak mendapatkan gambar sampul buku ini saat melakukan searching.

Rasa takjub tidak hanya berhenti pada bagian cover, tetapi berlanjut dengan foto-foto yang diambil dengan sangat apik. Batik adalah subyek foto yang hampir memenuhi buku ini… Subhanallah. Sebenarnya saya lumayan sering melihat foto batik, lewat jeng google. Namun, kali ini foto kain batik terlihat lebih dan lebih jelas, sekaligus menonjolkan detail-detail dari ragam hias yang memang selalu ditonjolkan dalam kain batik. Kali ini benar-benar beautiful!

Okey, berhenti mengagumi sampul depan dan foto-foto di sana…

Iwan Tirta, sosok inilah yang diangkat dalam buku bergenre memoir ini. Sungguh, saya dibuat kagum dengan pengetahuan dan dedikasinya dengan kain batik. Bahkan studi hukum yang sudah dilakoninya hingga S3, dan status sebagai dosen Universitas Indonesia, rela dilepasnya untuk lebih menggeluti kain yang telah diresmikan UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.

Batik yang memiliki berbagai unsur ragam hias dan keelokan filosofi budaya bangsa, mempesona pria yang memiliki nama asli Nursjirwan Tirtaamidjaja. Salah satu penelitiannya terhadap tarian Bedaya, semakin mengukuhkan kecintaannya dengan Batik. Dari buku ini mengalirkan kisah perjalanan Iwan Tirta dari kisah masa kecilnya yang memang akrab dengan batik, menjadi sosok desainer batik hingga langsung menerjunkan diri menjadi seorang pembatik.




Really like this book!

Dari buku ini saya tidak hanya disuguhi kisah perjalanan Iwan Tirta, tetapi juga sejarah dan budaya Jawa seperti seni wayang, seni tari Bedaya, teknik membatik, sejarah dan filosofi di balik sebuah ragam hias batik. Bahkan buku ini juga dirancang dengan pola seperti pertunjukan wayang. Mulai dari Talu [Pembuka], Adeg Jejer [Keraton], Adeg Sabrang [Pengaruh-pengaruh luar], Gara-gara [Kemelut] dan diakhiri dengan Tancep Kayon [Penutup].

Saya benar-benar menikmati buku yang satu ini. Selain karena perjalanan hidup dan profesi Iwan Tirta yang pantang menyerah dan berdedikasi terhadap batik, buku yang berukuran besar ini juga memperkaya wawasan saya dengan budaya Jawa dan batik.

Satu hal yang masih selalu digaris-bawahi dan menjadi permasalahan yang tidak hanya disampaikan dalam buku ini, yaitu kepedulian generasi dengan kekayaan batik yang semakin menyusut dari waktu ke waktu.

Judul : Batik, Sebuah Lakon
Penulis : Iwan Tirta
Penyunting : Jenny A. Kartawinata
Konsultan Desain: Sita Subyakto Warman
Foto: Denny Herliyanso, Wijayanti Kusumawardini, Dokumentari Iwan Tirta, Dokumentasi Femina Group
Penerbit : PT. Gaya Favorit Press
Terbit : 2009
Tebal : 278 halaman
Genre : Memoar


lintasberita

Lanjut Baca
 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar