Memburu Makna di Ruang Privat

Judul: Mengikat Makna Update
Penulis: Hernowo
Penerbit: Kaifa, Bandung
Cetakan: I, Oktober 2009
Tebal: xxxii+213 hal. (termasuk indeks)
--------------------------------------

AKTIVITAS membaca dan menulis adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibarat dua sisi mata uang. Kita dapat menulis suatu subjek akibat dari aktivitas membaca. Apa yang kita tulis adalah apa yang kita baca. Nah, dalam bahasa Hernowo, aktivitas baca-tulis ini disebut sebagai aktivitas “mengikat makna”. Akar dari hal ini diambil dari perkataan Ali bin Abi Thalib:"Ilmu itu seperti hewan buruan, maka ikatlah ia (dengan menuliskannya)."

Dalam jagad kepenulisan, nama Hernowo sudah tidak asing lagi. Buku hasil racikannya sudah melimpah ruah. Dan dapat dipastikan, konsep "mengikat makna" bisa ditemukan di semua karyanya. Dan karya-karyanya pun adalah hasil dari pengamalan konsep “mengikat makna.” Bahkan beberapa judul bukunya menggunakan kata-kata ini. Buku-buku Hernowo disukai pembaca karena mempunyai bahasa yang sederhana, ringan, dan mudah ditangkap maksudnya.

Hampir di semua bukunya ketika berbicara tentang membaca dan menulis, Hernowo selalu menekankan, bahwa menulis dan membaca bukanlah sebuah beban, apalagi hal membosankan, tapi aktivitas yang menyenangkan nan manfaat.

Konsep “mengikat makna” ditemukan atas dasar pengalaman pribadi Hernowo saat bergumul dengan kegiatan membaca. Ketika selesai membaca, tiba-tiba saja banyak materi yang diperolehnya. Agar materi tersebut tidak lupa, maka ia harus dituliskan. Itulah yang dimaksud mengikat makna. Maka, secara tidak langsung kegiatan “mengikat makna” kemudian memberikan sebuah kesadaran akan pentingnya melanjutkan kegiatan menulis usai menjalankan kegiatan membaca.

“Mengikat makna” menjadi sebuah proses penemuan diri bagi Hernowo, di mana dirinya tumbuh menjadi pribadi yang utuh dan unik. Dari seorang yang sering gagap dalam berbicara atau mengutarakan pendapat, menjadi seorang yang bisa menampilkan diri perlahan-lahan dan menemukan gaya-menulisnya.

Apa yang kita baca bisa jadi tidak menghasilkan apa-apa jika kemudian tidak ditulis (atau “diikat”). Sebaliknya, menulis memerlukan membaca karena membaca akan memudahkan kita mengeluarkan pikiran dan perasaan dengan bantuan kata-kata yang telah tersimpan di dalam diri kita. Lebih dari itu, proses membaca dan menulis adalah upaya menghimpun hikmah yang berserak menjadi referensi dalam memperkaya hidup dan kehidupan. Secara gamblang jabaran konsep mengikat makna dapat dibaca dalam bukunya Mengikat Makna (2001).

Lantas, apa perbedaan buku terdahulunya (Mengikat Makna,2001) dengan buku terbarunya Mengikat Makna Update (2009) ini yang sama-sama membahas konsep “mengikat makna”. Tak lain, buku ini merupakan pengembangan konsep “mengikat makna” dalam buku pertamanya. Dari pengertian “makna” tidak ada perbedaan dengan terdahulu. Hanya, pada yang pertama rujukan pengertiannya filosofis, sedang dalam buku ini tampak lebih praktis. Poin-poin mengikat makna sendiri ada empat pilar: Pertama, “mengikat makna” adalah kegiatan yang memadukan membaca dan menulis. Pilar pertama ini dianggap sebagai pilar yang paling pokok dan merupakan “nyawa” konsep “mengikat makna”.

Kedua, “mengikat makna” adalah kegiatan yang sangat personal atau benar-benar diupayakan agar melibatkan diri pribadi yang paling dalam (inner-self). Ketika seseorang ingin menjalankan kegiatan “mengikat makna”, dia harus menganggap bahwa dirinya sedang berada sendirian di muka bumi.

Ketiga, “mengikat makna” memerlukan kontinuitas dan konsistensi karena konsep ini adalah sebuah keterampilan sebagaimana memasak, menari, atau pun mengendarai mobil. Dengan melakukannya secara kontinu dan konsistenlah, seseorang akan merasakan manfaat luar biasa. Keempat, “mengikat makna” akan efektif jika menggunakan teknik membaca dan menulis yang berbasiskan cara kerja otak, yang oleh Hernowo sebut sebagai “brain based writing”. Teknik “brain based writing” sendiri sudah mencakup “reading”.

Namun di antara pengembangan dari keempat pilar di atas, yang paling penting dan bahkan inti dari buku ini adalah ada pada pengembangan pilar kedua, yaitu bahwa kegiatan “mengikat makna” perlu dilakukan di “ruang privat”.

Ruang privat yang dimaksud adalah sebuah tempat yang di dalam tempat itu hanya ada diri kita: sendirian. Secara hampir mutlak, yang mengendalikan ruang atau tempat ini adalah diri kita sendiri. Tidak ada yang dapat mencampuri ruang privat milik kita. Sesosok diri dapat melakukan apa saja di dalam ruang tersebut. Tidak ada orang lain, meskipun orang itu sangat kompeten dalam suatu bidang, yang boleh masuk ke ruang tersebut.

Dengan menulis di ruang “privat” itulah kita dapat mengeluarkan segenap “diri kita” yang sesungguhnya, karena tak ada yang menilai tulisan kita seperti apa dan apa pula yang kita tulis. Dengan cara itu, pembelajaran menulis akan efektif dan kita akan merasakan plong yang luar biasa.

“Ruang privat” inilah yang kerap digunakan Hernowo untuk “mengikat makna”. Efeknya luar biasa, dia menjadi keranjingan membaca dan kemudian menuliskan apa saja—untuk mendapatkan makna—karena “mengikat makna” benar-benar menyelamatkan dirinya dari
kebosanan membaca dan menulis.

Kita tahu bahwa membaca dan menulis adalah sebuah ketrampilan. Lewat “ruang privat” ini pula, Hernowo dapat menulis secara mencicil dan kontinu, sehingga dia dapat trampil dalam “mengikat makna”. Bagi kebanyakan orang, hal ini yang paling sulit. Harus diakui, untuk dapat menghasilkan tulisan yang baik perlu waktu. Bahkan, perlu memperkaya tulisannya dengan banyak membaca. Oleh sebab itu, menulis di “ruang privat” ini dapat membantu menampung “bahan-bahan” yang belum selesai.

Buku ini cocok sekali bagi siapa saja yang ingin belajar menulis bahkan yang sudah lama sekalipun berkecimpung dalam dunia baca-tulis. Buku Hernowo yang berbasis “privat” ini nampaknya selaras dengan apa yang dikatakan Virginia Woolf, penulis Inggris, bahwa cara terbaik untuk membaca adalah dengan menulis. Membaca bukan bagian terpisah dari menulis. Keduanya pembentuk jalan ke masa depan. Keduanya merupakan bagian yang memungkinkan perkembangan individual, pemikiran kritis yang independen, dan pembangkit kepekaan terhadap kemanusiaan. []

lintasberita

Lanjut Baca

Bukan Cinta Biasa

Judul: The Gargoyle
Penulis: Andrew Davidson
Penerjemah: Ary Nilandari
Penerbit: Kantera
Cetakan: I, Juni 2009
Tebal: 605 hlm.
-----------------

“L’amour n’est pas parce que mais melgre”, cinta itu bukan ‘karena’ tapi ‘walaupun’. Begitulah bunyi pepatah orang Perancis. Pepatah itu dapat dimaknai bahwa cinta (sejati) itu mau menerima pasangan kita dengan apa adanya dan tak lekang oleh ruang dan waktu. Itulah yang dilakukan Marianne Angel, seorang wanita yang mencintai laki-laki yang sekujur badannya telah gosong karena terbakar dalam novel The Gargoyle. Gargoyle adalah makhluk mitologi eropa yang biasanya dibuat patungnya di atap bangunan-bangunan kuno.

Novel The Gargoyle adalah karya perdana Andrew Davidson yang sungguh memukau. Tak heran dia berhasil meraih penghargaan First Fiction Award pada 2008. Novel ini juga masuk dalam beberapa daftar best seller seperti di New York Time Best Seller, Publisher Weekly Best Seller, dan Canadian Best Seller dalam beberapa minggu. Sebagai debut pertama yang langsung menyabet penghargaan bergengsi patut diacungi jempol.

Boleh jadi raihan penghargaan di atas, akibat sang penulis yang hendak ingin menjelaskan seperti apa cinta sejati itu. Dan kesimpulannya adalah bahwa cinta sejati itu bukan disebabkan karena keindahan; kecantikan, ketampanan, kecerdasan, dan sebagainya, apalagi kesempurnaan, melainkan sebaliknya: penuh kekurangan. Paradigma cinta yang diusung Andrew lewat The Gargoyle ini sungguh melawan arus dari kehidupan orang barat.

Novel ini diawali dengan dentuman dahsyat. Seorang bintang porno nekat menerjunkan mobilnya ke dalam jurang karena menghindari serbuan anak panah imajiner yang ada dalam halusinasinya. Tubuhnya terbakar. Sebotol barbon yang diapit di antara kedua pahanya serentak menghanguskan alat vitalnya seperti daging panggang. Namun sebelum sakaratul maut menjemputnya ia tersadar diri oleh dinginnya air sungai yang menyelamatkan hidupnya.

Penderitaan pun tak terelakkan, seorang aktor porno—35 tahun—itu kehilangan semuanya. Karir dan keberuntungannya tamat. Kulit dan alat vitalnya (sebagai modal bintang film porno) yang menawan semuanya hangus terbakar. Tujuh minggu lamanya ia koma di rumah sakit. Sepanjang waktu di rumah sakit dihabiskannya untuk memikirkan metode bunuh diri.

Di tengah keputusasaannya, muncul seorang pengunjung misterius yang bakal menghabiskan cerita dalam novel ini lebih dari 400 halaman. Pengunjung tersebut ternyata seorang pasien juga yang menderita skizofrenia dan manic-depressive bernama Marianne Angel. Ia muncul dengan rambut yang nyaris awut-awutan dan pandangan matanya yang sulit ditebak. Ia tiba-tiba membisikkan pada lelaki itu bahwa di antara mereka adalah sepasang kekasih di abad 14, di Jerman. “Aku telah menunggu begitu lamanya,” gadis itu berkata.

Tentu lelaki itu tak percaya meskipun gadis itu tengah mengenakan jubah yang menampakkan potongan abad pertengahan. Sang mantan aktor itu tetap berasumsi bahwa Marianne adalah penderita Skizrofenia. Pada awalnya, lelaki itu terus mengabaikan “si gila” Marianne Engel. Namun, lambat laun lelaki itu mulai percaya. Dan dengan kepercayaannya, menjadikannya dirinya menjadi manusia yang lebih baik.

Novel ini menjadi semakin menarik dan menggetarkan. Di sepanjang cerita yang terus berlanjut, Marianne tetap sebagai figur yang misterius. Kesehatan jiwanya terus dipertanyakan. Dunia kesehariannya adalah sebagai pemahat patung Gargoyle yang sangat ternama. Dia kerap tidur bertelanjang di atas lempengan batu yang akan dipahatnya di ruang bawah tanah kastil miliknya. “Aku menyerap mimpi-mimpi dari dalam batu itu…, dan gargoyle-gargoyle di dalamnya memberitahu hal-hal yang kuperlukan untuk membebaskan mereka.”

Tanpa syarat apa pun Marianne mencurahkan segenap perhatiannya untuk pria berbadan gosong yang diyakini sebagai kekasihnya. Ia kisahkan cerita-cerita fantastis tentang dongeng kesatriaan seorang pecinta sejati yang berakhir di tiang gantungan. Serta kisah-kisah romantis yang mengesankan cukup membuat mantan sang aktor porno itu mampu melupakan niatnya untuk melakukan bunuh diri. Marianne juga bercerita tentang bangsa Viking dan kekuasaan feodal Jepang yang sangat menarik.

Begitu juga petualangan memesona mengenai kisah romantik di antara mereka sendiri yang terjadi jauh di abad pertengahan, Jerman, Tepatnya ketika Marianne menjadi seorang penerjemah brilian di Biara Engelthal. Sedang lelaki itu adalah seorang prajurit bayaran yang tengah sekarat di terjang panah berapi, namun sebuah salinan buku Dante yang disematkan di sakunya telah menyelamatkannya. Di situlah getaran-getaran hati membawa mereka mengarungi hidup bersama meski banyak aral yang melintang.

Marianne dan epik cintanya mampu menyeberangi jurang waktu dan tempat. Cinta sejati yang menyatu di abad silam dan secara mengejutkan dipertemukan kembali di masa sekarang. Inilah novel yang sangat inspiratif untuk orang yang percaya adanya konsep cinta sejati; untuk orang yang percaya adanya sesuatu yang lebih kuat dan lebih bermakna dari sekadar seksualitas.
Semua kisah yang ada di dalam novel ini menegaskan bahwa jangan ada lagi niat untuk melepaskan harapan. Pelajaran-pelajaran yang didengungkan, cinta yang dipertemukan, dan kepercayaan yang diungkap, semuanya menjadi sesi inti yang berasal dari kawah imajinasi sang penulis.[]

M Iqbal Dawami
Penikmat sastra, tinggal di Yogyakarta

lintasberita

Lanjut Baca

Pudarnya Sejarah Islam di Indonesia

Judul : Api Sejarah
Penulis : Ahmad Mansur Suryanegara
Penerbit : Salamadani
Cetakan: I, Juli 2009
Tebal : xxii + 584 hlm.
----------------------

SEJARAH memang hanya urusan masa lalu, karena sifatnya yang tak bisa diubah. Tapi, dampaknya boleh jadi akan terus dirasakan sampai kapan pun. Di sinilah perlunya untuk dipikirkan kembali prihal suatu sejarah yang telah mapan. Lebih-lebih jika sejarah itu menyangkut dan menempati posisi strategis dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Misal, penulisan sejarah Islam Indonesia dan kiprah muslim dalam perjuangan melawan penjajah. Sejarah itu merupakan rekam jejak penting bagi kaum muslim Indonesia. Sejarah tumbuh, kembang, dan jatuh bangunnya peradaban Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran kaum muslim terdahulu. Bahkan sejarah berdirinya Indonesia—diakui atau tidak—tidak dapat dilepaskan dari peranan kaum muslim.

Diakui atau tidak, peradaban bangsa Indonesia yang kini ada merupakan proses panjang yang sarat nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan yang tak ternilai harganya oleh kaum muslim terdahulu. Namun, fakta-fakta penting bisa jadi masih belum terungkap dan terakses oleh masyarakat dari generasi ke generasi. Kita hanya tahu bahwa kaum muslim ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ya, hanya sampai di situ. Dan kita pun manut dengan penulisan sejarah Islam tanpa menelaah lebih jauh. Padahal, hal itu menyisakan sejumlah pertanyaan dan masalah. Misalnya, dapatkah kita membedakan antara kemunculan Islam dan perkembangannya di Indonesia; mengapa situs-situs Islam terutama di Jawa Barat dan Banten tidak terawat, lainnya halnya dengan situs-situs Hindu dan Budha, semisal candi Borobudur dan Prambanan. Masih banyak lagi.

Dalam konteks itulah buku Api Sejarah ditulis. Ahmad Mansur Surya Negara, Sang penulisnya, memaparkan bahwa penulisan sejarah telah dijadikan alat oleh penjajah untuk mengubah wawasan generasi muda Islam Indonesia tentang masa lalu perjuangan bangsa dan negaranya. Maksud dari upaya penjajah tersebut adalah untuk menghilangkan kesadaran umat Islam dalam perjuangannya.

Salah satunya adalah merancukan antara Islam masuk dan saat perkembangannya. Padahal, menurut Ahmad, kedua hal tersebut jauh berbeda pengertiannya. Beberapa fakta dia paparkan. Selama ini yang populer Islam masuk ke Indonesia adalah abad ke-13 melalui Aceh. Buktinya adalah terdapat kerajaan Samudra Pasai yang menganut ajaran Islam. Fakta tersebut ada yang patut dipertanyakan, mungkinkah Islam begitu masuk ke Samudra Pasai langsung mendirikan kekuasaan politik?

Kata Ahmad ada fakta lain yang lebih shahih. Pada abad ke-11, di pulau Jawa telah berdiri pula kekuasaan politik Islam di Leran, Gresik, Jawa Timur yang didirikan oleh Fatimah binti Maimun. Pendirian kekuasaan politik Islam tersebut hampir bersamaan waktunya dengan tahta kekuasaan politik Hindu di Kediri, Jawa Timur, di bawah Raja Airlangga.

Berdirinya kekuasaan politik Islam di Gresik jauh sebelum kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, pada 1294. Keberadaan nisan Fatimah binti Maimun (di Gresik) karena bersifat nisan tunggal, oleh sejarawan tidak diakui keberadaannya.

Dari fakta sejarah ini, tergambarkan bahwa kekuasaan politik Hindu, Budha, dan Islam dapat dikatakan hampir mempunyai kesamaan waktu keberadaannya di Indonesia. Hanya dalam perjalanan sejarah berikutnya, agama Islam berhasil memenangkan massa mayoritas. Jadi, kemunculan Islam di Indonesia jauh melebihi yang kita perkirakan.

Demi memperkuat argumen di atas, Ahmad mencoba memetakan Indonesia dalam konteks global. Dia membahas terlebih dahulu perkembangan Islam di timur tengah, asia afrika, dan eropa sebelum dan sesudah meninggalnya Nabi Muhammad (632 H), setelah itu barulah masuk pembahasannya ke Indonesia. Ahmad menganggap bahwa pembahasan seperti itu perlu dilakukan karena segenap perubahan yang terjadi di timur tengah, asia afrika, dan eropa pada masa Nabi Muhammad sebelum dan sudah wafatnya sangat berpengaruh terhadap masuk dan perkembangan Islam di Indonesia.

Saat membahas eropa, ada hal yang menarik dari analisa Ahmad prihal imperialisme Barat. Jadi, pada saat pudarnya kekuasaan Hindu dan Budha serta berkembangnya kekuasaan Islam, datanglah prahara imperialisme Barat mulai menanamkan kekuasaannya di Indonesia. Diawali dengan masuknya Portugis menduduki Malaka, pada 1511. dan diikuti Belanda menduduki Jayakarta, pada 1619. Timbulnya imperialisme barat sendiri adalah sebentuk usaha untuk menaklukkan Islam. Ide ini dibangun oleh Vatikan, Portugis dan Spanyol pada abad ke-15 M.

Pihak Vatikan memberikan kewenangan kepada kerajaan Portugis untuk menguasai dunia belahan timur, sedang kerajaan Spanyol diberikan kewenangan untuk menguasai dunia belahan barat. Dalam perkembangannya, gerakan komunis menentang imperialisme barat tersebut. Tidak heran jika Karl Marx, penganut komunisme, menolak ajaran agama. Dia menilai agama sebagai candu, dan agama identik dengan alat penjajahan, buat menidurkan rakyat yang ditindas oleh pemerintah penjajah yang didukung oleh Vatikan untuk merealisasikan tujuannya, yaitu tiga G: God, Glory, and Gospel.

Oleh karena itu, tidak heran ketika imperialisme barat (baca: Portugis dan Belanda) bercokol di Indonesia mencoba “menaklukkan” masyarakat muslim, di samping karena sering mendapat perlawanan yang sengit namun juga menjadi embiro istilah ‘nasionalisme’. Salah satu upayanya adalah “menghancurkan” situs-situs Islam dan menonjolkan situs-situs Hindu dan Budha. Di antara usaha itu adalah pemerintah Belanda memugar candi Borobudur dan candi Prambanan.

Dari upaya rekonstruksi sejarah, pemugaran candi dan patung, serta pembacaan ulang prasasti Hindu dan Budha, ditargetkan akan memudahkan upaya menghidupkan kembali ajaran Hindu dan Budha. Dengan demikian akan tergeserlah pengaruh Islam. Sebaliknya, peninggalan Islam dibiarkan begitu saja. Salah satunya peninggalan sejarah Banten, yaitu kerajaan Banten. Bekas kesultanan Banten itu pun dibiarkan rata dengan tanah. Jadi, kebangkitan semangat keislaman masyatakat Banten yang pernah berjaya diperhitungkan akan sangat membahayakan eksistensi Batavia pada waktu itu. Oleh karena itu harus dihancurkan.

Dengan begitu, keberadaan Belanda akan aman dan tidak lagi menemui perlawanan karena kalangan penganut Hindu dan Budha ditargetkan akan berpihak kepada pemerintah Belanda. Sungguh, pemerintah Belanda sangat khawatir akan bangkitnya kesadaran sejarah masyarakat muslim.

Buku yang ketebalannya mencapai 584 halaman ini boleh dibilang sangat antusias untuk memaparkan sejarah Islam Indonesia dari kemunculannya hingga tahun 1950. Fakta-fakta lainnya dalam buku ini jarang ditemukan dalam buku-buku sejarah Islam Indonesia sehingga cukup menggelitik untuk ditelaah lebih jauh. Namun, referensi yang dipakai sang penulis dalam menggunakan argumentasinya memaksa kita untuk berpikir dua kali untuk membantahnya.

Hanya saja, patut disayangkan, buku ilmiah ini sedikit “ternoda” oleh ambisi sang penulis sendiri yang kentara sekali ingin memunculkan istilah ulama dan santri. Kesan yang saya tangkap bahwa yang dimaksud kaum muslim dalam perjuangan pada zaman pra dan pasca kemerdekaan hanyalah ulama dan santri. Tentu, hal itu mengecilkan kaum muslim sendiri yang notabene-nya banyak kaum muslim yang berada di luar dua kelompok itu. Mestinya, dijelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud ‘ulama’ dan ‘santri’ itu?

Selain itu, beberapa hal juga sedikit mengganggu dalam membaca buku ini, seperti di halaman 100 paragraf kedua, mestinya di situ ditulis ‘sunni’ bukan ‘ahlush shunnah wal jama’aah’, karena dikontraskan dengan ‘syi’ah’. Dalam hal penulisan juga masih banyak ditemukan kesalahan, seperti ‘wirauswasta’ yang mungkin dimaksud adalah ‘wiraswasta’. Hal ini termasuk dalam judul. Jika di cover depannya tertulis judul kecilnya Buku yang akan Mengubah Drastis Pandangan Anda Tentang Sejarah Indonesia sedang di halaman Pembuka-nya (hlm. 23), sang penulis menulis judul kecilnya Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri, Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, mana yang benar? []

lintasberita

Lanjut Baca

Membongkar Organisasi Perusak Dunia

Judul: Secret Societies: 21 Organisasi Perusak Dunia
Penulis: Michael Bradley
Penerjemah: Ety Triana
Penerbit: Rajut Publishing House, Jakarta
Cetakan: IV, 2009
Tebal: 209 hlm. (termasuk indeks)
---------------------

Sejak awal terbit, buku ini ternyata mampu menyita perhatian banyak orang. Terbukti, pada 2009, buku ini sudah mengalami cetak ulang yang keempat (dari tahun 2008). Rasa penasaran adalah hal yang menjadi daya magnet buku ini. Betapa tidak, buku berjudul Secret Societies:Organisasi Perusak Dunia ini hendak membuat penasaran kita, bahwa ada 21 organisasi rahasia yang terbukti telah merusak dunia baik secara lokal maupun inter-lokal dari pelbagai sisi: politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain.


Yang dimaksud Secret Societies oleh Michael Bradley—sang penulis buku ini—adalah sekumpulan organisasi sosial maupun (atas nama) keagamaan di seluruh dunia dari masa ke masa yang mewajibkan anggota-anggotanya untuk menyembunyikan aktifitas-aktifitas tertentu dari orang luar seperti ritual inisiasi atau upacara perkumpulan. Anggota-anggotanya mungkin diwajibkan untuk menyembunyikan atau menyangkal keanggotaan mereka dan sering disumpah untuk menjaga rahasia perkumpulannya. Biasanya, mereka identik dengan rencana-rencana politis;pembentukan pemerintahan global atau apa yang disebut dengan Tata Dunia Baru (The New World Order – NOW). Ciri khas mereka adalah mencari keuntungan untuk dirinya sendiri dengan pelbagai cara, meski dengan cara kotor sekalipun.

Bradley menulis buku ini dengan maksud agar masyarakat dunia mengenal komplotan – komplotan rahasia paling berbahaya di dunia. Merekalah para pengendali ekonomi, politik dan seluruh isu – isu global internasional. Secara kasat mata, komplotan itu menampilkan diri moderen dan terhormat di mata publik, namun berbeda dengan pekerjaan mereka sebenarnya.

Organisasi-organisasi yang mereka susun sangat rapi. Mereka memulai menjajah dan meneror, melalui politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan seterusnya. Keduapuluh satu organisasi yang dimaksud adalah The Assasin, The Bilderbergers, The Bohemian Club, The Club of Rome, Council on Foreign Relations (CFR), Essex Junto, Freemasonry, The Golden Dawn, The Illuminati, Knight Templar, Ku Klux Klan, Mafia, Majestik-12 The Aviary and The Aquarium, Mensur, Opus Dei, The Order of Skull and Bones, Sionus Prioratus, The Rosicrucians, The Round Table, Triad, dan Trilateral Commision.

The Assasin (abad 12-13), misalnya, sebuah organisasi yang berasal dari Syiria namun kekuasaannya meliputi negara-negara Islam di timur tengah. Organisasi ini disebut Nizariyah, karena mereka berusaha mengembalikan pangeran Nizar Al-Toyyib (dianggap sebagai reinkarnasi Nabi Ismail) ke tahta kekuasaan Mesir. Komplotan ini mulai disebut The Assasin karena mulai mencuci otak para pemuda untuk diperbudak dengan menempatkan mereka di istana layaknya surga dunia. Untuk mendapatkan kenikmatan surga tersebut mereka halalkan segala cara dan rela meski nyawa sebagai taruhannya. Pengaruh Assasin menyebar ke seantero jagad hingga pertengahan abad 13.

Jika The Assasin dan beberapa organisasi lainnya seperti The Bohemian Club, The Club of Rome, Essex Junto, The Golden Dawn, Ku Klux Klan eksis pada abad yang lampau, sedang—sekadar menyebut—The Bilderbergers, CFR (Council on Foreign Relationship), Freemasonry dan Trilateral Commission adalah beberapa organisasi yang eksis pada masa kini. Keempat organisasi ini memiliki hubungan erat dan saling berelasi. Mereka menguasai minyak & mineral dunia, bank sentral dunia, media massa, teknologi persenjataan, dan penguasaan pangan.

Menurut Bradley, anggota organisasi The Bilderbergers adalah orang-orang penting dalam pemerintahan di Eropa dan Amerika, seperti Bill Clinton mantan presiden AS, Pangeran Charles, Ratu Sophia dari Spanyol, Ratu Beatrix dari Belanda, keluarga Rockefeller Amerika dan Rothschild Eropa.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1968 dan merupakan salah satu organisasi terbesar di dunia. Ada yang menyebutnya komplotan elit rahasia yang berambisi menguasai dunia. Untuk menjalankan misi, mereka berkedok "kerja sama" yang didukung oleh kalangan elit dunia, Bank Dunia hingga Dana Moneter Internasional (IMF).
Banyak hal yang terjadi di dunia, termasuk di Indonesia—krisis ekonomi, pergantian rezim, perang, dan lain sebagainya—tak lepas dari peran kelompok rahasia ini. Semua ini demi memantapkan hegemoni mereka.

Menurut hasil penelusurannya, komplotan Bilderberg ini tidak punya nama dan eksistensi resmi. Mereka beranggotakan politisi elite dunia yang berjumlah 100 orang lebih; terdiri dari para pakar keuangan internasional, bos-bos internasional, para pemimpin politik dan keluarga-keluarga kerajaan Eropa.

Contohnya Bill Clinton. Saat masih menjadi gubernur, dia dijadikan alat organisasi ini guna menaklukkan North America Free Trade Agreement (NAFTA). Untuk itu, Clinton terpilih sebagai presiden AS. Mereka juga pernah menjebak Uni Soviet dengan bantuan finansial. Kompensasi yang harus dibayar adalah Uni Soviet menyerahkan sumber daya alam. Hal ini juga diterapkan pada negara-negara berkembang. Tujuan mereka agar negara-negara dunia ketiga lumpuh dan bergantung total kepada mereka. Setelah mendapat pinjaman dana dari IMF, penduduk negara-negara berkembang menjadi hamba sahaya abadi untuk melayani kepentingan mereka. Bukankah hal ini menjadi kenyataan pada masa kini, termasuk Indonesia?

Harus diakui informasi keduapuluh satu organisasi yang didapat dari buku ini memang tidak terlalu banyak. Ulasannya kurang mendalam. Oleh karena itu, buku ini hanya menjadi semacam pengantar saja, tak lebih. Secara tematis, buku ini pun kurang lengkap, karena tidak mencantumkan beberapa secret societies yang juga berpengaruh seperti: Jesuit, Zionist, CIA, MI-5, MI-6, MOSSAD, dan KGB.

Meski begitu, buku ini dapat dipercaya informasinya. Bahkan, di akhir halaman buku ini, penulis menantang pembaca untuk mengumpulkan semua alasan, jika tak satupun fakta isi buku ini benar. Sebab, buku ini ditulis dengan menggunakan riset dan penelitian yang matang. Ditambah dengan ilustrasi-ilustrasi yang relevan dengan masing-masing organisasi yang disebutkan tersebut.[]

M Iqbal Dawami,
Staf pengajar STIS Magelang

lintasberita

Lanjut Baca

Kiamat 2012

Judul: The Mystery of 2012
Penulis : Gregg Braden, dkk
Penerbit : Ufuk Publishing House
Cetakan: I, Juni 2009
Tebal : 579 Halaman
--------------------

DEMAM tahun 2012 telah melanda dunia. Tak terkecuali Indonesia. Tak ketinggalan pula para penulis mengulas fenomena 2012 tersebut. Walhasil, pelbagai buku menjelaskan 2012 ini dari pelbagai sudutnya.
Angka 2012 mendadak menggetarkan banyak orang. Hal ini bermula dari ramalan bangsa Maya yang meramalkan bahwa pada 21 Desember 2012 akan terjadi gangguan pada rotasi bumi. Pada waktu itu, tata surya, dengan matahari sebagai pusatnya, akan menutupi pemandangan pusat galaksi Bimasakti dari bumi. Ini terjadi setiap 26.000 tahun sekali.

Bangsa Maya adalah bangsa yang pernah ada di Amerika Tengah dan Meksiko. Dalam sejarahnya, bangsa ini pernah mengalami peradabannya. Salah satu buktinya adalah, tanpa teleskop dan mesin hitung, mereka bisa menyusun kalender melalui pengamatan benda langit dengan mata telanjang yang disusun secara sistematis. Suku Maya yang diketahui primitif, namun memiliki pengetahuan astronomi yang maju. Mereka memiliki sistem kalender sendiri dengan siklus 260 hari setahun yang dikenal tzolkin (baca = zolkeen) yang terdiri atas 13 angka dan 20 tanda hari.

Nah, Kalender bangsa Maya tersebut hitungannya berakhir pada 2012. Hitungan tersebut bukan hanya ramalan Suku Maya Kuno belaka, tapi berdasarkan fakta yang logis secara hitungan kosmis dan siklus penanggalan mereka. Para ilmuwan pun berhasil membuktikannya. Tidak berhenti di situ saja, sistem penanggalan peradaban kuno Cina, India, dan Persia juga menunjukkan sesuatu yang besar akan terjadi di seputar tahun dan tanggal tersebut.

Salah satu buku yang menjelaskan ihwal “kiamat” 2012 adalah The Mystery of 2012. Melalui buku ini, pembaca akan diberikan pemahaman yang lengkap bagaimana Suku Maya menetapkan kalender waktu dan prediksi apa yang akan terjadi sebelum dan setelah 2012. Tidak hanya itu, buku setebal 579 halaman ini menyajikan analisis dari prediksi 23 ahli tentang fenomena Kalender Maya tersebut. Para ahli dalam buku ini memberikan penjelasan logis yang mendasarkan tulisannya dari penelitian situs langsung, wawancara dan wacana keilmuan yang bersifat empiris.

Ervin Laszlo, Peneliti dan Kepala Evolution Research Group, misalnya, mengakui kebenaran siklus akhir kalender Maya. Bahwa pada saat itu terjadi "titik kekacauan" dalam kehidupan manusia. Bisa jadi "titik kekecauan" ini sebagai gejala akhir dunia. Hanya saja, dia menganalisis “titik kekacauan” itu bukan berarti sebagai waktu terjadinya hari akhir. Siklus itu hanya menandai terjadinya akhir hari dan masih ada hari berikutnya yang baru. Setelah 2012 akan ada masa yang lebih baik lagi bagi manusia.

Sedang menurut Greg Braden, ahli sistem komputer untuk ruang angkasa yang menjembatani ilmu pengetahuan dan spiritualitas, sekaligus ketua tim investigasi untuk buku ini, bahwa 2012 akan membawa pembalikan kutub magnetik bumi. Kemagnetan planet akan membalik dan titik atau badai matahari akan jadi tanda bagi perubahan mendatang. Dia menarik dari bukti fisik, teori kuantum, dan kecenderungan sejarah untuk mengukur kemungkinan destruksi masif atau kemunculan realitas baru yang memberdayakan pada 2012. Dia juga menyatakan bahwa yang terpenting bukan apa yang akan terjadi, tetapi bagaimana potensi kolektif muncul dari pemahaman holistik dan kesadaran tentang siapa diri kita di tengah Semesta Raya.

Peter Russel mempunyai sudut pandang lain lagi. Dia lebih banyak bercerita tentang perubahan di tahun 2012 sebagai dampak evolusi yang berakselerasi. Hal yang lebih penting dari fenomena 2012 ini, menurut Russel, adalah sebagai permulaan zaman kearifan ketimbang menamai fenomena 2012 sebagai kiamat. Tiap fase baru dalam inteligensi yang berkembang berlangsung dalam pecahan waktu dari fase sebelumnya sehingga kita dapat mengharapkan permulaan Zaman Kearifan yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang akan berpijak di Zaman Informasi. Hal itu memungkinkan akan ada transformasi menuju spesies baru.

Dengan adanya multi tafsir mengenai fenomena 2012, kita sebenarnya diajak berpikir untuk memaknai pula fenomena tersebut, dengan pelbagai macam pemaknaan. Boleh jadi kita memahami hal itu sebagai ramalan yang terlalu dilebih-lebihkan karena memang kejadian pada tahun itu adalah sesuatu yang sunnatullah (hukum alam), namun boleh pula kita melihat dari sisi spiritualitas bahwa sudah saatnya manusia sungguh-sungguh introspeksi diri sembari melakukan perbaikan diri, untuk sesama maupun untuk alam sekitar.

Pada akhirnya, buku ini paling tidak memberi wawasan akan fenomena alam dan (lebih penting lagi) membuka kesadaran kita untuk hidup lebih sungguh-sungguh dalam menjaga alam sekitar kita.***

lintasberita

Lanjut Baca

Rahasia Sukses Jack Welch

Judul: The Jack Welch Secrets: 10 Rahasia Sukses CEO Paling Fenomenal di Zaman Kita
Penulis: Stuart Crainer
Penerjemah: Arfan Achyar
Penerbit: Daras Books, Jakarta
Cetakan: I, September 2009
Tebal: 208 hlm.
---------------

Jack Welch adalah salah satu tokoh yang dikenal dalam dunia bisnis karena kepemimpinannya saat ia menjabat sebagai Pemimpin dan Ketua Eksekutif dari General Electric (GE), Amerika, pada periode 1981-2001. Reputasinya diraih berkat kecerdasan bisnis yang tinggi dan strategi kepemimpinannya di GE. Ia tetap menjadi tokoh yang disegani di kalangan bisnis mengingat strategi manajemennya yang inovatif dan gaya kepemimpinannya.

GE adalah perusahaan teknologi dan jasa dengan bidang usaha yang sangat luas, dari peralatan rumah tangga, lampu listrik, finansial, mesin jet pesawat, sampai pembangunan pembangkit nuklir. Nilai total perusahaan ini sekarang mencapai 500 miliar dolar. Jack sudah bekerja jadi teknisi di General Electric sejak 1960. Ia mulai benar-benar dari bawah. Dengan usahanya yang luar biasa, Jack berhasil naik terus ke puncak. Umur 37 tahun, ia sudah menjadi Vice President di GE. Dan pada 1981, Jack menjadi penguasa di GE, sebagai CEO termuda dalam sejarah perusahaan ini.

Jack Welch sering dipanggil "Neutron Jack" karena gaya kepemimpinannya yang penuh ledakan, persis seperti bom neutron. Banyak tindakan besar yang drastis yang ia lakukan selama kepemimpinannya. Misalnya, ia memotong gaji 10 % eksekutif yang kerjanya terburuk tiap tahun. “Habisi semua yang tidak memberikan sumbangan pada perusahaan”. Ujar Jack.

Dan Jack juga menjadikan perusahaan yang awalnya sangat tidak efisien, menjadi salah satu perusahaan paling menguntungkan di dunia. Jack adalah legenda dalam manajemen perusahaan. Jack sendiri berhenti dari GE tahun 2001. Sekarang, GE adalah salah satu perusahaan terbesar Amerika, bernilai hampir setengah triliun dolar.

Melalui buku ini kita akan mengetahui prinsip-prinsip yang dijalankan Jack Welch dalam mencapai semua hal di atas. Melalui buku ini pula, kita akan mengetahui gaya manajemen dan kepemimpinannya yang telah terbukti itu. Penulis buku ini, Stuart Crainer, adalah seorang pendiri Suntop Media, sebuah firma konsultasi, konsep, dan konten media di Amerika, yang telah menghasilkan beberapa buku juga mengenai bisnis dan manajemen.

Sedikit menukik ke belakang, GE didirikan oleh Thomas Alva Edison, sang penemu bola lampu, dan sudah berusia lebih dari satu abad. Sejak didirikan, perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi perusahaan raksasa. Tapi, akhir tahun 70-an, GE telah menjadi perusahaan raksasa yang gemuk dan sama sekali tidak efisien. Bisnisnya tidak fokus, birokrasinya besar dan bertingkat-tingkat, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah juga lambat. GE adalah perusahaan besar yang akan segera ketinggalan zaman dan dilindas pesaingnya.

Namun, pada 1981, ada seorang pemimpin baru di GE. Namanya Jack Welch, dan ia akan segera menciptakan sejarah. Nah, dalam kepemimpinannya, nilai GE telah naik berkali-kali lipat. Saat Jack masuk, GE bernilai 14 miliar dolar dan saat Jack keluar GE bernilai 130 miliar. Tidak ada satu pun pemimpin bisnis di dunia, bahkan Bill Gates sekalipun, yang mampu menciptakan perkembangan nilai perusahaan yang sedahsyat ini.

Jack Welch diangkat menjadi vice president GE pada 1972, lalu senior vice president pada 1977, dan vice chairman pada 1979. Welch akhirnya menjadi chairman dan CEO termuda GE pada 1981. Saat pensiun pada 2004, gaji tahunannya US$ 4 juta. Kekayaan bersihnya kini ditaksir US$ 270 juta.

Nah, berdasar capaian di atas, penulis buku ini mengidentifikasi ada sepuluh bumbu utama dari gaya manajerial Jack: berinvestasi pada manusia, dominasi pasar anda… atau enyah, tak pernah tinggal diam, pikirkan layanan, lupakan masa lalu, ciptakan masa depan, belajar dan memimpin, tanpa basa-basi, hilangkan birokrasi, tidak kemana-mana, dan mengurus toko kelontong.

Dari kesepuluh gaya manajemen Jack, ada dua hal yang menjadi perhatian saya ketimbang yang lainnya yaitu, hilangkan birokrasi dan mengurus toko kelontong. Dua hal ini boleh dikata jarang saya temukan di dalam manajemen bisnis mana pun. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan ‘hilangkan birokrasi’ dan ‘mengurus toko kelontong’?

Direpotkan dengan birokrasi dan hierarki yang membuang waktu, Jack Welch hampir meninggalkan GE setelah setahun bekerja di sana. Ia berhasil dibujuk, tetapi kejengkelannya tetap bersemayam. Setelah mencapai puncak, Welch membuang aturan-aturan birokratis.

“Bayangkan satu gedung. Perusahaan menambah jumlah lantai ketika bertambah besar. Ukuran menambah jumlah lantai. Kompleksitas menambah jumlah dinding. Kita semua membangun departemen—departemen transportasi, departemen riset. Itulah kompleksitas. Itulah tembok. Pekerjaan kita dalam bisnis adalah meratakan bangunan dan menghancurkan tembok. Jika melakukan itu, kita akan mendapatkan lebih banyak orang yang datang dengan lebih banyak ide untuk berbagai tindakan yang dibutuhkan oleh fungsi bisnis” (hlm. 168-169). Itulah salah satu terobosan Jack dalam upaya menghilangkan birokrasi. Dan terbukti menguntungkan.

Jack Welch mengelola GE layaknya sebuah toko kelontong. Hal yang harus diperhatikan sama. Kualitas dan pelayanan. Arus uang. Tahu betul tentang apa yang akan laku dijual, bisnis apa yang berhasil saat ini. Fakta bahwa kita menjual reaktor nuklir, bukan menjual permen, tidaklah penting.

Jack dikenal sangat keras, tetapi adil. Keuntungan akan dikejar, tapi karyawan yang baik selalu diperhatikan. Untuk mereka, berbagai sistem promosi, bonus, dan saham di perusahaan diberikan secara kompetitif. Jack juga hafal nama dan pekerjaan dari hampir 1.000 orang yang bekerja di GE. Gabungan dari sistem reward dan punishment yang ekstrem ini membuat GE menjadi salah satu perusahaan terbesar Amerika.

Bagi Jack, semua pihak harus belajar jadi yang terbaik atau, jika tidak, akan dieliminasi. Eksekutif akan dipecat, anak perusahaan yang tidak mampu memberi keuntungan atau bukan dua besar dalam industrinya akan ditutup atau dijual. Semua harus belajar dengan cepat karena perusahaan seperti itulah yang akan unggul. Jadi, semua pihak di GE akan belajar mati-matian, atau ditendang keluar. Kalau bukan oleh pesaingnya, oleh Jack sendiri. Perusahaan pun bergerak semakin cepat, begitu pula keuntungannya.

Belajar dari Jack, bahwa manajemen adalah sebuah seni. Dan hal itu (terkadang) tidak bisa dipelajari di buku, melainkan dari sebuah pengalaman.[]

M. Iqbal Dawami,
Staf pengajar STIS Magelang

lintasberita

Lanjut Baca
 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar