The Joy Luck Club, adalah sebuah perkumpulan dari empat perempuan paruh baya. Perkumpulan ini dibentuk supaya mereka dapat senantiasa bergembira dengan kehidupan, walaupun saat itu sekitar mereka sedang dalam kondisi prihatin. Egois? Bisa jadi, tapi tujuan mereka sebenarnya hanya ingin supaya pertemuan sekali seminggu ini bisa menjadi pelampiasan kegembiraan setelah hari-hari sebelumnya dijepit kesedihan dan penderitaan. Sesuai kesepakatan, dalam pertemuan ini hanya boleh menceritakan kegembiraan dan kegiatan bermain mahyong dengan taruhan uang yang tidak sedikit.
Namun perkumpulan inipun usai seiring kematian dari Suyuan, ibu Jing Mei, akibat pecahnya pembuluh darah otak. Kematian yang diyakini sang ayah akibat dari ide yang terus menerus membesar, dan tanpa sempat ditumpahkan terlanjur meletus di dalam kepala. Berakhirnya perkumpulan ini menjadi awal mula cerita-cerita suram di balik kehidupan ketiga perempuan paruh baya ini.
Jika di awal saya sempat berpikiran bahwa buku ini akan berisikan tentang perkumpulan perempuan paruh baya yang gemar menggosip dan menghabiskan uangnya untuk bermain mahyong. Ternyata ceritanya lebih dari “itu”.
Berkisah dari sudut pandang tujuh orang tokoh perempuan, buku ini lebih banyak menceritakan tentang hubungan ibu dan anak perempuan. Beberapa ibu yang ingin membangkitkan jiwa ‘Cina’, dalam diri putrinya yang terlanjur mengadopsi kehidupan Amerika.
Walaupun harus sedikit menahan nafas akibat bau yang menyengat dari lapuknya buku terbitan Juli 1994 ini, saya masih dapat menikmati cerita, terutama tentang kisah-kisah masa lalu yang coba disembunyikan para ibu dari putrinya. Di sisi lain, cerita menjadi lebih dinamis, saat para putri sering tidak dapat memahami cara berpikir sang ibu, hingga kemudian menimbulkan konflik yang tak jarang berkepanjangan.
Dari keempat kehidupan antar generasi ini, terdapat tiga pasang sudut cerita ibu-anak, An Mei Hsu-Rose Hsu Jordan, Lindo Jong- Waverly Jong, dan Ying-ying St. Clair-Lena St. Clair. Namun, hanya Jing Mei, seorang putri yang harus berproses memahami pemikiran ibunya, dan tidak mungkin mendapat jawaban dari tubuh ibunya yang telah terbujur kaku.
Dari sini saya jadi belajar bahwa cerewet dan "sok tahu"nya seorang ibu sebenarnya hanya untuk membuat sang putri dapat melihat kasih sayang di balik segala sikapnya. Dan memberitahukan sesuatu yang salah dengan caranya yang terkadang unik dan tidak masuk akal.
Judul : The Joy Luck Club; Perkumpulan Kebahagiaan dan Keberuntungan
Penulis : Amy Tan
Penerjemah: Joyce K. Isa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 1994
Tebal : 488 halaman
Namun perkumpulan inipun usai seiring kematian dari Suyuan, ibu Jing Mei, akibat pecahnya pembuluh darah otak. Kematian yang diyakini sang ayah akibat dari ide yang terus menerus membesar, dan tanpa sempat ditumpahkan terlanjur meletus di dalam kepala. Berakhirnya perkumpulan ini menjadi awal mula cerita-cerita suram di balik kehidupan ketiga perempuan paruh baya ini.
Jika di awal saya sempat berpikiran bahwa buku ini akan berisikan tentang perkumpulan perempuan paruh baya yang gemar menggosip dan menghabiskan uangnya untuk bermain mahyong. Ternyata ceritanya lebih dari “itu”.
Berkisah dari sudut pandang tujuh orang tokoh perempuan, buku ini lebih banyak menceritakan tentang hubungan ibu dan anak perempuan. Beberapa ibu yang ingin membangkitkan jiwa ‘Cina’, dalam diri putrinya yang terlanjur mengadopsi kehidupan Amerika.
Walaupun harus sedikit menahan nafas akibat bau yang menyengat dari lapuknya buku terbitan Juli 1994 ini, saya masih dapat menikmati cerita, terutama tentang kisah-kisah masa lalu yang coba disembunyikan para ibu dari putrinya. Di sisi lain, cerita menjadi lebih dinamis, saat para putri sering tidak dapat memahami cara berpikir sang ibu, hingga kemudian menimbulkan konflik yang tak jarang berkepanjangan.
Dari keempat kehidupan antar generasi ini, terdapat tiga pasang sudut cerita ibu-anak, An Mei Hsu-Rose Hsu Jordan, Lindo Jong- Waverly Jong, dan Ying-ying St. Clair-Lena St. Clair. Namun, hanya Jing Mei, seorang putri yang harus berproses memahami pemikiran ibunya, dan tidak mungkin mendapat jawaban dari tubuh ibunya yang telah terbujur kaku.
Dari sini saya jadi belajar bahwa cerewet dan "sok tahu"nya seorang ibu sebenarnya hanya untuk membuat sang putri dapat melihat kasih sayang di balik segala sikapnya. Dan memberitahukan sesuatu yang salah dengan caranya yang terkadang unik dan tidak masuk akal.
Judul : The Joy Luck Club; Perkumpulan Kebahagiaan dan Keberuntungan
Penulis : Amy Tan
Penerjemah: Joyce K. Isa
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Juli 1994
Tebal : 488 halaman
Lanjut Baca