Bumi Cinta | Buku Bagus

Bumi Cinta


Cukup lama juga saya menunda untuk membaca buku terbaru karya Habiburrahman el Shirazy ini, mengingat membaca buku-buku terdahulu, Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih 1, tidak meninggalkan kesan yang mempesona. Hanya saja, saya masih tetap bersikukuh untuk membacanya karena latar tempat cerita yang terbilang menarik, yaitu Rusia.

Bahkan pada awal-awal cerita saya sangat tertarik ketika membaca bahwa alasan Ayyas ke Rusia adalah untuk studi lapangan penelitiannya yang berjudul “Kehidupan Umat Islam di Masa Pemerintahan Stalin”. Wah, pembahasan sejarah memang selalu menarik bagi saya. Sempat juga terselip rekomendasi Imam Hasan Sadulayevna untuk melebarkan sedikit rumusan masalah ke masa Pemerintahan Lenin, yang memang masih erat berkaitan. Ternyata keinginan saya untuk lebih mengenal Rusia dan sejarahnya lewat novel ini tidak terlalu terpenuhi.

Sayang seribu sayang, sejarah yang menurut saya bakalan menjadi bobot dalam novel ini malah nyempil sedikit sekali di cerita. Sejarah ini hanya tersampaikan pada saat Ayyas sedang membaca buku di ruang Prof. Abraham Tomskii dengan gaya bahasa literatur, dan ketika saya membacanya seperti tidak membaca karya fiksi, karena saking kakunya cara penyampaian sejarah komunis di negara Rusia. Tidak ada sebuah diskusi yang sekiranya dapat saya nikmati antara Ayyas dengan dosen-dosen pembimbingnya.

Penjelasan tentang pembantaian yang dilakukan komunis pada masa Stalin dan Lenin, ternyata menggiring penulis untuk membahas tentang partai komunis yang juga pernah hidup di Indonesia. Hanya saja, penuturan tentang pembantai dan G30SPKI masih saya rasakan seperti membaca buku sejarah zaman SD, di mana Orde Baru masih mendoktrin kisah sejarah. Bahwa PKI adalah tokoh antagonis dalam sejarah, padahal sejauh pengetahuan saya, sejarah tentang PKI masih diselimuti ketidak-jelasan, apakah memang PKI pelaku segala pembantaian atau mereka hanya dijadikan kambing hitam atas segala intrik yang terjadi pada masa itu—CMIIW.

Saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkan kekonstanan Kang Abik dalam mengambil kisah percintaan dari novel satu ke novelnya yang lain, di mana tokoh prianya digandrungi banyak wanita. Namun, permasalahan yang mengusik adalah alur dan plot cerita menurut saya morat-marit dan terkesan mendoktrin pembaca. Adanya cerita yang melenceng dari alur juga membuat saya bosan, seperti penjelasan tentang Thifan Po Khan yang sama sekali tidak memiliki peran penting dalam cerita, ataupun tentang tari balet yang diambil dari cerita legendaris hasil karya Leo Tolstoy, sama sekali tidak memperlihatkan nantinya akan memiliki pengaruh besar untuk perjalanan kisah Ayyas. Hal-hal semacam itu seperti dahan pengganggu yang lebih cantik jika dipangkas saja.

Tidak berhenti di sana, alur dan plot cerita semakin tidak nyaman, setiap kali penulis menceritakan latar belakang tokoh, seperti pada tokoh Yelena dan Linor. Sebenarnya latar belakang kedua tokoh ini terbilang menarik, Yelena seorang pelacur sekaligus atheis yang dulunya pernah memeluk Islam dan Linor seorang agen Yahudi dan seorang wartawan ternama. Jika diceritakan dengan alur yang cantik dan tidak terburu-buru, hasilnya mungkin cerita akan lebih smooth.

Latar belakang Linor yang diceritakan dengan tumplek blek dalam satu bab penuh membuat kepala yang sebelumnya kosong tentang pribadi Linor, harus dipaksa menerima tumpahan sejarah hidup Linor dari awal sampai akhir. Jujur, hal ini sangat dan sangat menyebalkan buat saya, rasanya kepala ini tidak diijinkan untuk mengatur jalannya sendiri, tidak diperkenankan untuk merangkai kisah dalam buku ini secara alamiah. Capek? Pastinya!

Sama halnya dengan cara Ayyas dalam berdiskusi tentang masalah ketuhanan dan Islam, sama-sama membuat kepala capek. Gaya Ayyas cenderung menggurui dan jumawa, walaupun beberapa kali pada narasi dijelaskan Ayyas menghindari sifat sombong, tapi saat masuk ke bagian dialog saya tidak dapat menghindari kesan tersebut. Apalagi beberapa kali, Ayyas mengungkapkan kemarahannya dengan ucapan yang menurut saya kurang sopan.

Satu hal yang menjadi tanda tanya besar di kepala saya adalah rasanya Rusia dalam kisah Ayyas terlihat sangat bodoh—maaf. Sosok Doktor Anastasia Palazzo yang digambarkan sangat cerdas pun sama sekali tidak tampak cerdas. Hal ini saya simpulkan dari minimnya si Doktor cantik ini menyanggah atau menimpali penjelasan Ayyas tentang konsep ketuhanan. Anastasia seperti hanya bertanya dan menerima apapun penjelasan yang panjang lebar tersebut. Kondisi ini malah membuat cerita menjadi sangat aneh dan bertanya-tanya, “Apakah benar percakapan ini melibatkan dua orang yang katanya cerdas?”

Keanehan itu juga terjadi saat seorang ilmuwan Rusia yang sangat kondang, Viktor Murasov, dengan mudah ditumbangkan argumentasinya oleh Ayyas, TANPA ADA PERLAWANAN!! Hayo lah! Ayyas ini berhadapan dengan ilmuwan asal Rusia neh! Di mana dunia mengakui kecanggihan otak para ilmuwan negeri yang satu ini. Masa’ sih segitu mudahnya bisa bertekuk lutut, apakah ilmuwan Rusia memang se-cethek itu membuat sebuah argumentasi, sehingga sekali tebas langsung habis? Fyuh!

Satu hal lagi yang cukup mengenaskan dalam buku ini adalah berlimpahnya typo, padahal buku yang saya baca adalah cetakan kedua. Bagaimana dengan cetakan selanjutnya? Saya kurang tahu mungkin ada yang bisa menjawab? Hanya saja, yang pasti typo seperti pelengkap ketidak-nyamanan yang saya rasakan selama membaca buku setebal 546 halaman ini.

Yah, banyak sekali hal yang disayangkan dalam buku Bumi Cinta ini. Padahal menurut saya, secara garis besar ceritanya menarik, latar Rusia, penelitian tentang sejarah keislaman, konsep ketuhanan, pun ditambah tokoh seperti Yelena dan Linor harusnya membuat buku yang sangat spektakuler. Harusnya!

Namun terlepas dari segala kekurangannya, saya menyukai ending dari kisah buku ini, membuat saya sedikit bersyukur bersedia memaksakan diri untuk menamatkannya. Jika sebagian pembaca memandang akhir kisahnya menggantung, saya pribadi malah menganggap cerita ini memang layak berakhir dengan aroma dramatis. Uhuk! :p

Judul : Bumi Cinta
Penulis : Habiburrahman el Shirazy
Penerbit : Basmala
Terbit : 2010
Tebal : 546 halaman
Harga: Rp. 55.000


lintasberita

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar