Buku Neneng, Kartini Zaman Sekarang - ulasan | Buku Bagus

Buku Neneng, Kartini Zaman Sekarang - ulasan

  • Senin, 21 Mei 2012
  • Katagori : , , , ,


  • Judul            : Fatamorgana Di Segitiga Emas
    Pengarang    : Suryatini N. Ganie
    ISBN             : 978-979-22-7118-8
    Halaman       : 104
    Penerbit        : PT Gramedia Pustaka Utama

     Sangat menyedihkan, malah menyakitkan jika ingin bekerja dan berguna bagi masyarakat, tetapi diharuskan tidak melakukan apa-apa oleh beberapa hal yang sebenarnya sama sekali tidak perlu dilakukan ~ R.A Kartini

    Seberapa  dekat kalian dengan eyang putri?
    Lupakan pertanyaan saya itu!
    Sebenarnya yang ingin saya tanyakan seberapa bangga kalian terhadap eyang putrimu?

    Saya jelas sangat bangga! Kedua eyang putri saya sangat hebat! Saya mungkin hanya  seujung kuku dibandingkan beliau berdua. Setiap kali beliau  berkata, "Eyang dulu juga begitu" saya merasa di atas angin. Minimal sudah kian mendekati,  walau menyamai apa lagi melampaui  kiprah  beliau sangat jauh. Beliau berdua menggagas aneka sekolah, perkumpulan istri, aktif di lingkungan, suatu saat mengemudikan mobil dilain waktu membatik, juga menjadi tim P3K dan belajar menembak saat perjuangan. Saya jelas sangat jauhhhhhhhhhhhhh!

    Rasa bangga juga yang membuat seorang  Suryatini N. Ganie menciptakan novel berdasarkan surat-surat eyang buyut putrinya yang kita kenal dengan nama R.A Kartini. Buku Minum Teh Bersama Kartini dan Fatamorgana di Segitiga Emas terlihat sekali terinspirasi dari surat-surat R.A Kartini. Karakter tokoh dan plot mengikuti jaman tanpa berbenturan dengan sumber inspirasinya. Manis sekali perpaduannya. Lokasinya juga berada dibanyak tempat, dalam serta luar negeri membuktikan kiprah wanita Indonesia yang kian  mendunia.

    Kisah yang ada dalam buku ini  diramu dengan menarik! Tentang bagaimana seorang perempuan dengan keuletan, kesederhaan dan semangatnya untuk maju berusaha mengubah hidupnya. Dari bukan siapa-siapa menjadi seorang lady. Dari tak berpunya hingga melimpah ruah. Tidak ada yang mungkin jika kita ingin mengubah nasib kita.

    Semuanya belum cukup, ada satu lagi bekal yang harus selalu diingat, mau belajar! Dengan belajar kita jadi bisa dan percaya diri, maka semuanya akan terselesaikan dengan baik. Contohnya Neneng, tokoh dalam buku ini. Nama aslinya  sungguh indah, tapi seperti kebiasaan orang kampungnya, setiap anak perempuan dipanggil Neneng.  Maka sejak ia lahir, sekolah, bekerja dan sampai kapanpun, orang akan memanggilnya Neneng.

    Neneng sadar akan kemampuan dirinya. Ia mau belajar, menerima segala kritikan  dengan  lapang sebagai  tempaan guna maju. Semangat dan keuletannya jangan ditanya! Sepertinya juga R.A Kartini, Neneng sangat mau membuka diri untuk segala hal yang berbau pengetahuan. Ia belajar dengan tekun dan cepat! Neneng nekat kabur ke Jakarta karena tidak mau dijadikan istri kesekian seorang teman bapaknya. Ia memilih setia pada sang kekasih dari pada dikawinkan paksa. Di Jakarta nasib membawa Neneng kekehidupan yang tak pernah ia bayangkan.

    Bisa dibilang Neneng sungguh bejo, meminjam istilah eyang putri saya. Bejo kurang lebih berarti beruntung. Setiap yang disentuhnya menjadi emas! Pertama kerja dengan kemampuan seadanya tidak membuat ia minder, justru ia belajar dengan tekun dan ulet! dari seorang pembantu pribadi, ia  menjadi tangan kanan pemimpin tertinggi. Belakangan ia bahkan memiliki perusahaan sendiri, walau didapat dengan cara yang unik

    Sayangnya saya merasa banyak sekali  unsur bejo dalam cerita ini. Bagaimana perjuangan Neneng guna meraih posisinya, bagaimana ia merendam rindu terhadap keluarga dan pujaan hati kurang dikupas. Semuanya terasa serba kebetulan sekali. Di beberapa bagian saya justru merasa kisah Neneng dibuat hanya agar sesuai dengan kata-kata yang dikutip dari Kumpulan Surat R.A Kartini. Sebenarnya masih banyak yang bisa dikembangkan dari plot yang ada hingga tak hanya  menjadi sebuah buku setebal  104 halaman saja.

    Sosok Neneng dan para wanita yang ada dalam buku ini digambarkan sebagai perempuan yang ulet, menjunjung kesetaraan, mau belajar serta menjalani hidup dengan bersyukur. Serta sekali lagi unsur bejo yang sepertinya menghinggapi setiap tokoh. Selalu saja mereka berada dalam situasi serba kebetulan. Misalnya baru kaget  ditawari mundur dengan iming-iming bonus besar ada tawaran kerja di tempat baru yang menjanjikan. Para tokoh membuat saya (sedikit)  cemburu, sedikit saja unsur bejo dilimpahkan ke saya rasanya akan membuat hidup lebih ceria he he he

    Pada hal 48,  disebutkan   terjadi percakapan antara  Neneng dan  Ulrich. Percakapan berlanjut hingga halaman 49, tapi kenapa yang ditulis nama Melati? Bukankah seharusnya Neneng? Hingga percakapan itu selesai, semuanya menggunakan nama Neneng, kecuali satu kali nama Melati muncul. Mungkin salah edit ya….

    Sebuah  kalimat pada halaman 51 membuat saya jadi teringat pada almarhumah eyang putri  saya tercinta.  Kalimatnya adalah, “ Malam itu di suite, Neneng salat.” Mungkin karena pengaruh dialek, eyang putri , bude dan pakde saya akan menyebut sholat dengan salat. Rasanya sudah lama sekali saya mendengar seseorang menyebutkan kata itu. Jadi kangen Solo……

    Suryatini N. Ganie lahir  pada  17 Oktober 1930 di Situbondo, Jawa Timur. Beliau menguasai 10 bahasa, 7 diantaranya adalah bahasa asing.  Sunggu wanita yang sangat pandai! Menjadi wartawati dan penulis sejak tahun 1950, antara lain di Harian Merdeka,  Majalah Keluarga, Indonesian Observer, Harian Kompas dan Majalah Femina, pemimpin redaksi Majalah Selera,    Garuda in Flight Magazine, The Sunday Observer, Guide to Jakarta Tourism Magazine, Mercantile Club Magazine, dan The Jakarta Post.

    Semasa  hidupnya, penghargaan yang telah beliau terima antara lain:
    -  Women in Travel (WIPI) for Gastronomy (1974)
    -  Adhikarya Wisata dari Departemen Pariwisata dan Telekomunikasi RI, (1995 dan 1997)
    -  Adhikarya Bhoga Nugraha dari Departemen Pangan dan Pertanian RI( 1999)
    Semasa hidupnya? Sayang beliau sudah berpulang pada hari Selasa,1 Maret 2011  Di RS Metropolitan Medical Center Jakarta. Jika tidak mungkin saya bakalan nekat mengunjungi beliau untuk belajar banyak hal. Walau  beliau sudah tiada  karya-karyanya tetap akan dikenal banyak orang

    Beberapa karya beliau adalah
    + Not Only Nasi Goreng, exclusively for Garuda in-flight sales (edisi bahasa Inggris)
    + Pesisiran Food- Exotic Food of Indonesian Harbor Towns (edisi bahasa Inggris)
    + Aneka Ragam Menu Makanan bergizi dari Seluruh Propinsi di Indonesia (Departemen Kesejahteraan Rakyat).
    + Pinggan Nusantara- Resep-resep dari 26 Propinsi di Indonesia (Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti)
    + Bagamana Sebaiknya? (Buku Etiket yang disusun bersama Ratmini Soedjatmoko dan Raharty Soebijakto).
    + Upaboga di Indonesia -- Ensikolopedia Pangan dan Kumpulan Resep (Gaya Favorit Press).
    + Kisah dan Kumpulan Resep Putri Jepara -- Rahasia Kuliner R.A. Kartini, R.A. Kardinah, R.A. Roekmini. (Gaya Favorit Press).

    Sedangkan  surat-surat R.A Kartini yang menjadi sumber inspirasi Suryatini N. Ganie  tertuang dalam buku habsi Gelap Terbitlah Terang. Sebuah buku yang dengan malu terpaksa saya akui belum berada dalam lemari buku saya, kesalahan fatal nih! 

    Dalam buku  Pahlawan yang digugat terbitan Bukukatta,  R.A Kartini termasuk dalam daftar pahlawan yang digugat.
    Buku itu juga menyebutkan  beberapa kontroversi yang menjadi pertanyaan banyak kalangan, yaitu :
    1. Ada pihak yang mempertanyakan bagaimana bisa  kita memperingati kelahiran Kartini  yang hanya berjuang  dari dalam kamar.
    2.  Keotentikan dan orisinalitas pemikiran-pemikiran Kartini dalam surat-suratnya  diragukan
    3. R.A Kartini dianggap tidak konsisten dalam memperjuangkan pemikiran nasib perempuan Jawa.
    4. R.A Kartini dianggap hanya  berbicara untuk ruang lingkup Pulau Jawa saja
    5. Adanya anggapan persinggungan R.A Kartini dengan perlawanan melawan penjajahan Belanda sepertinya umumnya pahlawan yang kita kenal sangat tidak jelas
    6 .Dibandingkan dengan R. Dewi Sartika yang lebih progresif, R.A Kartini hanya dikenal  berdasarkan pemikirannya.  Sedangkan R. Dewi Sartika tak hanya  berpikir namun juga mengimplementasikan pemikirannya dalam gerak nyata.
    7. Penetapan tanggal kelahiran R.A Kartini sebagai hari besar juga diperdebatkan.
    8.  Dalam buku Dutch Culture Overseas :Colonial Practice in the Netherland Indies 1900-1942 karya Frances Gouda, disebutkan Kartini tidak menyinggung nasib-nasib perempuan dari kelas lebih rendah.


    Terlepas dari kontroversi yang ada,  di Negeri Belanda R.A Kartini dijunjung tinggi sebagai pejuang emansipasi di Hindia-Belanda. Pemerintah Daerah Den Haag mulai tahun 2007 secara khusus menyediakan Trophy Kartini untuk perorangan atau organisasi di Den Haag yang berjuang dalam bidang emansipasi ala Kartini.

    Buat saya pribadi, saya merasa terpacu untuk selalu belajar dan bisa banyak hal. Malu juga terhadap Eyang Suryatini N. Ganie yang bisa  7 bahasa asing. Dua saja belum saya kuasai dengan sempurna. Ijasah saya belum ada apa-apanya dibandingkan ijasah dari sekolah kehidupan beliau

    Satu kalimat favorit saya, "Mengerjakan apa yang tidak disukai demi orang tercinta, itu sesuatu yang patut dihargai" ada di halaman 32. Menarik!

    Jadi, apakah  kalian  bangga  pada Eyang Putri ????

    Sumber gambar:
    http://www.wgsawards.com/aoe2003/AwardsFinalists/AsianCuisineArticle.html
    http://www.bukukita.com/babacms/displaybuku/36899.jpg

    Repiu kali ini khusus buat Ady Ahmad. Terima kasih berat untuk buku-bukunya.
    Serta para  Kartini abad ini.....

    lintasberita

    0 komentar:

    Posting Komentar

     
    Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar