Bocah Cilik Penangkap Hantu

Judul Buku : The Spook Apprentice
Penulis : Joseph Delaney
Penerbit: Matahati,Jakarta
Cetakan : I, Maret 2009
Tebal : 326 hlm
----------------

The Spook’s Apprentice ditulis berdasarkan cerita rakyat (folklore) bangsa Inggris di masa lampau. Novel karya Joseph Delaney ini merupakan seri pertama yang ditulisnya dalam rangkaian serial legenda Wardstone, sebuah titik tertinggi di County yang menyimpan misteri. Alur cerita dari novel ini berpusat pada bocah laki-laki yang berusia 13 tahun bernama Tom yang tinggal bersama keluarga besarnya di County, sebuah wilayah pedalaman Inggris di kota Lancashire.

Tom adalah putra ketujuh dari seorang ayah yang juga putra ketujuh. Sebuah keistimewaan bagi bocah itu, karena diyakini ia mempunyai kemampuan melihat sesuatu yang tak dapat dilihat orang lain, semisal makhluk-makhluk gaib: Boggart, ghast, ghost dan lain-lain.

Kisah ini bermula dari kunjungan sang Spook ke rumah Tom untuk menjadikannya sebagai murid Spook. Sang Spook tak lain adalah Mr. Gregory, lelaki tua berjubah yang selalu membawa tongkat kayu berkeliling County, menjaga penduduk lokal dari kejahatan yang muncul di malam hari; hantu (ghast, ghost), boggart dan sihir jahat.

Menjadi Spook adalah pekerjaan berat dan membahayakan bahkan kerap diasingkan banyak orang. Dalam kesehariannya sang Spook berkecimpung dengan dunia gaib, mengusir roh-roh jahat, hantu dan semacamnya. Banyak orang yang gagal menjadi murid Spook, menyerah dan menemui kematiannya menjadi korban kekejian Boggart.

Bukan kemauan Tom menjalani pekerjaan sebagai Spook, namun risiko yang harus ditanggungnya sebagai putra di keluarga besar menuntut dirinya untuk hidup mandiri. Dan bakat yang dimilikinya sebagai putra ketujuh dari putra ketujuh pula, turut menentukan takdirnya menjalani profesi sebagai seorang Spook.

Tom meninggalkan keluarganya, pergi bersama sang Spook dan menjalani masa pengujian di rumah tua yang dihuni banyak hantu. Horor pun dimulai. Tom terseok-seok dalam ketakutan yang nyaris meruntuhkan sendi-sendinya. Tapi Tom ingin melewati ujian dari sang Spook, karena ia tahu orang tuanya sangat menginginkan dirinya menjadi Spook. Walau patah arang, Tom terus berjuang menjadi murid yang tak akan mengecewakan guru dan orang tuanya.

Saat musim panas tiba, petualangan Tom berlanjut di rumah sang Spook, di Chipenden. Rumah yang dipenuhi kekuatan magic dan dijaga ketat oleh para boggart yang tak terlihat. Kisah yang paling menarik di sini adalah Tom harus selalu waspada dengan tanda lonceng yang dibunyikan sebagai jadwal makan. Karena begitu ia terlambat atau terlalu cepat mendatanginya, Tom akan merasakan akibatnya berduel dengan boggart yang misterius.

Beberapa bulan Tom menjalani training di Chipenden. Di saat sang spook pergi menyelesaikan urusannya untuk beberapa lama, Tom dihadapkan dengan gadis misterius bernama Alice yang membujuknya untuk memberikan kue-kue kepada nenek sihir yang ditahan sang Spook, di lubang sekitar taman rumah. Tom ragu akan membuat kesalahan jika melanggar peraturan yang sudah diwanti-wanti gurunya. Namun suatu malam ia nekat menjatuhkan kue-kue tersebut ke lubang nenek sihir, Mother Malkin, karena terikat janji dengan Alice.

Mother Malkin, tercatat sebagai penyihir paling jahat yang mengkonsumsi darah segar manusia. Begitu pula Bony Lizzie, cucu dari Mother Malkin yang juga bibi Alice. Bony Lizzie mempraktikkan sihir tulang yang didapatkan dari tulang-tulang manusia yang sudah dikulitinya. Horor semakin memuncak ketika Tom mengetahui bahwa Mother Malkin mulai menampakkan kekuatannya setelah melahap kue-kue yang belakangan diketahui berasal dari racikan darah manusia. Seorang anak berumur 3 tahun hilang, dan sebelumnya seorang bayi diduga telah diculik oleh penyihir jahat. Tom semakin gusar dan ketakutan. Sedangkan Mother Malkin telah berhasil keluar dari jeratan di dalam lubangnya. Tom pun harus bertindak cepat, menyelamatkan bocah tersebut dan menangkap kembali Mother Malkin tepat sebelum jatuh korban.

Kisah horor pun tidak serta merta berakhir. Secara mengejutkan Tom disekap oleh Tusk, makhluk menyeramkan peliharaan Lizzie dengan gigi-gigi yang terlalu banyak untuk muat di dalam mulutnya. Tom dilemparkan ke dalam lubang dengan kedalaman dua meter untuk dikuliti keesokan harinya sebelum matahari terbit. Semalaman Tom berada di dalam lubang antara hidup dan mati, menghadapi hantu Billy, murid terakhir sang Spook.

Tom diselamatkan Alice yang tiba-tiba berubah pikiran. Sedangkan Bony Lizzie dan Tusk berhasil diringkus sang Spook dan dimasukkan ke lubang penahanan. Pada akhirnya Tom mendapatkan cuti libur dan diperbolehkan pulang selama beberapa hari. Namun pulang ke rumah pun tidak lantas memberikan rasa aman bagi Tom. Ruh Mother Malkin datang menuntut balas padanya, dan siap merasuki tubuh siapapun yang ada di rumahnya.

Pelajaran terpenting yang dapat diambil adalah Tom tidak pernah ragu mengambil inisiatif, dan selalu berpegang pada apa yang telah diajarkan gurunya. Tom pun menyadari bahwa seseorang yang tidak pernah melakukan kesalahan tidak pernah berbuat apa-apa. Dia merasa bahwa kegelapan akan terus mengumpulkan kekuatannya, dan pekerjaannya akan semakin sulit. Tapi Tom akan terus belajar dan belajar seperti yang dipesankan ibunya.

Novel ini mutlak menyoroti dunia mistik dan tahayul yang berlangsung pada abad pertengahan di Inggris. Tema-tema magic dan kekuatan sihir memang menjadi daya tarik tersendiri yang sering dihadirkan dalam cerita novel bergenre horror. Kisahnya mengungkap petualangan yang mendebarkan sekaligus memikat. Penulis pun dengan lihai menyuguhkan figur keberanian sang tokoh utama dan kekejian sang penyihir sehingga mampu mengejutkan sekaligus menyenangkan bagi semua pembaca baik anak-anak maupun kalangan dewasa. Deskripsi tentang petualangan, marabahaya, cinta dan keberanian sangat mudah dirasakan begitu membaca novel ini dari awal sampai akhir.

Terdapat 5 seri novel lainnya yang ditulis Joseph Delaney setelah novel The Spook Apprentice ini. Dari seri-seri tersebut semuanya diangkat berdasarkan latar belakang sebuah tempat yang benar-benar nyata di Lancashire. Inspirasi novel serial sejarah Wardstone ini berkembang dari cerita dan legenda tentang hantu (ghast, ghost) setempat.***

lintasberita

Lanjut Baca

Kematian yang Indah

Judul: Temukan Lima Rahasia Sebelum Mati
Penulis: John Izzo
Penerjemah: Arif Subiyanto
Penerbit: Ufuk Press
Cetakan: 1, 2008
Tebal: viii + 270 hlm.
-----------------------

Mencari bimbingan kepada para tetua merupakan suatu masa yang dihormati dan praktik bijak yang sayangnya tidak terlalu sering dilakukan saat ini, terutama di Barat. John Izzo mendorong kita untuk kembali kepada tradisi tersebut melalui bukunya Temukan Lima Rahasia Sebelum Mati. Buku ini telah menjadi daftar bestseller di Benua Amerika dan Eropa. Pembicara dan penulis inspirasional ini mengarahkan suatu diskusi yang menggairahkan mengenai makna hidup dalam seri televisi yang kemudian difilmkan untuk Biography Channel.

Pembaca akan belajar lima rahasia ini yang dia percaya semua orang harus tahu untuk mendapatkan yang terbesar dari kehidupan: lebih merenung, lebih mengambil resiko, lebih mencintai, lebih menikmati, dan lebih memberi. Izzo mewawancarai seribu orang hingga dia mengerucutkan mereka menjadi 235 orang tua yang bijak yang menemukan makna dan kebahagiaan dalam hidup mereka. Dia terinspirasi untuk lebih fokus pada apa yang paling bermakna setelah istrinya mengalami stroke hingga ulang tahunnya yang ke-50.

Mereka yang diwawancarai Izzo dikenal oleh teman-teman dan keluarganya sebagai “seseorang yang mereka ketahui telah menemukan kebahagiaan dan makna.” Orang-orang ini ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan, seperti: “Apa yang membuat anda sampai pada pengertian makna terbesar dan tujuan dalam hidup?” dan “Apa ketakutan terbesar pada akhir hidup anda?” Mereka juga diminta untuk menyelesaikan kalimat: “Andaikan saya dulu…”. Orang-orang tua ini berasal dari beragam pekerjaan: pengarang, profesor, pemilik bisnis, perawat, pemimpin spiritual, ahli psikologi, biologi, dan seorang tukang potong rambut yang fenomenal, serta orang yang selamat dari Holocoust dan korban rasisme.

Lima rahasia tersebut adalah, pertama, jujurlah pada diri sendiri. Ini adalah kalimat yang umum. Izzo membantu kita mengeksplorasi apakah kita benar-benar jujur terhadap diri kita sendiri dengan mengajukan pertanyaan apakah kita mengikuti kata hati kita dan berfokus pada apa yang benar-benar bermakna? Kedua, jangan ada penyesalan. Hal ini mensyaratkan hidup dengan keberanian dan tanpa ketakutan.
Kebanyakan orang memiliki beberapa hal yang mereka lakukan berbeda, akan tetapi Izzo mengingatkan bahwa orang yang bahagia tidak tinggal dalam penyesalan. Seorang wanita bernama Elsa, misalnya, dalam usia ketujuh puluhnya mengatakan bahwa dia menerima nasehat yang paling bernilai dari anak perempuannya. “Bu.., ibu harus menyapu debu sendiri dan bangkit kembali”.

Ketiga, jadilah cinta. Ini adalah satu rahasia terpenting. Dr. Izzo membantu mendefinisikan cinta menjadi lebih dari sekadar kata, karena di dalamnya sarat makna. Namun Izzo mengingatkan bahwa kita harus membedakan antara emosi cinta dan keputusan untuk mencinta. “Masyarakat umum hanya melihat cinta sebagai emosi semata. Kita biasa mengatakan kata-kata seperti “dia benar-benar cinta pada pria itu,” tak ubahnya kita mengatakan bahwa kita “suka pada golf dan pizza”, atau keranjingan berpesta,” dan sebagainya. Padahal yang kita bicarakan itu hanya sekadar emosi perasaan cinta atau suka. Namun, setelah menyimak penuturan sekian banyak narasumber itu, saya mulai menyadari ketika mereka membahas tentang pentingnya cinta dalam hidup mereka, sesungguhnya mereka lebih memaknai cinta sebagai suatu keputusan daripada hanya sekadar perasaan,” ujar Izzo (hlm. 105). Rahasia untuk meraih hidup bahagia dan penuh makna adalah memilih untuk menjadi orang yang penuh cinta, atau dengan kata lain menjelma menjadi cinta itu sendiri.

Keempat, jalanilah hidup dengan sepenuh hati. Hal ini berarti menjalani, menghayati, dan mensyukuri setiap detik kehidupan kita, bukannya menilai atau melaknati kehidupan, melainkan menjalaninya dengan sepenuh hati. Jika hidup memang begitu singkat, maka salah satu rahasia untuk meraih bahagia adalah dengan semaksimal mungkin menikmati dan memanfaatkan waktu yang sempit itu, dan mengupayakan agar setiap detik dan hari yang kita lalui benar-benar menjadi sebuah anugerah.
Kelima, berikan lebih banyak dari yang anda dapatkan. Ini adalah rahasia kelima yang didapatkan Izzo saat mewawancarai para tetua nan bijak. Apabila kita semakin banyak memberi, kita juga akan semakin banyak mendapatkan berkah, dan kita akan menyatu dan terkait dengan kisah akbar kemanusiaan yang memberi makna bagi kehidupan. “Saya menjadi sadar bahwa kita semua dapat meleburkan diri dengan sempurna ke dalam kisah besar kemanusiaan ini.” Ujar Izzo (hlm. 182).

Buku ini ibarat mutiara. Di sini, terdapat kisah-kisah yang semuanya berisikan tentang hidup dengan bijak, hidup dalam momen tersebut, ada yang lucu dan ada yang sedih. Semuanya akan menjadi bahan pikiran kita. Konsistensi pelajaran memberikan pemahaman yang mudah dan skema yang mudah dicerna. Mengambil satu rahasia pada suatu waktu untuk dipraktikkan mungkin sangat baik bagi sebagian orang, berhenti sebentar mengonsumsi buku ini untuk ketika menerapkan rahasia tersebut. Yang lain mungkin melahap seluruh buku sekali duduk dan kembali merefleksikan secara lebih cermat ketika mereka memikirkan pesannya.

Tidak seperti kebanyakan buku-buku psikologi populer, buku Izzo mulai dengan sebuah deskripsi menyeluruh mengenai mengapa dan bagaimana tepatnya dia dan para asistennya melakukan studinya. Premisnya kelihatan cukup sederhana: jika terdapat orang-orang di dunia ini yang panjang umur dan berhasil dalam menemukan makna dan kebahagiaan selama itu, kenapa tidak menanyakan apa yang telah mereka singkap dan bagaimana? Tak lain semua itu agar kita pada saatnya meraih kematian yang indah.***

M.Iqbal Dawami
Staf Pengajar STIS Magelang, penulis buku “Cita-Cita; The Secret and Power Within” (2009)

lintasberita

Lanjut Baca

Seni Memimpin Dari Legenda Jepang

Judul buku : The Swordless Samurai; Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI
Penulis : Kitami Masao diedit oleh Tim Clark
Penerbit : Redline Publishing, Jakarta
Cetakan : Pertama, Februari 2009
Tebal buku : 256 halaman
-----------------------

Jepang, dalam kebanyakan sejarahnya, telah dikuasai oleh para kaisar yang powerfull. Akan tetapi dalam abad XVI – yang disebut orang Jepang sebagai masa peperangan antar-klan (Age of Warring Clans) – penguasa regional (baca: Shogun) berperang satu sama lain dengan sedikit tentara pejuang samurai mereka. Terdapat salah satu pemimpin legendaris Jepang yang berhasil menyatukan antar-klan di abad XVI, yaitu Toyotomi Hideyoshi.

Buku The Swordless Samurai; Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI ini bercerita tentang bagaimana Toyotomi Hideyoshi melakukan hal itu. Hideyoshi dilahirkan dari keluarga petani pada 1537 yang menjadi seorang samurai meskipun dia tidak mempunyai keturunan darah samurai. Dengan perawakan pendek, petarung yang payah, dan tidak cukup menarik untuk dipandang, membuat dirinya menjadi bahan olokan, dan sering disebut “monyet.” Namun, di balik itu, dengan berbekal hasrat belajar yang besar, Hideyoshi berhasil melejitkan potensinya sehingga dia mencapai status wakil kaisar yang memungkinkan dia menghentikan pertikaian di antara para klan yang telah lama berperang di seluruh pelosok Jepang pada waktu itu.

Hideyoshi dianggap sebagai Swordless Samurai; seorang samurai tanpa pedang, di mana kemampuannya tidak terletak pada kelihaian memainkan pedangnya melainkan otaknya. Dia menapaki tangga batasan kelas yang kuat tanpa bantuan sama sekali. Dia seorang petani asli, yang mengabdi pada Lord Nobunaga yang sangat berkuasa, dan menjadi orang yang terus semakin berguna baginya. Hideyoshi mendapatkan dukungan yang kuat. Kemudian, dia menghancurkan semua batasan kelas dan akhirnya menjadi orang yang paling kuat di Jepang.

Hideyoshi mampu mencapai semua itu melalui kecakapannya yang hebat sebagai seorang perencana dan negosiator, dan kemampuannya untuk memimpin kelompok-kelompok subordinat yang besar melalui komunikasi yang cerdik, bukan melalui kekuatan militer atau pun ketakutan akan pembalasan. Beberapa tindakan heroiknya yang terkenal di antaranya merekrut sejumlah petani untuk mengalihkan aliran sungai dan membanjiri wilayah di sekitar kastil musuh, sehingga dapat menghentikan suplai dan bala bantuan bagi musuhnya, yang kemudian memaksa mereka untuk menyerah.

Selain itu, dalam sebuah pertempuran tanpa pertumpahan darah, dia beberapa kali mengirim pasukannya untuk menyamar sebagai pedagang untuk membeli semua beras musuh. Benteng pertahanan musuh menjual semua beras mereka dari gudang persediaan. Hideyoshi dan tentaranya kemudian hanya menunggu musuhnya kelaparan dan menyerah dengan sendirinya. Legenda lainnya adalah saat dia memerintahkan kepada tentara untuk membangun benteng di sebuah posisi yang strategis hanya dalam semalam. Bagaimana cara dia melakukan hal itu, dipaparkan secara gamblang di buku ini.
Tim Clark, editor edisi bahasa Inggris dari buku ini, memberi catatan bahwa “Swordless Samurai” adalah istilah yang dia temukan sendiri. Hideyoshi tidak pernah dikenal dengan nama itu dan tidak ada persamaannya dalam bahasa Jepang. Namun, istilah tersebut digunakan untuk menyimpulkan filosofi Hideyoshi yang menggunakan perencanaan yang cermat dan tindakan yang menentukan dalam mengganti kekerasan yang telah menjadi cara samurai.

Penulis buku ini, Kitami Masao berhasil menciptakan sebuah autobiografi yang melacak kehidupan Hideyoshi yang mengagumkan dari awal mula sebagai seorang yang sederhana hingga mencapai puncak kekuasaan, dan selanjutnya kemunduran yang berasal dari upaya perluasan kekuasaannya menuju Korea. Masing-masing bab ditandai dengan pepatah yang mencita-citakan seorang eksekutif bisnis seperti “Jadilah seorang pemimpin, bukan seorang yang superior,” dan “Ubahlah kelemahan menjadi kekuatan.” Sebagaian kecil dari pepatah tersebut menjadi ciri khas perusahaan Jepang pada masa kini, misalnya, “Rendahkan kepentinganmu berada di bawah kepentingan pemimpinmu.”

Kitami mengakui bahwa hampir tidak ada yang mengetahui tentang Hideyoshi yang sebenarnya pada masa-masa awal. Beberapa dari pencapaiannya yang lebih spektakuler terlihat sangat meragukan di mata sejarawan. Namun Kitami menerima informasi yang dapat diperoleh dari nilai dan usahanya mengenai kecakapan-kecakapan dalam memimpin dan bernegosiasi. Kitami juga berusaha membahas kelemahan dan kejatuhan Toyotomi dalam bab-bab terakhir, sebagai sebuah aforisme.

Sosok Hideyoshi sejatinya merupakan model bagi pemimpin bisnis masa kini. Para pebisnis saat ini dalam membidik posisi pemimpin, terutama jika mereka terkait dengan perusahaan dan praktik bisnis Jepang akan secara meyakinkan menemukan sesuatu yang dapat diterapkan dalam kerja mereka dari buku ini. Kepemimpinan Hideyoshi dan ajaran kesuksesannya diungkapkan dalam bentuk narasi ketika Hideyoshi mendapatkan banyak kemenangan dan menganalisa kemunculannya menjadi pemimpin yang tertinggi. Intuisinya yang tepat terhadap apa yang terjadi—kemampuan, kecerdasan, antisipasi, dan determinasi—dapat dengan mudah dipahami para pebisnis masa sekarang.

Meskipun kita tidak tertarik dalam aspek untuk membantu pengembangan sendiri (self-help) dari buku ini, kita mungkin mengapresiasi buku ini sebagai sebuah pengantar yang sangat perlu dibaca mengenai seorang figur yang sangat penting dalam sejarah Jepang pada masanya. Untuk itu, kehadiran buku ini dalam edisi Bahasa Indonesia patut dipuji, sebagaimana halnya pujian yang diberikan oleh Arvan Pradiansyah dan Andy F. Noya dalam endorsement buku ini.***

M. Iqbal Dawami
Staf Pengajar STIS Magelang

lintasberita

Lanjut Baca

Petualangan Ranger Muda

Judul Buku : Ranger’s Apprentice; Reruntuhan Gorlan
Penulis : John Flanagan
Penerbit : Matahati, Jakarta
Cetakan : I, Februari 2009
Tebal : 384 hlm
------------------

Ranger’s Apprentice adalah novel serial anak-anak yang sarat dengan petualangan. Sebuah epik fantasi yang mampu membangkitkan imajinasi setiap pembacanya. Tokoh utamanya adalah Will, seorang ranger muda yang pemberani. Ia sering berhadapan dengan berbagai ancaman dari monster mengerikan yang selama itu hanya ada dalam legenda dan mitos.

Sebenarnya menjadi ranger bukanlah impian Will. Bocah laki-laki 15 tahun yang dibesarkan sebagai anak asuh di kastil Redmont, sangat terobsesi menjadi ksatria prajurit berbaju besi seperti sosok ayah yang dibanggakannya. Will tahu ranger adalah sekelompok orang misterius yang kehadirannya ditakuti banyak orang. Namun di hari pemilihan yang menegangkan, ia terpilih menjadi murid ranger dan menjalani pelatihannya berpetualang di dunia yang sangat fantastis.

Lima belas tahun yang lalu Will ditemukan terbungkus dalam selimut kecil dan diletakkan dalam keranjang di tangga bangunan ward (nama bangsal). Sebuah catatan dilekatkan di selimutnya: Ibunya meninggal saat melahirkan. Ayahnya meninggal sebagai pahlawan, tolong pelihara dia. Namanya Will. Fakta inilah yang diketahuinya. Bocah yatim piatu ini bahkan tidak pernah tahu latar belakang dirinya dan sejarah keluarganya. Oleh karenanya ia kerap menanggung malu menghadapi olok-olok dari Horace, teman sesama anggota ward. Tubuhnya yang kecil amat merisaukan konsentrasinya di hari pemilihan sekolah. Keadaan itu disadarinya bahwa kecil kemungkinan ia diterima di sekolah tempur. Namun menjadi ksatria pejuang adalah satu-satunya impian yang didambakannya untuk mengikuti jejak sang ayah yang tak pernah dikenalnya.

Hanya Will yang tersisa di hari pemilihan. Dan ia sudah membayangkan takdirnya akan berakhir menjadi buruh tani dan ternak di desa sekitar. Itulah resiko bagi anggota ward yang tidak terpilih oleh guru keahlian di kastil Redmont. Tapi di saat itulah ia dikejutkan oleh sosok ranger yang muncul tiba-tiba di ruang pemilihan dan menyodorkan secarik kertas kepada Baron Arald, sang pemimpin kastil. Will yakin kertas itu berkaitan dengan nasib yang bakal didapatkannya.

Walau bertubuh kecil, Will adalah anak pemberani, gesit, cerdik dan selalu ingin tahu terhadap setiap hal. Dipicu oleh misteri secarik kertas, Will menyelinap dan memanjat dinding menara kastil yang menjulang tinggi, memperdayai penjaga, lalu masuk ke ruangan sang baron. Namun ketika catatan itu ditemukannya, Will dikejutkan oleh ranger yang tiba-tiba menghalau tangannya.

Ulah Will memanjat dan menyelinap yang tak sedikitpun terlihat mata, menjadi titik balik yang menentukan bakatnya sebagai murid ranger-Halt. Will terpilih sebagai murid Halt, meninggalkan kastil dan menjalani latihan sebagai ranger. Di sinilah babak petualangan ranger muda telah dimulai. Berbulan-bulan Will menjalani latihan keras: memanah, memainkan pisau ranger, dan mengasah kemampuannya bergerak tak terlihat.

Satu hal yang tak bisa diabaikan dari novel ini adalah kisah pertemanan Will dengan Horace, salah satu temannya yang diterima di sekolah tempur. Meskipun awalnya Horace adalah musuh yang amat dibencinya karena perangainya yang arogan. John Flanagan, penulis novel ini dengan lihai membelokkan karakter tokoh Horace yang memicu kebencian setiap orang, menjadi anak yang mampu mengundang simpati pembacanya. Sejak peristiwa perburuan di hutan, Horace menyadari keberanian Will yang telah menyelamatkan hidupnya dari ancaman monster babi. Ketika Will dan Horace dipertemukan lagi, keduanya menjadi tim kompak yang harus menjaga keselamatan satu sama lain.

Selama dalam gemblengan Halt, Will menampakkan bakat yang sangat mengagumkan. Namanya mencuat di kalangan kastil Redmont dan penduduk sekitar pun mengeluk-elukkan keberaniannya. Ketika kerajaan Araluen mendapat teror dari Kalkara, monster tak terkalahkan yang berasal dari campuran beruang dan kera, Will dan Halt menjalankan aksi petualangan yang sangat mendebarkan. Keduanya harus bergerak cepat mencari jejak monster di antara semak-semak di dataran terpencil, melewati kawasan seruling bebatuan yang mengeluarkan dentingan suara mencekam.

Rupanya desas desus monster itu sudah beredar di sebuah pertemuan korps ranger yang diadakan secara rutin. Morgarath, penguasa Pegunungan Hujan dan Malam, sekaligus mantan Baron Gorlan di Kerajaan Araluen, melancarkan aksi balas dendam dengan mengirim monster jahat yang siap menerkam mangsa incarannya. Dalam satu adegan klimaks, Will, Halt dan Gilan, salah satu anggota korps ranger, terlibat perburuan mencari jejak Kalkara yang ditengarai bersembunyi di puing-puing reruntuhan Gorlan, bekas kerajaan Morgarath. Bentrokan antara ranger dan monster pun tak dapat dielakkan. Halt pontang panting dan diselamatkan Baron Arald serta Sir Rodney yang didatangkan Will dari Kastil Redmont. Namun pada akhirnya Will muncul sebagai pemenang yang menyelamatkan guru sekaligus kedua ksatria tangguh dengan panah berapi yang dihujamkan ke tubuh Kalkara.

Jiwa petualang sekaligus pemberani yang diusung novel ini menjadi menu bacaan yang sangat layak bagi anak-anak. Perannya sangat penting untuk memotivasi anak gemar membaca. Seperti disampaikan penulisnya, penulisan novel ini pada dasarnya untuk memotivasi putranya yang berumur 12 tahun agar suka membaca. Meski begitu novel ini juga cukup menghebohkan bagi setiap pembaca dari semua tingkatan umur. Novel ini di dalamnya mengundang selera pembaca yang memiliki hobi berpetualang. Didukung dengan atmosfir alam yang mengagumkan. Dan detail novel ini seolah-olah mampu dirasakan setiap pembacanya secara riil.

Novel ini merupakan seri pertama dari beberapa seri Ranger’s Apprentice yang ditulis John Flanagan. Serial ini sudah muncul dalam daftar terlaris New York Times dan secara rutin terdaftar dalam penghargaan buku anak-anak di Australia dan negeri lainnya***

M.IQBAL DAWAMI
Staf pengajar STIS Magelang

lintasberita

Lanjut Baca
 
Copyright (c) 2010 Buku Bagus by Dunia Belajar